Menulis itu bukan sekadar hobi, sebagaimana pemain musik yang ketika muncul keinginan untuk bermain musik, ia tinggal mengambil alat musik dan mulai berdendang. Menulis tak seperti itu.
Jika Anda benar-benar ingin menjadi penulis handal, teruslah menulis, jangan pernah berhenti! |
Ketika muncul keinginan untuk menulis, ia tak cukup hanya mengambil pena, lalu menggoyang-goyangkannya di atas kertas. Tak cukup!
Ia harus berpikir terlebih dahulu tentang: "Saya mau menulis apa?" Jawaban sederhana dari pertanyaan tersebut tentu: "Tulislah apa yang engkau ketahui, dan jangan menulis apa yang tidak engkau ketahui."
Jadi, seorang penulis dituntut untuk tahu terlebih dahulu tentang banyak hal. Ini syarat pertama agar ia bisa menulis dengan mudah. Jika ia sedikit tahu maka sedikit pula yang bisa ia tulis.
Cara paling mudah untuk mengetahui banyak hal ya dengan membaca. Bahkan, tak sekadar membaca, ia juga harus bisa mengingat apa yang ia baca, menganalisa, serta menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lain yang ia baca.
Cara lain untuk mengetahui banyak hal adalah dengan bertanya. Datangilah orang-orang yang memiliki informasi atau mampu menjawab pertanyaan secara benar. Galilah data sebanyak mungkin agar kita menjadi banyak tahu.
BACA JUGA: Dai Harus Bisa Menulis
Cara yang lebih menantang adalah dengan melibatkan diri kita ke dalam peristiwa yang akan kita tulis. Setidaknya, kita berada di tempat peristiwa itu terjadi sehingga mata dan telinga kita menangkap semua data di sana. Para jurnalis sering menyebutnya "liputan" atau "reportase".
Nah, jika kita sudah tahu apa yang hendak kita tulis, apakah semua menjadi mudah? Belum! Kita tetap harus berpikir. Apalagi? Tentang alur. Sebab, menulis laksana bertutur: Dari mana ia memulai, ke mana ia menuju, dan di mana ia berakhir? Itulah alur.
Satu peristiwa bisa mengandung banyak alur. Tergantung dari sudut pandang mana sang penutur melihatnya. Alur yang tak biasa tentu akan menarik. Sebab, sudah jamak diketahui bahwa sesuatu yang berbeda akan menarik banyak perhatian. Namun, mencari "yang tak biasa" bukan perkara mudah. Lagi-lagi, ia perlu berpikir!
OK. Jika bahan sudah kita peroleh, alur sudah kita buat, apakah semua menjadi mudah? Belum! Sang penulis masih harus berpikir lagi, yakni tentang bagaimana menulis tepat! Tepat dalam hal apa? Setidaknya ada dua. Pertama, tepat dalam memilih kata (atau diksi). Kedua, tepat dalam menyusun kalimat.
Tentang diksi, sebagai contoh, kita menulis kalimat seperti ini: Hidup tanpa cinta terasa hambar, bagaikan padang tandus yang tak ada tumbuhan di dalamnya.
Kalimat ini indah, tapi tidak tepat. Kata "hambar" tentu tak cocok bila disandingkan dengan kata "tandus". Kata "hambar" lebih pas jika digunakan untuk menjelaskan rasa, sedang kata "tandus" lebih pas digunakan untuk menggambarkan keadaan.
Ini baru satu contoh. Ada banyak kejanggalan yang tanpa disadari dibuat oleh para penulis. Celakanya jika kejanggalan ini diketahui oleh pembaca. Bisa bubar!
Adapun tepat dalam menyusun kalimat, tentu banyak berhubungan dengan tata bahasa. Ini penting! Jangan sampai kepercayaan pembaca hilang hanya gara-gara kita "tidak becus" menempatkan huruf besar dalam sebuah kalimat. Ini berbahaya!
Jadi, menulis itu proses berpikir. Tak heran bila penulis yang handal biasanya cerdas. Sebab, ia dibiasakan untuk berpikir tentang banyak hal.
Lalu, bagaimana dengan Anda? Seberapa besar tekad Anda untuk menaklukkan semua tantangan di atas?
Jika Anda benar-benar bercita-cita menjadi penulis handal, jangan pernah gantungkan pena hanya karena Anda merasa berat untuk berpikir. Teruslah berusaha, jangan berhenti!
Ada banyak orang yang ingin menjadi penulis handal. Namun, dalam peroses meraih sukses, akan banyak yang tak sampai ke ujung. Jika banyak yang menyerah di tengah jalan, pastikan bahwa itu bukan Anda. Katakan kepada mereka, "Menulis itu berat bro, cukup aku saja!" ***
barokallah ustadz..
BalasHapusAamiin
Hapus