Bila menyebut kata literatur maka pikiran kita langsung tertuju kepada buku atau kitab. Itu tidak salah! Buku atau kitab memang sering menjadi rujukan atau literatur ketika akan mencari jawaban atas banyak persoalan yang ingin kita pecahkan.
Lalu bagaimana bila menyebut kata literasi? Apa yang terpikirkan oleh kita? Jawabnya, ya, literatur. Artinya, sesuatu yang berhubungan dengan buku atau kitab sebagaimana bayangan kita di atas.
Lalu pertanyaannya, apakah benar cakupan literasi itu hanya sebatas buku, kitab, atau sesuatu yang terkait dengan aktivitas membaca dan menulis? Dulu, ya! Namun sekarang tidak.
Pengertian literasi saat ini telah berevolusi sedemikian rupa mengikuti perkembangan teknologi. Literasi tak lagi sekadar kegiatan menulis dan membaca, tapi juga kemampuan berbicara, bahkan menghitung dan memecahkan masalah. Ini kalau merujuk definis National Institut for Literacy,
Karena itulah muncullah beragam kata yang disematkan setelah kata literasi. Sebutlah, misalnya, literasi kesehatan, literasi finansial, literasi digital, literasi data, literasi visual, literasi kritikal, literasi statistik, atau literasi teknologi.
Namun, meski mengalami pengembangan cakupan makna, kata literasi tetap tidak bisa dilepaskan dari kemampuan berbahasa yang setidaknya meliputi empat kemampuan dasar, yakni membaca, menyimak, menulis, dan berbicara, meskipun cakupannya bisa bermacam-macam.
Jadi, pejuang literasi adalah mereka yang bermujahadah mendalami empat kemampuan di atas, lalu sungguh-sungguh mengaplikasikannya untuk mewujudkan apa yang ia inginkan. Jika apa yang diinginkannya adalah kemuliaan, maka mulia pula kesudahannya.
Jadilah pejuang literasi Islam, maka insya Allah, surga kesudahannya.
Wallahu a'lam. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat