Dalam Bahasa Arab, PERADABAN memiliki beberapa padanan. Yang paling kerap digunakan ada tiga, yakni ḥaḍārah, ‘umrān, dan tamaddun. Ketiganya memiliki arti yang khas. Mari kita kupas.
Haḍārah berarti peradaban material, atau bisa juga bermakna perkotaan. Ḥaḍārah memiliki akar kata ḥaḍara (حضر) yang berarti hadir atau tinggal di kota. Ini berlawanan dengan kata badawi, yang artinya kehidupan padang pasir.
Jadi, menilik makna ini, ḥaḍārah berarti kehidupan kota, atau peradaban yang tampak secara lahir. Bisa dikatakan, ḥaḍārah menunjukkan kemajuan material dan budaya lahiriah seperti bangunan, teknologi, seni, administrasi, dan gaya hidup urban.
Kota Baghdad di masa Abbasiyah, dan Kota Kordoba di masa Andalusia, misalnya, disebut juga ḥaḍārah Islāmiyyah. Kedua kota itu memang menjadi pusat ilmu, arsitektur, dan seni.
Dalam konteks modern, “ḥaḍārah” mirip dengan kata civilization (bahasa Inggris). Makna dasar dari civilization (bahasa Latin civis/civitas) adalah kota atau kehidupan berkota (urban life).
Selanjutnya, ‘umrān, berarti peradaban sosial atau dinamika kehidupan masyarakat. ‘Umrān berasal dari akar kata ‘amara (عمر), artinya mengisi, memakmurkan, membangun.
Istilah ‘umrān dipopulerkan oleh Ibnu Khaldūn dalam kitab Muqaddimah-nya. Menurut beliau, ‘umrān adalah kehidupan sosial yang teratur, di mana manusia saling bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Jadi, ‘umrān menekankan struktur sosial, politik, ekonomi, dan moral yang menopang peradaban. Hanya saja, Ibnu Khaldun membedakan antara ‘umrān badawī (peradaban desa/nomaden) yang kuat secara moral, namun sederhana dalam hal materi, dengan ‘umrān ḥaḍarī (peradaban kota) yang maju secara materi, tetapi rentan terhadap kemunduran moral.
Istilah ketiga, tamaddun (التمدن), yang berarti peradaban etis dan kultural, atau peradaban moral dan spiritual. Secara bahasa, tamaddun berasal dari akar kata madana (مدن) yang berarti beradab, atau madīnah (مدينة) yang juga berarti kota tempat Rasulullah ﷺ membangun masyarakat Islam pertama.
Dalam tradisi Islam modern, seperti pendapat Muhammad Naquib al-Attas, tamaddun dianggap sebagai perwujudan adab dalam kehidupan, yakni penempatan segala sesuatu pada tempatnya menurut ilmu dan hikmah.
Dengan demikian, peradaban itu bisa bermakna tiga hal sekaligus, yakni material, sosial, dan spiritual. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat