Jumat, 13 November 2015

Mengenal Hidayatullah Lewat Kisah Dua Pemimpin

Nashirul Haq, anggota Dewan Syura Hidayatullah, tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya ketika menyimak buku tebal bertema Ensiklopedi Pesantren-pesantren di Indonesia terbitan Departemen Agama (Depag) beberapa tahun lalu.

Ustadz muda yang tengah merampungkan program doktornya di Malaysia itu mendapati nama Hida­yatullah masuk dalam buku tersebut, walau entah urutan ke berapa.

Tapi, bukan itu yang membuat Nashirul Haq terkejut. Sebab, memang sewajarnya bila pesantren seluas 120 hektar yang terletak di Gunung Tembak, Balikpapan, Kalimantan Timur ini dicantumkan oleh Departemen Agama dalam buku direktorinya.

Bukankah pesantren ini pernah dimasukkan oleh Testriono dalam bukunya Pesantren-pesantren Berpengaruh di Indonesia terbitan Erlangga pada Agustus 2015?

Bukankah sang pendiri Hidayatullah, Ustadz Abdullah Said, pernah pula dimasukkan se­ba­gai satu di antara 20 tokoh berpengaruh di Indonesia oleh Herry Mohammad, Redaktur Pelaksana Majalah Gatra, dalam bukunya berjudul Tokoh-tokoh Islam yang Ber­pengaruh Pada Abad 20, terbitan Gema Insani Press tahun 2012?

Bukankah Wakil Presiden Yusuf Kalla pernah mengatakan bahwa Hidayatullah adalah organisasi Islam terbesar ketiga di Indonesia? Bukankah para pejabat negera kerap bersilaturahim ke pesantren yang pernah mendapat penghargaan Kalpataru ini, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelang pemilihan presiden periode lalu?

Namun, yang membuat Nashirul Haq terkejut, ternyata Departemen Agama hanya menilai kekhasan Hidayatullah dari tradisi nikah massalnya.

“Masa hanya itu Depag tahu tentang Hidayatullah?” kata menantu Ustadz Abdullah Said, pendiri Hidayatullah, dengan nada meninggi saat berbincang-bincang dengan Suara Hidayatullah pertengahan Oktober lalu.

Celetukan Nashirul Haq ini menggelitik Majalah Suara Hidayatulah untuk menampilkan kem­bali cerita tentang organisasi yang hampir berusia setengah abad ini lewat potret dua pemimpinnya, Ustadz Abdullah Said dan pene­rus­nya, Ustadz Abdurrahman Muhammad.

Rasanya tepat bila potret dua pemimpin tertinggi Hidayatullah tersebut diulas kembali menjelang perhelatan akbar Musyawarah Nasional Hidayatullah pada 7—10 November 2015 ini.

Semoga laporan ini menjadikan kita lebih mengenal dan lebih dekat dengan organisasi ini. Selamat mengikuti.***


(Baca kelanjutan kisah ini pada artikel berjudul Bukan Sekadar Pesantren Biasa dan Bangunan yang Belum Selesai)

(Diterbitkan oleh Majalah Suara Hidayatullah edisi Nopember 2015)