Apa yang Anda pikirkan tentang sebuah pulau kecil di sebelah tenggara Bali bernama Nusa Penida? Ya, apalagi kalau bukan wisatanya.
Penulis saat tiba di Nusa Penida |
Nusa Penida memang salah satu tujuan wisata para pelancong yang berlibur ke Bali. Untuk mencapai pulau ini tidak sulit. Selalu ada kapal motor yang siap mengantar Anda setiap hari. Anda cukup mengeluarkan uang Rp 65 ribu, lalu duduk manis di atas kapal selama 20 menit.
Tentu ada banyak pemandangan menarik di pulau kecil seluas 200-an kilometer persegi ini. Sebutlah, misalnya, Broken Beach, Klingking Beach, Kristal Bay, atau Anggel Bilabong. Semua indah-indah.
Tapi ada satu hal yang --menurut saya-- lebih menarik dari semua itu. Rupanya, di Nusa Penida, ada sebuah kampung yang dihuni oleh 100 persen Muslim. Namanya Toyapakeh. Atas alasan ini pula maka saya, pada awal Maret 2023 lalu, mengunjungi Nusa Penida.
Di Toyapakeh, ada sebuah masjid besar bernama Ali Imran. "Hanya ada satu masjid saja di pulau ini. Ya, masjid Ali Imron itu," kata Kepala Desa Toyapakeh saat saya kunjungi di kantor desa dengan arsitektur khas Bali dan menghadap ke laut ini.
Masjid Ali Imron cukup besar. Ada sekitar 20 shaf dan masing-masing shaf bisa diisi sekitar 30 jamaah. Ini belum termasuk halaman masjid yang juga luas.
Sayangnya, masjid ini tidak terletak di pinggir jalan utama. Ia berada di ujung gang kecil di kawasan padat. Maklum, Nusa Penida adalah tujuan wisata. Sejengkal tanah saja di pulau ini harganya sangat mahal.
Untunglah jumlah jamaah di Masjid Ali Imron cukup banyak. Saat shalat Dzuhur, sebanyak 3 shaf di depan terisi penuh. Alhamdulillah.
Di Nusa Penida, ada dai muda Hidayatullah yang gigih berdakwah. Namanya Yusuf. Ia asli Pasuruan, Jawa Timur. Usianya masih 35 tahun. Namun, semangat dakwahnya jauh melampaui usianya.
Insya Allah, laporan tentang dakwah di Nusa Penida akan segera meluncur. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat