Senin, 06 Juli 2020

Selalu Ada Konsekuensi dalam Memilih Jalan

Bila Allah Ta'ala telah menetapkan hati kita untuk memilih Islam sebagai jalan yang harus kita tempuh, maka logikanya, kita pun harus mengimani segala konsekuensi dari pilihan itu, juga konsekuensi bila kita tak memilih jalan itu. 

Jamaah Masjid Baitul Karim, Jakarta Timur, sedang menjalankan shalat Ashar berjamaah.

Mari simak kembali seruan Rasulullah SAW kepada kaum kafir Quraisy di Bukit Shofa setelah turun perintah Allah Ta'ala untuk berdakwah secara terang-terangan. 

"Wahai Bani Kaab ibn Luay ... Wahai Bani Abdi Manaf ... Wahai Bani Abdu Syams ... Wahai Bani Hasyim ...  Wahai Bani Abdul Muthalib ...," kata Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, "Selamatkanlah diri kalian dari api neraka." 

Inilah peringatan pertama Rasulullah SAW kepada kaumnya. Ini pula konsekuensi yang harus kaumnya pahami apabila mereka memilih jalan yang salah. Mereka akan disiksa oleh Allah Ta'ala di dalam neraka!

Sebaliknya, bila kaumnya mau mengikuti jalan Islam, maka ganjarannya adalah surga. Inilah sebaik-baik tempat kembali. Ini pula sejatinya kampung halaman manusia, tempat Nabi Adam AS dan isterinya Hawa tinggal sebelum dibuang ke muka bumi.

Namun, manusia juga harus tahu bahwa jalan menuju surga bukanlah jalan mudah. Jalan menuju surga penuh onak dan duri, sebagaimana jalan takwa. Ini dijelaskan oleh Ubay bin Ka'ab saat ditanya oleh Umar bin Khaththab tentang takwa. 

Ubay kemudian balik bertanya, sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Katsir ketika menafsirkan surat al-Baqarah [2] ayat 2, "Bukankah engkau pernah melewati jalan penuh duri? Apa yang engkau lakukan saat itu?"

Umar lalu menjawab, "Saya berjalan berhati-hati."

Ubay berkata lagi, "Itulah takwa."

Inilah konsekuensi jika manusia memilih jalan Islam. Manusia harus beribadah kepada Allah Ta'ala, sebagaimaana Allah Ta'ala perintahkan dalam Surat Az Zariyat [51] ayat 56, "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku." 

Perintah ini tidak diberikan kepada mahluk Allah Ta'ala yang lain seperti malaikat, hewan, tumbuhan, atau benda-benda mati. Malaikat, sebagaimana diungkap Allah Ta'ala  dalam al-Qur'an surat at-Tahrim [66] ayat 6, hanya untuk mengikuti perintah Allah Ta'ala saja. Adapun hewan, tumbuhan, dan benda mati, hanya bertasbih kepada Allah Ta'ala sebagaimana firman Allah Ta'ala dalam surat al Isra' [17] ayat 44.

Selain beribadah, manusia diperintahkan untuk memutuskan segala perkara sesuai syariat Allah Ta'ala. Sebab, sebagaimana tertulis dalam al-Qur'an surat An Nisa [4] ayat 26, syariat Allah Ta'ala adalah jalan kehidupan. Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah Ta'ala, maka ia termasuk orang-orang kafir (Al-Ma'idah [5]:44) dan orang-orang zalim (Al-Ma'idah [5]: 45).

Selanjutnya, manusia juga harus menegakkan amar ma'ruf, dan nahi mungkar. Perkara ini, menurut Syekh Abdul Aziz Bin Abdullah bin Baz, termasuk kewajiban terpenting dalam Islam. Sebab, kewajiban ini bisa memperbaiki masyarakat Muslim dan menyelamatkan mereka dari siksa Allah Ta'ala.

Allah Ta'ala juga mengisyaratkan kalau perkara ini penting. Dalam al-Quran surat Ali Imron [3] ayat 110, Allah Ta'ala berfirman, "Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah."

Namun, kewajiban ini harus disertai dengan hujjah dan ilmu. Allah Ta'ala mengatakan dalam al-Quran surat Yusuf [12] ayat 108, "Katakanlah, Inilah jalan (agama)ku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata."

Sudahkah kita melakukannya?  ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat