Kamis, 02 Juli 2020

Ingkar Karena Iri dan Sombong

"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang  terdekat, (As-Syuara [26]:24).

Ketika ayat ini turun, sebagaimana dituturkan oleh Abu Hurairah melalui Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW langsung keluar dari kediamannya dan bergegas naik ke atas bukit Shafa. Beliau menyeru dengan suara keras, memanggil-manggil kaum kerabatnya.

"Wahai Bani Kaab ibn Luay ... Wahai Bani Abdi Manaf ... Wahai Bani Abdu Syams ... Wahai Bani Hasyim ...  Wahai Bani Abdul Muthalib ..."

Mendengar teriakan ini, masyarakat Quraisy saling bertanya, "Suara apa itu?" Mereka berkumpul di sekitar bukit Shafa. Beberapa pemuka kaum yang tak bisa datang, mengirimkan utusannya untuk menyaksikan apa gerangan yang terjadi.

Selanjutnya, sebagaimana diceritakan oleh Ibnu Abbas dalam Hadits yang diriwayatkan Muslim, Rasulullah SAW berkata, "Apakah kalian mempercayaiku bila aku khabarkan kepada kalian bahwa seekor unta akan keluar dari (balik) kaki gunung ini?"

Ada juga riwayat lain yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW ketika itu berkata, "Bagaimana menurut pendapat kalian jika aku kabarkan bahwa ada pasukan berkuda di balik bukit ini yangakan menyerang kalian? Apakah kalian akan mempercayaiku?"

Masyarakat Arab yang mendengar ketika itu menjawab, "Ya, kami percaya. Kami tidak pernah mendapatkan kebohongan darimu sebelumnya."

Lalu Rasulullah SAW pun bersabda, "Ketahuilah sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan (utusan) sebelum datangnya azab (kiamat)."

Mendengar hal tersebut, sontak Abu Lahab, paman Rasulullah SAW sendiri, berkata, "Celakalah kamu. Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami di sini?"

Abu Lahab kemudian bangkit dan meninggalkan tempat tersebut. Demikian juga para kerabat dan masyarakat Quraisy lainnya. Mereka enggan untuk mempercayai perkataan Rasulullah SAW. 

Padahal sebelumnya mereka mengakui bahwa Muhammad SAW adalah orang yang tak pernah berbohong. Bahkan, mereka menggelari Muhammad SAW dengan sebutan al-Amin . Artinya, dapat dipercaya. Rupanya, yang mereka ingkari adalah risalah yang dibawa Rasulullah SAW, bukan karakter atau sifaat Rasulullah SAW.

Lalu, mengapa kaum kafir Quraisy ingkar kepada Islam yang menjadi fitrah manusia? Apakah mereka benar-benar tak percaya dengan seruan Muhammad SAW?  Mari kita simak kisah tentang Abu Jahal, Abu Sufyan, dan al-Akhnas bin Syuraiq yang diam-diam menikmati bacaan al-Quran Rasulullah SAW. 

Kisah ini diriwayatkan oleh Muhammad bin Muslim bin Syihab dari Az-Zuhri bahwa pada suatu malam, Abu Jahal keluar secara diam-diam ke rumah Rasulullah SAW dan mencuri dengar bacaan al-Quran keponakannya yang tengah shalat malam itu. Tanpa terasa, subuh sudah menjelang. Karena khawatir ketahuan, Abu Jahal pulang dengan langkah hati-hati.

Namun takdir Allah mempertemukannya dengan dua tokoh kafir Quraisy lainnya, yakni Abu Sufyan dan Al Akhnas. Rupanya keduanya pun diam-diam mendengar bacaan Quran Rasulullah SAW.

Mereka bertiga lalu saling menyalahkan. Berkatalah salah seorang dari ketiganya, Jangan kamu ulangi hal ini. Sebab seandainya tindakanmu ini diketahui orang awam pastilah ia akan menuduhmu yang tidak-tidak.  Ketiga tokoh Quraisy ini bersepakat untuk tidak mengulangi lagi tindakan yang mereka anggpaa aib ini, lalu mereka pun berpisah.

Ternyata, esok malamnya, ketiganya kembali mengendap-endap ke rumah Rasulullah SAW karena ingin mendengar bacaan Quran Rasulullah SAW. Semalaman mereka mendengarkan bacaan al-Quran dan ketika fajar menyingsing, mereka kembali saling bertemu. Mereka juga kembali saling menyalahkan.

Hal yang sama terjadi lagi pada malam ketiga. Sebagian dari merekaa berkata kepada yang lain, "Kita tak boleh berpisah sebelum kita saling berjanji untuk tidak kembali lagi. Setelah itu barulah mereka berpisah."

Pagi harinya, Al-Akhnas merasa amat penasaran dengan kejadian ini. Ia lalu mengunjungi Abu Sufyan di rumahnya dan bertanya, "Hai Abu Handzalah, bagaimana pendapatmu tentang apa yang kamu dengar dari Muhammad?"

Abu Sufyan menjawab, "Hal Abu Tsalabah, demi Allah, benar-benar aku mendengar banyak hal yang sudah aku ketahui sebelumnya beserta isi dan maksudnya. Aku juga mendengar banyak hak yang aku sendiri tak mengetahuinya beserta isi dan maksudnya."

Selanjutnya, al Akhnas menemui Abu Jahal dan bertanya hal serupa. Abu Jahal menjawab, "Keluarga kami memang sudah lama bersaing dengan keluarga Abdu Manaf (kakek ketiga Rasulullah SAW) dalam hal kemuliaan dan kedudukan. Jika mereka mengadakan perjamuan, kami pun mengadakan perjamuan. Jika mereka menanggung beban banyak orang, kami pun menanggung beban banyak orang. Jika mereka memberi, kami pun memberi. Tapi,ketika kami dan mereka sama-sama sampai di penghujung perjalanan, dan seolah kami dan mereka itu dua kuda yang sedang berpacu memperebutkan hadiah, tiba-tiba mereka mengatakan, Dari kelaurga kami ada seorang Nabi yang mendapatkan wahyu dari langit.’ Mana mungkin keluarga kami bisa menyusul mereka dalam masalah ini? Demi Allah, kami tidak akan beriman kepadanya dan tidak akan membenarkannya selama-lamanya."

Begitulah keadaan kaum Quraisy ketika itu. Fitrah batin mereka sebenarnya tersentuh dengan bacaan al-Quran. Namun, mereka telah munutupi hatinya dengan sikap sombong dan iri hati sehingga cahaya kebenaran tak sampai menerangi relung kalbu mereka. 

Demikian pula kebanyakan manusia, dari dulu sampai sekarang. Padahal, karena sikap sombong dan iri hati pula iblis diusir oleh Allah Ta'ala dari surga. Lalu mengapa kita tidak mengambil pelajaran dari semua peristiwa tersebut? Wallahu alam.  ***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat