Semua jamaah di masjid itu mengenakan kemeja berlengan panjang. Tak ada jamaah yang mengenakan kemeja berlengan pendek, apalagi mengenakan kaos. Mereka tampil rapi, berkopiah dan bersarung, termasuk anak-anak. Tapi ternyata semua tak sesempurna yang kita duga.
Jumat itu di sebuah masjid di Cianjur Selatan, Jawa Barat, ketika jam telah menunjuk pukul 11.45, beberapa jamaah telah berdatangan di masjid seluas 15x15 meter persegi itu.
Sehabis menjalankan shalat sunnah dua rakaat dan menyalami jamaah lain yang berada di samping kanan, kiri, muka dan belakang, para jamaah duduk. Diam dengan kepala menunduk. Tak jelas apakah mereka tengah berzikir atau tertidur.
Bila diperhatikan dengan lebih seksama, tak ada seorang pun di antara mereka yang membaca Qur'an. Padahal, di bulan Ramadhan ini, terlebih di penghujung bulan, tilawah Qur'an adalah salah satu ibadah yang sangat dianjurkan. Apalagi ketika tengah berada di dalam masjid.
Ketika khatib melangkah ke atas mimbar, masjid itu baru terisi setengah. Sang khatib, dengan memegang tongkat di tangan kirinya serta lembaran kertas di tangan kanannya, mengucapkan salam. Lalu, azan kembali dikumandangkan. Azan pertama dikumandangkan sebelum khatib naik mimbar.
Sang khatib kemudian membuka lembaran-lembaran kertas berwarna putih dan kuning dan membacanya. Bukan berbahasa Indonesia, melainkan berbahasa Arab. Jamaah tetap diam dengan kepala menunduk. Tak ada yang menyimak nasehat sang khatib.
Tak lebih dari lima menit, khutbah pertama dan kedua usai. Shalat Jumat pun dimulai. Masing-masing jamaah berdiri di atas sajadahnya. Tak ada yang berusaha mengingatkan agar shaf dirapatkan dan diluruskan. Bahkan, di beberapa tempat, dibiarkan kosong begitu saja. Tak ada yang mau bergeser.
Usai shalat, jamaah keluar. Sebagian besar tak lagi menjalankan shalat sunnah dua rakaat sebagaimana ketika mereka baru tiba di dalam masjid. Pintu depan masjid kemudian ditutup dan masjid itu pun kembali kosong.
Jalan dakwah ini memang masih panjang...
Jalan dakwah ini memang masih panjang...