Senin, 05 April 2021

Clickbait

Apa yang terbayang dalam benak Anda ketika membaca judul berita online seperti  ini; "Begini Temuan Terbaru Kebakaran Kilang Minyak di Balongan, Jangan Kaget!"


Bagi Anda yang sama sekali tak mengikuti dinamika peristiwa di luar sana pastilah menduga bahwa itu peritiwa heboh. Sebab, mana mungkin berita biasa-biasa saja bisa bikin kaget?

Begitu pun bagi Anda yang tahu peristiwa kebakaran kilang minyak Pertamina di Balongan, Indramayu, Jawa Barat, yang terjadi pada Senin (29/3/2021), namun tak mengikuti kelanjutannya, pastilah menduga ada kabar terbaru yang menghebohkan.

Lalu, Anda tertarik untuk mengklik artikel tersebut. Padahal, dalam judul itu, sama sekali tak ada fakta menarik yang dipaparkan. Sang jurnalis hanya bermain-main dengan kata-kata, bukan fakta. Ia hanya membuat pancingan lewat judul. Ibarat politikus yang mengumbar janji saat kampanye, bukan memaparkan fakta-fakta tentang dirinya. Janji-janji kampanye itu bisa terbukti, bisa juga tidak. Begitu pun judul-judul seperti itu, bisa benar, bisa juga salah. Ia akan terbukti setelah kita membaca isinya.
 
Begitulah cara para jurnalis zaman sekarang mengemas judul berita.  Judul-judul seperti ini tak sekadar menghiasi laman-laman media kecil, namun juga media-media besar.  Padahal, dulu, ketika internet belum banyak dikenal masyarakat, para jurnalis tidak menulis judul seperti ini. Mereka membuat judul yang mewakili isi. Selalu saja ada informasi menarik pada  judul.

Misal, dalam kasus kebakaran di kilang minyak Balongan yang sempat diduga karena tersambar petir pada judul berita di atas, para jurnalis zaman dulu akan menulis judul Kebakaran Kilang Minyak di Balongan Bukan Karena Kilat. Atau, seandainya kebakaran itu disengaja ---ini sekadar contoh--- maka para jurnalis akan membuat judul Kebakaran Kilang Minyak di Balongan Disengaja.

Gaya menulis judul seperti dicontohkan di awal tulisan biasa kita kenal dengan istilah clickbait (umpan klik), yaitu cara pemilik konten menarik perhatian pengunjung agar mereka mau membuka artikelnya. Tujuannya, apalagi kalau bukan mencari viewer (pengunjung) sebanyak-banyaknya sehingga mendongkrak perolehan nilai iklan. Jadi ya UUD alias ujung-ujungnya duit.

Namun, tak selamanya clickbait itu keliru. Ada juga clickbait yang memang benar, bukan perkataan bohong atau dibesar-besarkan. Ibarat janji kampanye, ada juga yang benar-benar ditepati. Justru, pembaca merasa puas manakala pancingan yang ditulis oleh jurnalis di judul atau lead ternyata benar adanya.

Dalam dunia dakwah, pancingan seperti ini dibutuhkan. Namun, tujuannya bukan untuk mencari duit. Sebab, dakwah harus ikhlas, tak boleh berharap upah.

Pancingan seperti ini dibutuhkan karena persaingan antarkonten di dunia online sangat sengit. Jumlah konten pun sangat banyak. Semua bersaing memikat pembaca dan pemirsa. 

Jika para dai online tak mampu memberikan daya pikat sejak awal pada karya-karyanya, maka besar kemungkinan pesan-pesan dakwahnya tak akan sampai kepada mad'u (objek dakwah). Lebih celaka lagi bila konten-konten yang banyak membawa mudhorat justru memenangkan kompetisi ini. 

Hanya saja, rambu-rambu berkomunikasi tetap harus dipatuhi. Tak boleh mengabarkan berita bohong, termasuk melebih-lebihkan fakta. Kita hanya boleh memilah-milah fakta yang harus didahulukan, atau membuat pancingan kepada fakta yang dianggap paling menarik.

Dalam al-Qur'an surat Ash-Shaf [61] ayat 10, Allah Ta'ala berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kalian Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?"

Ayat ini memancing keingintahuan kita tentang perkara yang amat penting, yakni perniagaan yang bukan sekadar menguntungkan tapi juga menyelamatkan. Perniagaan apa itu? 

Pancingan ini kemudian Allah Ta'ala jawab pada ayat selanjutnya, "(Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika k,u ,engetahui." (As-Shaf [61]: 11).

Rasulullah SAW juga pernah membuat pancingan sehingga para sahabat penasaran.  Suatu ketika, cerita Anas bin Malik, ketika mereka sedang duduk-duduk bersama Rasulullah SAW, beliau berkata, "Sebentar lagi akan datang seorang laki-laki penghuni Surga."

Kemudian seorang laki-laki dari kaum Anshar lewat di hadapan mereka dengan air wudhu yang masih membasahi jenggotnya dan tangan kirinya memegang sandal. Perkataan yang sama diucapkan kembali oleh Rasulullah esok harinya dan orang yang sama kembali lewat.

Pancingan ini membuat penasaran salah seorang sahabat, Abdullah bin Amr bin Ash. Ia berusaha mencari tahu siapa laki-laki itu dan apa yang dia lakukan. Barulah diketahui bahwa laki-laki tersebut sebetulnya biasa-biasa saja dalam beribadah. Ia hanya tak pernah berlaku curang dan bersikap dengki kepada sesama manusia.

Kita pun, dalam berdakwah, perlu membuat pancingan agar dakwah kita semakin memikat.

Wallahu a'lam. ***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat