Seringkali kita melihat orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah Ta'ala, tapi justru dianugerahi harta yang berlimpah. Padahal, mereka enggan mengikuti perintah Allah Ta'ala, enggan pula menjauhi larangan-Nya. Mereka gemar berbuat zalim, menipu orang lain, mengambil harta yang bukan haknya, dan memperkaya diri dengan cara-cara yang haram.
Melihat fenomena ini, kita lantas bertanya-tanya, mengapa orang-orang seperti itu justru Allah Ta'ala berikan kesenangan hidup? Bukankah dengan begitu mereka bisa bertambah sombong lalu mempertontonkan kesenangan mereka?
Bahkan, sering juga kita melihat fenomena orang-orang kafir yang hidup bergelimang harta. Rumah mereka besar, mobil mereka banyak, pakaian mereka bagus, para pembantu mereka selalu siap sedia menjalankan apa yang diperintahkan kepadanya.
Padahal, mereka tidak mau mengakui bahwa Allah Ta'ala adalah satu-satunya Tuhan yang patut disembah. Bahkan, mereka bukan sekadar menduakan Allah Ta'ala, juga menihilkan keberadaan-Nya. Kezaliman apa lagi yang melebihi perbuatan mereka?
Lalu kita juga perhatikan kehidupan para dai yang berdakwah di daerah-daerah pedalaman. Hidup mereka sederhana. Rumah mereka kecil. Kendaraan hanya roda dua, itu pun sudah sering mogok. Baju mereka sudah mulai pudar warnanya karena sering dipakai. Mereka tak punya tabungan. Harta yang didapat hari itu hanya cukup untuk menghidupi sehari itu saja.
Jangan keliru menilai ini. Sesungguhnya, kesenangan yang Allah Ta'ala berikan kepada kelompok pertama tadi hanyalah kesenangan yang menipu (istidraj). Hal ini disebutkan oleh Allah Ta'ala dalam beberapa ayat al-Qur'an, dua di antaranya adalah sebagai berikut:
Allah Ta'ala berfirman dalam Surat Al-Mu'minun [23] ayaut 55-56:
أَيَحۡسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُم بِهِۦ مِن مَّالٍ وَبَنِينَ
نُسَارِعُ لَهُمۡ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِ ۚ بَل لَّا يَشۡعُرُونَ
"Apakah mereka mengira bahwa Kami memberikan harta dan anak-anak kepada mereka itu (berarti bahwa) Kami segera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? (Tidak), tetapi mereka tidak menyadarinya."
Allah Ta'ala juga berfirman dalam Surat Ali 'Imran [3] ayat 178:
وَلَا يَحۡسَبَنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَنَّمَا نُمۡلِي لَهُمۡ خَيۡرٞ لِّأَنفُسِهِمۡ ۚ إِنَّمَا نُمۡلِي لَهُمۡ لِيَزۡدَادُوٓاْ إِثۡمًا ۖ وَلَهُمۡ عَذَابٞ مُّهِينٞ
"Dan jangan sekali-kali orang-orang kafir itu mengira bahwa tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka lebih baik baginya. Sesungguhnya tenggang waktu yang Kami berikan kepada mereka hanyalah agar dosa mereka semakin bertambah; dan mereka akan mendapat azab yang menghinakan."
Sebenarnya, nikmat Allah Ta'ala yang paling besar adalah iman, bukan harta, bukan pula jabatan. Namun, tidak semua orang bisa merasakan lezatnya iman. Yang bisa merasakan lezatnya iman, kata Rasulullah saw., hanyalah manusia yang ada pada dirinya tiga perkara ini, sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malik r.a.
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ، مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُـحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِـي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِـي النَّارِ.
“Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1) barangsiapa yang Allâh dan Rasûl-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allâh. (3) Ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allâh menyelamatkannya sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam Neraka.”
Boleh jadi, mereka yang kekurangan harta, tak punya jabatan, namun dikaruniai iman yang kuat, dan mereka mampu merasakan kenikmatannya. Apalagi yang melebihi kegembiraan orang seperti ini? Ia bahagia di dunia, bahagia pula di akhirat.
Wallahu a'lam.
(Materi ceramah taraweh di Masjid An Nahl, Tanah Baru, Depok, 9 Maret 2025)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat