Kamis, 19 Oktober 2017

Jika Allah Telah Berkehendak

Di atas pesawat Saudia Airline dengan nomor penerbangan SV817, aku duduk di samping seorang nelayan asal Sorong, Papua Barat. Mahmud Sangaji, namanya. 

Tangannya yang kekar hitam dan guratan di wajahnya menyiratkan ia pekerja keras. Kakap merah menjadi tangkapan favoritnya. Ia biasa menjual ikan tersebut seharga Rp 60 ribu per ekor. "Panjangnya bisa segini," kata Mahmud seraya menyejajarkan kedua tangannya membentuk jarak sekitar 30 cm.

Mahmud pemuda asli Papua Barat. Ayah satu anak ini jarang meninggalkan kampung halamannya kecuali untuk melaut. Hari-harinya akrab dengan perahu dan kapal ikan, sebagaimana nelayan pada umumnya.

Namun, pertengahan Agustus lalu, ia tiba-tiba diminta terbang ke Jakarta, lanjut ke Jeddah, untuk menunaikan ibadah haji. "Saya tak pernah membayangkan bisa pergi ke Tanah Suci," cerita Mahmud seraya menyunggingkan senyum penuh kegirangan.

Malam telah berganti dini hari. Sebelum fajar menyingsing, roda pesawat telah menjejak bumi Jeddah. Mata Mahmud menerawang ke luar. Lampu terlihat kerlap kerlip. 

“Inilah bumi yang dulu pernah diinjak para Nabi,” begitulah mungkin pikir Mahmud.

Pintu pesawat terbuka. Bis bandara telah menunggu di dekat tangga pesawat. Tak berapa lama, Mahmud telah berada di dalam bis tersebut. Farid Ahmad Okbah juga telah masuk ke dalam bis. Begitu juga Ustadz Bachtiar Nasir, ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI, yang ikut dalam rombongan haji tersebut. 

Namun, Usman Ugar Kadir, tokoh masyarakat asal Sorong, Papua Barat, belum mau melangkahkan kaki masuk ke dalam bis. Ia berdiri di dekat tangga pesawat, lalu tiba-tiba tersungkur, bersujud. Ia mencium tanah, lama sekali. 

“Saya terharu dan bersyukur karena sudah berada di Tanah Arab,” jelas Usman pada kesempatan lain ketika ditanya mengapa ia mencium tanah setiba di bandara Jeddah. Ia juga mengaku tak menyangka sama sekali bisa pergi haji. 

Ust Fadlan Garamatan, pimpinan rombongan Papua yang diundang berhaji oleh Kedutaan Besar Arab Saudi tahun ini menjelaskan bahwa masyarakat Papua memang tak banyak yang berkesempatan menunaikan ibadah haji, terlebih mereka yang berasal dari pedalaman. 

“Papua itu sudah lama diidentikkan dengan Kristen. Padahal di sana sudah banyak kepala suku yang Muslim,” terang Fadlan beberapa hari setelah tiba di Makkah. 

Oleh karena itu, aku Fadlan, banyak pihak yang terkejut mendengar khabar bahwa tahun ini sejumlah 30 kepala suku dan tokoh peadalaman Papua menunaikan ibadah haji atas undangan Kedutaan Besar Arab Saudi. Bukan mustahil di tahun-tahun berikutnya akan semakin banyak kepala suku di Papua yang berangkat haji. Merekalah yang kelak akan mendakwahkan Islam sehingga lebih berkembang pesat di Tanah Nuu War.

Demikianlah jika Allah SWT telah berkehendak, tak ada satu pun mahkluk yang bisa mencegahnya. Mahmud, Usman, dan 28 kepala suku serta tokoh pedalaman Papua tak pernah bermimpi bisa berhaji. Tapi faktanya mereka telah lebih dahulu terbang ke Tanah Suci ketimbang jutaan kaum Muslim lain yang sebenarnya lebih mampu dari mereka.

Barangkali, ada selarik doa yang pernah dilantunkan Mahmud dan Usman di masa lalu dan diijabah oleh Allah SWT sehingga mereka dimudahkan berhaji ke Tanah Suci. 
Barangkali juga, ada doa dari orang-orang yang menyayangi Mahmud atau Usman yang juga diijabah oleh Allah SWT. Itulah kuasa Allah. ***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat