Tak ada pilihan lain bagi Mulyono, sebutlah begitu namanya, kecuali harus mengonsumsi nasi aking menjelang Ramadhan lalu.
Penarik becak di kawasan Jember, Jawa Timur, ini ketika itu didera sakit, sementara pendapatannya selama ini pas-pasan. Tak ada uang untuk membeli nasi putih untuk keluarganya. Jadi, tak ada pilihan lain kecuali menggantinya dengan nasi aking, atau sisa-sisa nasi yang tak termakan dan sudah dijemur di terik matahari.
Mulyono tidak sendiri mengalami kegetiran hidup seperti itu. Di Makassar, Sulawesi Selatan, menjelang Idul Fitri lalu, sebuah Klenteng Budha menyelenggaran pembagian beras dan sembako untuk umat Islam. Ternyata yang datang ribuan orang. Bahkan, beberapa di antaranya pingsan karena terdesak saat antrian.
Betapa banyak warga miskin seperti halnya Mulyono di negeri ini. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada 2010, jumlah orang miskin mencapai 30,2 juta jiwa atau sekitar 12,5 persen dari total penduduk di Indonesia.
Itu berarti jika Anda tinggal bersama 40 tetangga, maka 5 di antaranya mengalami nasib tak jauh berbeda dengan Mulyono. Padahal, kata Rasulullah SAW, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tetangganya.”(Mutafaq Alaih).
Bukan tanpa sebab Allah SWT menciptakan begitu banyak kemiskinan di negeri ini. Mungkin, Dia hendak memberi kemudahan kepada kita untuk peduli kepada sesama.
Kita cukup melangkahkan kaki ke sekitar rumah, pasti ada yang membutuhkan pertolongan. Jika bukan karena kekurangan harta, mungkin mereka kekurangan perhatian. Terlebih jika kita melangkahkan kaki lebih jauh lagi.
Allah SWT agaknya ingin mengetuk hati kita dengan menyajikan fakta-fakta tersebut di depan mata. Sungguh terlalu bila hati kita tak jua terpanggil untuk meringankan beban sesama.
Padahal, lewat berbagi, Allah SWT menjanjikan solusi atas masalah yang kita hadapi. Solusi untuk kita, solusi untuk keluarga, dan solusi untuk negara.
Berbagilah, maka Anda akan berbahagia!
Dipublikasikan di Majalah Suara hidayatullah edisi Desember 2011
Penarik becak di kawasan Jember, Jawa Timur, ini ketika itu didera sakit, sementara pendapatannya selama ini pas-pasan. Tak ada uang untuk membeli nasi putih untuk keluarganya. Jadi, tak ada pilihan lain kecuali menggantinya dengan nasi aking, atau sisa-sisa nasi yang tak termakan dan sudah dijemur di terik matahari.
Mulyono tidak sendiri mengalami kegetiran hidup seperti itu. Di Makassar, Sulawesi Selatan, menjelang Idul Fitri lalu, sebuah Klenteng Budha menyelenggaran pembagian beras dan sembako untuk umat Islam. Ternyata yang datang ribuan orang. Bahkan, beberapa di antaranya pingsan karena terdesak saat antrian.
Betapa banyak warga miskin seperti halnya Mulyono di negeri ini. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada 2010, jumlah orang miskin mencapai 30,2 juta jiwa atau sekitar 12,5 persen dari total penduduk di Indonesia.
Itu berarti jika Anda tinggal bersama 40 tetangga, maka 5 di antaranya mengalami nasib tak jauh berbeda dengan Mulyono. Padahal, kata Rasulullah SAW, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah memuliakan tetangganya.”(Mutafaq Alaih).
Bukan tanpa sebab Allah SWT menciptakan begitu banyak kemiskinan di negeri ini. Mungkin, Dia hendak memberi kemudahan kepada kita untuk peduli kepada sesama.
Kita cukup melangkahkan kaki ke sekitar rumah, pasti ada yang membutuhkan pertolongan. Jika bukan karena kekurangan harta, mungkin mereka kekurangan perhatian. Terlebih jika kita melangkahkan kaki lebih jauh lagi.
Allah SWT agaknya ingin mengetuk hati kita dengan menyajikan fakta-fakta tersebut di depan mata. Sungguh terlalu bila hati kita tak jua terpanggil untuk meringankan beban sesama.
Padahal, lewat berbagi, Allah SWT menjanjikan solusi atas masalah yang kita hadapi. Solusi untuk kita, solusi untuk keluarga, dan solusi untuk negara.
Berbagilah, maka Anda akan berbahagia!
Dipublikasikan di Majalah Suara hidayatullah edisi Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat