Wahai orang-orang yang beriman! Jika seorang fasik datang membawa suatu berita maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan yang akhirnya kamu menyesali perbuatan itu (Al Hujarat [49]: 6)
Hanya beberapa jam setelah konflik antar kelompok di Ambon meletus pada 11 September 2011, sebuah pesan pendek (SMS) masuk ke nomor ponsel Kepala Biro Humas PP Hidayatullah. SMS itu berasal dari seorang dai di perbatasan Aceh.
Isinya sebuah pertanyaan, ”Apa betul Brigade Yesus ada di balik semua kerusuhan di Ambon?”
Ambon dan Aceh adalah dua propinsi yang berada di dua pulau yang terpisah sangat jauh. Yang satu di barat, yang satunya lagi di timur.
Bila di perbatasan Aceh saja informasi tak resmi sudah berseliweran sedemikian rupa, kita tak bisa membayangkan seperti apa informasi yang berseliweran di Ambon sendiri. Sudah pasti banyak sekali. Isinya pun beragam.
Yang menjadi persoalan adalah bila informasi-informasi yang beredar tersebut salah, maka fatal akibatnya. Sebab kita tahu, potensi konflik di Ambon amat besar.
Sejarah mencatat, sejak zaman penjajahan Belanda dahulu, perselisihan antar pemeluk agama sudah ada di Ambon. Potensi konflik ini rupanya tidak hilang sampai sekarang. Bahkan ---mungkin--- sengaja dipelihara.
Belum hilang dari ingatan kita bagaimana Ambon bergolak pada awal hingga pertengahan 1999. Ratusan orang meninggal ketika itu. Ratusan rumah dibakar, dan tak terhitung berapa jumlah pengungsi pada saat itu.
Padahal, kerusuhan itu dipicu oleh peristiwa yang sangat sederhana: duel antara seorang supir angkot dengan seorang preman yang memalaknya. Seharusnya penyelesaian masalah ini hanya sebatas peristiwa kriminal itu saja.
Namun, karena besarnya potensi konflik di Ambon, peristiwa tersebut memicu kerusuhan massal berbulan-bulan. Bahkan memancing para veteran perang Afghanistan yang selama ini ”bersembunyi di bawah tanah” untuk muncul ke permukaan. Mereka berbondong-bondong pergi ke Ambon untuk berjihad. Tanpa sadar mereka masuk perangkap.
Mari kita cerdas mengamati informasi-informasi yang datang kepada kita. Jangankan terhadap informasi yang tak jelas kebenarannya, terhadap fakta-fakta pun tetap harus kita cermati apa latar belakangnya. Sebab, tak ada fakta yang berdiri sendiri. Satu fakta pasti terkait dengan fakta-fakta lain yang boleh jadi kita belum paham.
Jangan sampai kita mencelakakan suatu kaum karena kebodohan kita sendiri sehingga kita akan menyesali perbuatan itu.
Wallahu a’lam.
Dipublikasikan di Majalah Suara Hidayatullah edisi Oktober 2011
Hanya beberapa jam setelah konflik antar kelompok di Ambon meletus pada 11 September 2011, sebuah pesan pendek (SMS) masuk ke nomor ponsel Kepala Biro Humas PP Hidayatullah. SMS itu berasal dari seorang dai di perbatasan Aceh.
Isinya sebuah pertanyaan, ”Apa betul Brigade Yesus ada di balik semua kerusuhan di Ambon?”
Ambon dan Aceh adalah dua propinsi yang berada di dua pulau yang terpisah sangat jauh. Yang satu di barat, yang satunya lagi di timur.
Bila di perbatasan Aceh saja informasi tak resmi sudah berseliweran sedemikian rupa, kita tak bisa membayangkan seperti apa informasi yang berseliweran di Ambon sendiri. Sudah pasti banyak sekali. Isinya pun beragam.
Yang menjadi persoalan adalah bila informasi-informasi yang beredar tersebut salah, maka fatal akibatnya. Sebab kita tahu, potensi konflik di Ambon amat besar.
Sejarah mencatat, sejak zaman penjajahan Belanda dahulu, perselisihan antar pemeluk agama sudah ada di Ambon. Potensi konflik ini rupanya tidak hilang sampai sekarang. Bahkan ---mungkin--- sengaja dipelihara.
Belum hilang dari ingatan kita bagaimana Ambon bergolak pada awal hingga pertengahan 1999. Ratusan orang meninggal ketika itu. Ratusan rumah dibakar, dan tak terhitung berapa jumlah pengungsi pada saat itu.
Padahal, kerusuhan itu dipicu oleh peristiwa yang sangat sederhana: duel antara seorang supir angkot dengan seorang preman yang memalaknya. Seharusnya penyelesaian masalah ini hanya sebatas peristiwa kriminal itu saja.
Namun, karena besarnya potensi konflik di Ambon, peristiwa tersebut memicu kerusuhan massal berbulan-bulan. Bahkan memancing para veteran perang Afghanistan yang selama ini ”bersembunyi di bawah tanah” untuk muncul ke permukaan. Mereka berbondong-bondong pergi ke Ambon untuk berjihad. Tanpa sadar mereka masuk perangkap.
Mari kita cerdas mengamati informasi-informasi yang datang kepada kita. Jangankan terhadap informasi yang tak jelas kebenarannya, terhadap fakta-fakta pun tetap harus kita cermati apa latar belakangnya. Sebab, tak ada fakta yang berdiri sendiri. Satu fakta pasti terkait dengan fakta-fakta lain yang boleh jadi kita belum paham.
Jangan sampai kita mencelakakan suatu kaum karena kebodohan kita sendiri sehingga kita akan menyesali perbuatan itu.
Wallahu a’lam.
Dipublikasikan di Majalah Suara Hidayatullah edisi Oktober 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat