Dan sesungguhnya mereka telah membuat makar yang besar padahal di sisi Allah-lah (balasan) makar mereka itu (Ibrahim [14]: 46).
“Tidak beradab!”
Dua kata itulah yang digunakan Organisasi Massa (Ormas) Islam Hidayatullah dalam siaran persnya untuk menggambarkan aksi peledakan bom bunuh diri di dalam Masjid Az Zikra, Mapolresta Cirebon, Jawa Barat, pada Jumat, 15 April lalu.
Bom itu meledak ketika shalat Jumat baru saja dimulai. Sebanyak 30 polisi cedera, termasuk kapolresta Cirebon.
Mengapa dua kata itu layak disematkan kepada aksi bom bunuh diri tersebut? Jelas! Masjid adalah rumah ibadah yang di dalamnya banyak dilafazkan puja dan puji kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Memasuki masjid tentu harus mengikuti adab. Berkata-kata kasar saja sudah melanggar adab berada dalam masjid, apatah lagi meledakkan bom ketika takbir baru saja berkumadang.
Dua kata ini pula yang awalnya tertulis dalam risalah rapat ormas-ormas Islam yang berkumpul di kantor Dewan Dakwah Islam Indonesia, sehari setelah bom tersebut meledak.
Namun, para tokoh ormas Islam yang berkumpul tadi menganggap dua kata tersebut terlalu lunak. Dua kata tersebut tidak mewakili kemarahan umat Islam atas kejadian itu. Maka, dipilihlah kata yang lebih tepat, yaitu biadab.
Kemarahan yang sama juga terlukis sangat jelas pada pertemuan ormas-ormas Islam di kantor Hizbut Tahrir Indonesia empat hari setelah inseden peledakan tersebut. Tak kurang dari 10 ormas hadir, termasuk utusan dari Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT) yang baru saja dituding oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Ansyaad Mbai, terlibat aksi tersebut.
Kali ini pilihan kata yang dipakai adalah “mengutuk.” Rasa-rasanya tak ada pilihan kata lain yang lebih pedas dari itu.
Pertanyaannya, kepada siapa tudingan itu dialamatkan? Apakah kepada Muhammad Syarif yang jasadnya teridentifikasi di tempat kejadian dan diduga kuat sebagai pelaku bom bunuh diri? Atau, kepada kelompok Jamaah Islamiyah yang selalu dijadikan ”sasaran tembak” manakala bom meledak, padahal sampai saat ini aparat tidak pernah berhasil mengungkap siapa sebenarnya kelompok tersebut.
Opini berkembang ke mana-mana. Bahkan, meski JAT secara jelas mengutuk tindakan itu, tetap saja sang amir, Ust Abu Bakar Ba’asyir, kena tudingan terlibat dalam aksi tersebut. Membingungkan, memang!
Jadi, wahai kaum Muslim di negeri ini, tak usah menghabiskan energi terlalu banyak untuk mengetahui siapa dalang dari insiden tersebut. Sebab, opini yang dibawa media bisa menyesatkan. Hati-hati, Anda bisa terprovokasi.
Yang lebih penting adalah teruslah berjuang menegakkan nilai-nilai Islam dengan cara yang benar. Teruslah berdakwah dan memakmurkan masjid. Teruslah mengkaji ayat-ayat Allah Ta’ala, baik yang tersirat maupun yang tersurat. Teruslah bergaul dengan ulama. Insya Allah, kita akan selamat dari kesesatan!
Soal sang pembuat makar itu, serahkanlah pada Allah Ta’ala untuk membuat perhitungan kepada mereka.
”Dan mereka pun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami (Allah Ta’ala) merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari,” (An Naml [27]: 50)
Wallahu a’lam.
Dipublikasikan di Majalah Suara Hidayatullah edisi Mei 2011
“Tidak beradab!”
Dua kata itulah yang digunakan Organisasi Massa (Ormas) Islam Hidayatullah dalam siaran persnya untuk menggambarkan aksi peledakan bom bunuh diri di dalam Masjid Az Zikra, Mapolresta Cirebon, Jawa Barat, pada Jumat, 15 April lalu.
Bom itu meledak ketika shalat Jumat baru saja dimulai. Sebanyak 30 polisi cedera, termasuk kapolresta Cirebon.
Mengapa dua kata itu layak disematkan kepada aksi bom bunuh diri tersebut? Jelas! Masjid adalah rumah ibadah yang di dalamnya banyak dilafazkan puja dan puji kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Memasuki masjid tentu harus mengikuti adab. Berkata-kata kasar saja sudah melanggar adab berada dalam masjid, apatah lagi meledakkan bom ketika takbir baru saja berkumadang.
Dua kata ini pula yang awalnya tertulis dalam risalah rapat ormas-ormas Islam yang berkumpul di kantor Dewan Dakwah Islam Indonesia, sehari setelah bom tersebut meledak.
Namun, para tokoh ormas Islam yang berkumpul tadi menganggap dua kata tersebut terlalu lunak. Dua kata tersebut tidak mewakili kemarahan umat Islam atas kejadian itu. Maka, dipilihlah kata yang lebih tepat, yaitu biadab.
Kemarahan yang sama juga terlukis sangat jelas pada pertemuan ormas-ormas Islam di kantor Hizbut Tahrir Indonesia empat hari setelah inseden peledakan tersebut. Tak kurang dari 10 ormas hadir, termasuk utusan dari Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT) yang baru saja dituding oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Ansyaad Mbai, terlibat aksi tersebut.
Kali ini pilihan kata yang dipakai adalah “mengutuk.” Rasa-rasanya tak ada pilihan kata lain yang lebih pedas dari itu.
Pertanyaannya, kepada siapa tudingan itu dialamatkan? Apakah kepada Muhammad Syarif yang jasadnya teridentifikasi di tempat kejadian dan diduga kuat sebagai pelaku bom bunuh diri? Atau, kepada kelompok Jamaah Islamiyah yang selalu dijadikan ”sasaran tembak” manakala bom meledak, padahal sampai saat ini aparat tidak pernah berhasil mengungkap siapa sebenarnya kelompok tersebut.
Opini berkembang ke mana-mana. Bahkan, meski JAT secara jelas mengutuk tindakan itu, tetap saja sang amir, Ust Abu Bakar Ba’asyir, kena tudingan terlibat dalam aksi tersebut. Membingungkan, memang!
Jadi, wahai kaum Muslim di negeri ini, tak usah menghabiskan energi terlalu banyak untuk mengetahui siapa dalang dari insiden tersebut. Sebab, opini yang dibawa media bisa menyesatkan. Hati-hati, Anda bisa terprovokasi.
Yang lebih penting adalah teruslah berjuang menegakkan nilai-nilai Islam dengan cara yang benar. Teruslah berdakwah dan memakmurkan masjid. Teruslah mengkaji ayat-ayat Allah Ta’ala, baik yang tersirat maupun yang tersurat. Teruslah bergaul dengan ulama. Insya Allah, kita akan selamat dari kesesatan!
Soal sang pembuat makar itu, serahkanlah pada Allah Ta’ala untuk membuat perhitungan kepada mereka.
”Dan mereka pun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami (Allah Ta’ala) merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari,” (An Naml [27]: 50)
Wallahu a’lam.
Dipublikasikan di Majalah Suara Hidayatullah edisi Mei 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat