Jika ada orang yang bertanya kepada Anda, "Mengapa Anda perlu membela Palestina? Bukankah konflik yang terjadi antara Palestina dan Israel bukan konflik agama?" Apa jawab Anda?
Gampang! Bacakanlah kepadanya al-Qur'an surat Al Isra' [17] ayat 1. Bunyinya seperti ini:
سُبْحٰنَ الَّذِىٓ أَسْرٰى بِعَبْدِهِۦ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَا الَّذِى بٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
"Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat."
Setelah itu, katakan kepadanya, "Kami mengimani ayat ini!"
Di dalam ayat tersebut jelas dikatakan bahwa Masjid al-Aqsha dan sekitarnya, yaitu Baitul Maqdis, adalah tanah yang diberkahi oleh Allah Ta'ala. Selain itu, Masjid al Aqsha adalah tempat persinggahan Rasulullah SAW saat menjalani Isra' dan mi'raj, yakni perjalanan bersama Malaikat Jibril dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, lalu naik ke langit.
Ayat ini jelas menunjukkan begitu penting Baitul Maqdis yang terletak di tanah Palestina bagi umat Islam. Allah Ta'ala menyebutnya di dalam al-Qur'an bersamaan dengan Masjidil Haram, dua tempat yang sama-sama dimuliakan oleh Allah Ta'ala dan diperbolehkan bagi umat Islam untuk bersusah payah mengunjunginya.
Rasulullah SAW bersabda dalam Hadits muttafaq ‘alaih, "Tidak diikat pelana unta kecuali untuk menuju tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjidku ini (Masjid Nabi di Madinah) dan Masjidil Aqsha.“
Maksud dari perkataan "diikat pelana unta", menurut para mufasir, adalah "dilarang mengunjunginya dengan susah payah untuk beribadah." Jadi, menurut Hadits di atas, mengunjungi Masjid Madinah, Masjid al-Haram, dan Masjid al-Aqsha sama-sama memiliki nilai yang tinggi di mata Allah Ta'ala.
Ini adalah bukti bahwa Al Aqsha dan Baitul Maqdis yang terletak di Palestina menjadi amat penting bagi kaum Muslim. Sangat janggal bila tempat yang amat penting tersebut justru dikuasai oleh orang-orang non Muslim, baik kalangan Kristen maupun Yahudi. Kitalah, kaum Muslim, yang harus menjaganya dan memeliharanya.
Apakah perlu bukti lain tentang keutamaan Masjid al-Aqsha? Bacakan kepadanya al-Qur'an surat Al-Baqarah [2] ayat 144. Bunyinya:
قَدْ نَرٰى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى السَّمَآءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضٰىهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُۥ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتٰبَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغٰفِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
"Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Kitab (Taurat dan Injil) tahu, bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan."
Setelah dibacakan, jelaskan kepada mereka bahwa dulu, selama beberapa bulan hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW diperintahkan oleh Allah Ta'ala untuk shalat menghadap Baitul Maqdis. Padahal, menurut Ali ibnu Abu Talhah dari Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW lebih menyukai shalat menghadap kiblat Nabi Ibrahim AS. Beliau sering berdoa kepada Allah Ta'ala agar Allah Ta'ala mengubah arah kiblat. Beliau sering memandang ke arah langit berharap wahyu tentang ini segera turun. Lalu turunlah firman Allah Ta'ala sebagaimana ayat di atas.
Cukuplah bukti-bukti ini untuk menegaskan bahwa Baitul Maqdis dan tanah Palestina harus kita bela.
Lantas, bagaimana bila ada yang ingin menjawab berdasarkan fakta sejarah? Boleh juga! Media ini telah pernah mengupas panjang lebar soal sejarah Palestina. Silahkan klik artikelnya di Fakta-fakta Palestina (1) dan Fakta-fakta Palestina (2).
Hanya saja, Anda harus bersiap-siap untuk berdiskusi selama berjam-jam tentang sejarah, bahkan bisa berujung pada perdebatan yang tak berkesudahan. Mengapa?
Memang, sejarah adalah kumpulan fakta yang disusun membentuk alur cerita. Cuma, alur tersebut tidak tunggal. Ia bisa banyak. Bahkan, orang-orang bisa membuat alur sendiri dari fakta-fakta tersebut.
Nah, jika Anda bukan penikmat sejarah, maka Anda akan pusing dengan alur-alur tersebut, bahkan bisa tersesat. Ibarat Anda berada di hutan yang rimbun dengan pepohonan. Bukankah kata "sejarah" itu berasal dari "syajaratun" yang artinya "pohon"?
Hanya para sejawaran yang bisa dipercaya yang bisa menunjukkan alur yang benar.
Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat