Senin, 23 Oktober 2017

Ketika Eduard Pulang Kampung

Nama lengkapnya Eduard Arnold van Der Elst. Ia keturunan Belanda, namun berdarah Yahudi. "Ayah saya keturunan Yahudi dan ibu saya keturunan Cina," cerita Eduard pada Selasa siang, 22 Agustus 2017. Sebentar lagi bis yang mengantar kami dari Jeddah tiba di Madinah.

 Eduard belum lama memeluk Islam. Ia baru mengucapkan syahadat pada tahun 2012. Ia sendiri baru tahu kalau darah Yahudi telah mengalir dalam tubuhnya. Ia juga baru tahu bahwa Madinah pada zaman dahulu kala banyak dihuni oleh kaum Yahudi.

Eduard benar! Dulu, sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, orang-orang Yahudi telah menetap di Madinah. Yang terbesar ada tiga suku, yakni Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah. 

Mereka, sebagaimana kebanyakan orang Yahudi, memiliki fanatisme ras yang sangat tinggi. Mereka menganggap kaum di luar ras mereka sebagai kaum yang bodoh, hina, dan primitif. Bahkan mereka menghalalkan darah orang-orang di luar kaum mereka untuk ditumpahkan dan hartanya dirampas.

Lalu datanglah Rasulullah SAW dan para sahabatnya membawa Islam ke Madinah dan mengubah negeri itu menjadi negeri yang berperadaban luhur. Tentu saja ini semua dimulai dari sebuah masjid, yakni Masjid Nabawi.

Namun, Ust Bachtiar Nasir --dalam jeda menunggu datangnya bis yang akan mengantar kami dari Jeddah ke Madinah-- mengingatkan tentang sebuah masjid yang terletak di luar Madinah dan dibangun lebih dahulu sebelum Masjid Nabawi. Namanya Masjid Quba.

"Bila berbicara peradaban Islam, jangan lupakan Masjid Quba. Sebab masjid itulah satelit peradaban Madinah," tutur Bachtiar. 

Di dekat masjid ini, tepatnya di sebuah lembah (wadi) bernama Ranuna, umat Islam untuk pertama kali menggelar shalat Jumat. Dan, shalat Jumat tersebut, menjadi peristiwa pertama berkumpulnya umat Islam untuk beribadah dalam jumlah besar. 

Namun, Masjid Quba tidak terletak di kota Madinah. Ia terletak di luar Madinah, tepatnya berjarak 4 km arah selatan dari Masjid Nabawi. Adapun masjid pertama yang dibangun Nabi SAW di Madinah adalah Masjid Nabawi. 

Di Masjid Nabawi-lah Rasulullah SAW mulai menghimpun dan membina kader-kader Muslim. Masjid Nabawi tak sekadar dipakai sebagai tempat beribadah, namun juga sebagai pusat perkaderan, perekonomian, pengaturan siasat perang, bahkan pembagian ghonimah.

Perbincanganku dengan Ust Bachtiar Nasir tak lama. Tapi aku menjadi paham bahwa rangkaian sejarah peradaban Islam di Madinah begitu kaya. Ini tak sekadar cerita tentang sebuah masjid megah yang tak lama lagi akan kami kunjungi. Ini juga tak sekadar cerita tentang sebuah kaum yang darahnya ada di tubuh Eduard. ***

(Dipublikasikan oleh Majalah Suara Hidayatullah edisi Oktober 2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat