Minggu, 13 November 2022

Menanam Asa di Manokwari Selatan

Sebuah Surat Keputusan (SK) telah diterbitkan oleh Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Hidayatullah Papua Barat pada penghujung 2020. Maghfuri, dai muda asal Demak, Jawa Tengah, kelahiran Desember 1985, diputuskan untuk pindah dari Kabupaten Manokwari, ibukota Provinsi Papua Barat, ke Manokwari Selatan (Mansel) guna membuka Pondok Tahfidz Hidayatullah di sebuah lahan wakaf seluas 3 hektar.  

Penulis (kiri) bersama Maghfuri (kanan)

Bukan sekali ini saja Maghfuri mendapat rotasi tugas. Sebelumnya beberapa kali ia dirotasi, mulai dari Sorong, Manokwari, hingga ke Distrik Wasior di Teluk Wondama, Papua Barat, yang biasa dikenal dengan "Serambi Israel".  Tantangan dakwah di daerah-daerah tersebut jelas tidak mudah. Terakhir, sebelum rotasi ke Mansel, Magfuri bertugas di Pondok Hidayatullah Monokwari selama hampir 8 tahun.

Meskipun SK tugas ke Mansel terbit akhir 2020, Maghfuri baru benar-benar pindah ke kabupaten tersebut awal 2021. Tak tanggung-tanggung, ia boyong semua keluarganya, termasuk tiga anaknya yang masih kecil-kecil;  Anak pertama duduk di kelas 2 madrasah ibtidaiyah (MI/setingkat SD), anak kedua masih TK, sedang anak ketiga berusia 7 bulan. Mereka tinggal di sebuah rumah kontrakan sederhana di dekat lahan wakaf.

Lahan wakaf tersebut terletak di Kelurahan Margo Rukun, Kecamatan Oransbari, Kabupaten Manokwari Selatan. Lokasi ini, jika ditempuh dari Kabupaten Monokwari, kira-kira 2 hingga 3 jam perjalanan mengendarai mobil, atau sekitar 110 kilometer. Posisi lahan wakaf masih masuk sekitar 500 meter dari jalan utama.  

Manokwari Selatan sendiri adalah kabupaten baru di Provinsi Papua Barat, hasil pemekaran dari Kabupaten Manokwari pada 17 November 2012. Di kabupaten baru ini, jumlah Muslim masih minoritas. Berdasarkan data Badan Pusat Statisktik tahun 2019, penganut Islam di Manokwari Selatan sebanyak 15,28%, sementara Kristen sebesar 84,18%, disusul Katolik 0,47%, Hindu 0,01%, dan penganut Kepercayaan lainnya sebesar 0,06%.

Kabupaten Monokwari Selatan berdekatan dengan Kabupaten Teluk Bintuni. Bila dilihat di atlas, posisi Kabupaten Manokwari Selatan kira-kira berada di sebelah timur "kepala burung" Pulau Papua, tepatnya sedikit di atas "leher burung". Adapun Kabupaten Teluk Bintuni berada di sebelah selatan Kabupaten Manokwari Selatan. Waktu tempuh antara Monokwari Selatan ke Teluk Bintuni kira-kira empat jam perjalanan.   

BACA JUGA: Mobil Pak Kyai

Ketika pertama tiba di Manokwari Selatan, cerita Maghfuri saat ditemui penulis di Pondok Hidayatullah Manokwari Selatan akhir Agustus 2022, lahan wakaf masih berupa semak belukar yang mulai meninggi. Tak ada sama sekali bangunan di atasnya. Jalanan pun masih berupa tanah berkerikil. Jika malam, sudah pasti gelap gulita karena listrik belum sampai ke lokasi tersebut.  

Inilah tugas pertama Maghfuri; membersihkan lahan tersebut agar bisa ditanami sayuran dan didirikan rumah sederhana di atasnya. Awalnya, ia lakukan tugas itu sendirian. Tak berapa lama kemudian, datang Ust Sulaiman Anwar, dai Hidayatullah asal Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang ikut ditugaskan ke Manokwari Selatan oleh DPW Hidayatullah Papua Barat. Sebelumnya, Sulaiman bertugas di Kabupaten Monokwari.

Hari-hari Magfuri dan Sulaiman mulai dihabiskan dengan membabat semak belukar bersama isteri dan anak-anaknya. Mereka bekerja dari pagi sampai sore, bahkan tak jarang hingga malam. Ini mereka lakukan selama tiga bulan pertama.

Setelah sebagian lahan selesai dibersihkan, mereka mulai medirikan anjungan sederhana di atasnya. Anjungan itu hanya berupa empat tiang kayu yang bagian atasnya disusun seng sebagai atap, dan bagian alasnya terbuat dari papan.  

Di atas anjungan itulah Maghfuri dan keluarga beristirahat bila sudah lelah bekerja. Di sana juga mereka menunaikan shalat berjamaah ketika tiba waktu shalat. "Itulah bangunan pertama yang berdiri di atas lahan ini," cerita Maghfuri. Posisi anjungan tersebut, cerita Maghfuri lagi, persis berada di tempat penulis mengobrol saat itu, yakni di dekat Musholla Baitul Arsyad. Tentu saja anjungan tersebut kini sudah tidak ada, berganti dengan kamar tamu.

Setelah semak belukar selesai dibabat habis, Maghfuri mulai membangun rumah sederhana untuk tempat tinggal ia dan keluarga. Begitu juga Sulaiman. Mereka ingin segera pindah dari rumah kontrakan dan tinggal di atas lahan wakaf untuk memudahkan ikhtiar membangun pesantren tahfidz. 

Mulanya, rumah sederhana yang mereka bangun di atas tanah wakaf belum layak untuk dihuni. Atapnya terbuat dari terpal dan dindingnya dari papan yang disusun seadanya. Bila hujan, air akan masuk dari sana sini.  

Lalu secara bertahap, mereka mulai memperbaiki rumah mereka. Atapnya diganti dengan seng, lantai mulai disemen, dan dinding rumah dibuat lebih rapat. Setidaknya, Maghfuri, Sulaiman, dan keluarganya tak lagi basah bila hujan dan bisa berteduh bila panas terik.   

Selama menghuni rumah sederhana tersebut, cerita Maghfuri, binatang berbisa kerap menyambangi mereka. "Rasa-rasanya semua jenis ular sudah pernah masuk ke rumah saya," kata Maghfuri. Namun itu semua tak menyurutkan langkah Maghfuri untuk segera mendirikan pesantren tahfidz di atas lahan wakaf tersebut. 


"Mudah-mudahan dari pesantren tahfidz ini akan lahir dai-dai muda yang siap dikirim ke berbagai wilayah di Papua Barat untuk berdakwah," tutur Maghfuri menceritakan harapannya. 

Setelah rumah huni sudah berdiri --meskipun masih sangat sederhana-- Maghfuri mulai berpikir bagaimana caranya mendirikan bangunan pesantren di atas tanah wakaf tersebut. Ia ingat dengan beberapa kenalannya di Kabupaten Monokwari yang dulu pernah ia rukyah. 

Sebelumnya, selama 8 tahun tinggal di Monokwari, Maghfuri sempat menekuni pengobatan ruqyah. Ia bahkan membentuk komunitas ruqyah. Ia sering diminta bantuan oleh masyarakat Monokwari untuk mengusir mahluk halus dari rumah mereka atau dari dalam diri mereka. 

Pikir Maghfuri, tak ada salahnya jika sekarang giliran Maghfuri yang meminta bantuan kepada mereka. Siapa tahu lewat mereka Allah Ta'ala memuluskan ikhtiar Maghfuri untuk segera membangun pesantren tahfidz. 

Sejak itu, Maghfuri giat menghubungi mereka satu per satu. Rupanya, Allah Ta'ala meridhoi ikhtiar ini. Dana mulai terkumpul. Dari dana tersebut, Maghfuri bisa mendirikan asrama sederhana untuk tempat tinggal calon santrinya nanti. 

Pertolongan Allah Ta'ala tak berhenti sampai di situ. Seorang donatur menawarkan kepada Maghfuri untuk mendirikan sebuah masjid di lahan wakaf. Namun, Magfuri punya rencana lain. Ia menjelaskan kepada donatur tersebut bahwa pendirian masjid, untuk saat ini, belum mendesak. 

Sebab, kata Maghfuri, selain santri memang belum banyak, ia juga khawatir berdirinya masjid di tempat yang masih sepi seperti itu bakal menjadi pembicaraan banyak orang. Apalagi tak terlalu jauh dari tempat tersebut -- di wilayah yang banyak penduduk Muslimnya-- telah ada masjid. Jadi, kata Maghfuri kepada sang donatur, mendirikan musholla dan ruang belajar santri justru lebih banyak manfaatnya. 

Untunglah donatur tersebut bisa memahami keinginan Maghfuri. Maka, berdirilah Musholla Baitul Arsyad, sebuah mushola sederhana berkapasitas kira-kira 50 orang, dan beberapa kelas untuk belajar santri. Pada saat yang hampir bersamaan, Magfuri juga menyiapkan rencana pembangunan kelas yang lebih besar dan permanen. Saat penulis mendatangi pesantren tersebut akhir Agustus 2022, ruang kelas besar yang disiapkan Maghfuri masih berupa pondasi dan tiang-tiang yang tinggi.  

Setelah ruang kelas dan mushola sederhana selesai dibangun, Maghfuri mulai menerima santri. "Mulanya ada 12 santri dari Monokwari yang belajar di sini," cerita Maghfuri. Setelah itu, Maghfuri belum berani menambah jumlah santrinya karena masih terbatas sarana dan prasarana. "WC dan kamar mandi saja masih belum layak," kata Maghfuri.

Selain para santri, Maghfuri juga mengajar anak-anak TPA. Jumlahnya sekitar 17 orang. Mereka berasal dari anak-anak warga di sekitar pesantren.     
 
Sisa lahan wakaf yang belum terbangun dimanfaatkan oleh Maghfuri untuk bertanam sayuran seperti terong, kacang panjang, dan cabe. Ada pula kolam ikan di sisi timur dan kandang kambing di sisi selatan. "Kami punya banyak sekali sayuran. Kadang-kadang kami bawa ke pesantren Hidayatullah di Monokwari untuk ditukar beras," cerita Maghfuri. Praktis soal makanan, Maghfuri tak kekurangan. 

Pada awal Agustus 2021, Maghfuri kedatangan tamu istimewa, yakni Kepala Seksi (Kasi) Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Papua Barat dan Kasi Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, Penyelenggara Pendidikan dan Haji Kemenag Manokwari Selatan. Rupanya mereka memeriksa kelayakan pesantren tersebut untuk diberi izin. 

Kepada para tamunya, Maghfuri bercerita bahwa sebetulnya pesantren ini didirikan oleh masyarakat. Sebab, lahan dan bangunan berasal dari masyarakat. Dirinya hanya menjalankan amanah dari masyarakat. 


Namun, Maghfuri telah membuktikan kesungguhannya menjalankan amanah tersebut. Terbukti, dalam waktu kurang dari setahun, di lokasi pesantren telah berdiri asrama santri, mushola, ruang belajar dan rumah pengasuh. 

Upaya Maghfuri meyakinkan tamunya berbuah hasil. Di akhir kunjungan tersebut, mereka menyerahkan berkas perizinan untuk segera diurus oleh Maghfuri. Lampu hijau telah menyala. Bukan main senang hati Maghfuri, juga Sulaiman. Allah Ta'ala benar-benar memberi kemudahan kepada mereka untuk menyemai para juru dakwah di bumi Cendrawasih ini. 

Setahun kemudian, tepatnya pada akhir Agustus 2022, penulis bermalam di Pondok Tahfidz Hidayatullah Manokwari Selatan atas undangan PosDai Hidayatullah. Hari itu, pondok yang dulu dirintis oleh Maghfuri baru saja selesai menjadi tuan rumah penyelenggaraan acara Pelatihan Guru Mengaji dan Bina Aqidah Hidayatullah se-Papua Barat.

Rasa letih masih terlihat jelas di raut muka Maghfuri, namun ia mengaku senang. Sebab, pesantren yang ia rintis sejak hampir dua tahun lalu telah dipercaya oleh DPW Hidayatullah Papua Barat untuk menyelenggarakan event tingkat propinsi.

Impian Maghfuri tentu belum sepenuhnya terwujud. Ia masih menyimpan harapan untuk membangun pesantren tahfidz yang lebih besar dan permanen. Sebuah site plan (rencana pembangunan) telah ia siapkan sejak jauh hari dan ia pajang di tengah-tengah lahan wakaf. 

"Mohon doanya, semoga ini bukan cuma khayalan," kata Maghfuri kepada penulis seraya memperlihatkan site plan tersebut. "Dan semoga Allah mengijabah impian kami, entah lewat saya atau lewat dai Hidayatullah yang ditugaskan ke sini menggantikan saya kelak," katanya lagi. Semoga Allah Ta'ala mengabulkan doa Maghfuri. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat