Setelah Perang Dunia Kedua usai, muncullah tatanan dunia baru yang dibuat oleh para pemenang perang, yakni Amerika Serikat, Uni Soviet, dan sekutu-sekutunya.
Hanya saja, belum lama setelah Perang Dunia Kedua usai, dunia sudah terbelah menjadi dua blok, yakni Blok Barat yang terdiri atas Amerika Serikat dengan negara-negara sekutunya, serta Blok Timur yang terdiri atas Uni Soviet dan negara-negara satelitnya.
Kedua blok ini mengalami ketegangan geopolitik. Amerika Serikat berupaya membangun kekuatan untuk menahan pengaruh Uni Soviet. Salah satunya, dengan membangun aliansi NATO (Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara).
NATO merupakan organisasi militer internasional yang dibentuk pada 4 April 1949 sebagai respons terhadap perubahan politik dan militer yang terjadi setelah Perang Dunia II. Tujuan utamanya adalah untuk menandingi kehadiran tentara Soviet yang ditempatkan di Eropa Timur dan Tengah, serta menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan tersebut.
NATO didirikan oleh 12 negara, yakni Belgia, Kanada, Denmark, Perancis, Islandia, Italia, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Portugal, Inggris, dan tentu saja Amerika Serikat.
Uni Soviet tak mau ketinggalan. Mereka membangun aliansi lain bernama Pakta Warsawa, yakni perjanjian pertahanan kolektif negara-negara komunis di Eropa Timur.
Pakta Warsawa didirikan pada 14 Mei 1955. Tujuannya, apalagi kalau bukan untuk menghadapi ancaman NATO, serta mempertahankan kendali Uni Soviet atas kekuatan militer di Eropa Tengah dan Timur.
Beberapa anggota Pakta Warsawa adalah Albania, Bulgaria, Cekoslowakia, Jerman Timur, Hongaria, Polandia, dan Rumania. Namun, setelah bubarnya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin, Pakta Warsawa dibubarkan, tepatnya pada 1 Juli 1991.
Ketegangan antara blok Barat dan Timur ini tidak menimbulkan pertempuran berskala besar secara langsung sebagai mana Perang Dunia I atau II. Karena itu, ketegangan kedua blok yang terjadi pada kurun waktu antara tahun 1946 hingga 1991 ini dikenal dengan sebutan Perang Dingin (Cold War).
Selama Perang Dingin, Amerika Serikat dan Uni Soviet bersaing dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, teknologi, perlombaan senjata, dan luar angkasa. Kedua negara juga mengembangkan senjata nuklirnya masing-masing.
Namun, krisis rudal Kuba sempat membuat Amerika dan Uni Soviet nyaris perang terbuka. Krisis ini terjadi pada tahun 1962, tepatnya setelah Revolusi Kuba yang berlangsung tahun 1959. Fidel Castro, pemimpin Revolusi Kuba, bersekutu dengan Uni Soviet. Pada saat yang sama, AS menempatkan rudal berkekuatan nuklir di Italia dan Turki. Uni Soviet membalas dengan menempatkan rudal serupa di Kuba.
Saat itu, kkedua negara benar-benar berada pada ambang pertempuran fisik dan perang rudal, bahkan Perang Dunia III. Masyarakat Amerika sudah banyak yang ketakutan. Mereka membangun tempat-tempat perlindungan di halaman belakang rumah mereka.
Ketegangan memuncak pada 24 Oktober 1962. Kala itu, kapal-kapal Uni Soviet tengah menuju Kuba dan mendekati armada AS yang sedang melakukan blokade. Apabila kapal-kapal Uni Soviet menembus blokade tersebut, perang nuklir sangat mungkin terjadi. Beruntungnya kapal-kapal Uni Soviet tak menembus barisan blokade. Perang Dunia III akhirnya tak terjadi.
Apalagi setelah itu Amerika menyetujui tawaran pemimpin Uni Soviet, Nikita Khrushchev, untuk tidak menyerang Kuba dan melucuti instalasi rudal mereka di Turki. Uni Soviet sendiri berjanji akan menyingkirkan rudalnya dari Kuba.
Adapun negara-negara berkembang di Asia dan Afrika --di mana populasi umat Islam berada di dalamnya-- serta Amerika Latin, pada saat Perang Dingin, menolak tekanan untuk memilih salah satu dari kedua blok tersebut. Mereka justru membangun Gerakan Non-Blok (Non-Aligned Movement/NAM) pada tahun 1955, setelah negara-negara ini berkumpul di Bandung, Jawa Barat.
Hanya saja, walaupun negara-negara Dunia Ketiga ini telah menunjukkan sikap tak memihak, tetap saja mereka terseret dalam orbit pengaruh Barat atau Timur. Ketegangan, hegemoni, serta persaingan Barat dengan Timur, telah mendorong invasi langsung ke berbagai wilayah di negara-negara Dunia Ketiga, meskipun tidak mudah untuk menaklukkan mereka.
Perang Vietnam, contohnya, telah menjebak Amerika ke dalam ‘rawa-rawa’ mematikan. Begitu pula invasi Uni Soviet ke Afghanistan, telah menghabiskan sumber daya ekonomi negara adidaya tersebut. Desakan oposisi internasional, perang gerilya pejuang Afghanistan yang gigih, dan kurangnya dukungan warga negara Soviet menyebabkan negara adidaya tersebut akhirnya terpaksa menarik mundur tentaranya dari Afghanistan pada tahun 1989.
Perang Dingin mulai mereda secara bertahap dengan pecahnya hubungan antara Uni Soviet dan Cina (yang dikenal dengan perang Sino-Soviet) pada tahun 1961. Pecahnya hubungan Uni Soviet-Cina ini disebabkan perbedaan doktrin yang muncul dari interpretasi dan penerapan praktis Marxisme–Leninisme yang berbeda akibat perbedaan geopolitik masing-masing negara.
Pada tahun 1985, pemimpin Soviet terakhir, Mikhail Gorbachev, mulai memberlakukan reformasi liberal dalam sistem negaranya. Ia memperkenalkan kebijakan glasnost (keterbukaan) dan perestroika (restrukturisasi). Ia berharap, kebijakan ini akan mengakhiri periode stagnasi ekonomi dan mendemokratisasi pemerintahan Soviet.
Namun, kebijakan ini justru menyebabkan munculnya gerakan nasionalis dan separatis yang kuat. Keadaan ini diperparah dengan kondisi ekonomi yang menurun drastis. Sebelum tahun 1991, ekonomi Soviet terbesar kedua di dunia. Namun, menjelang tahun 1991, Uni Soviet dilanda kelangkaan barang di toko bahan makanan, defisit anggaran yang sangat besar, dan ledakan inflasi.
Gejolak ekonomi dan politik ini semakin memanas ketika negara-negara Baltik --terletak di kawasan timur laut Eropa, di pesisir timur Laut Baltik-- yakni Estonia, Latvia, dan Lithuania, memilih untuk melepaskan diri dari Uni Soviet pada tahun 1990. Pada 17 Maret 1991, Uni Soviet menggelar referendum. Sebagian besar warga yang berpartisipasi memberikan suara untuk mengubah Uni Soviet menjadi federasi baru.
Pada 25 Desember 1991, Uni Soviet dibubarkan menjadi 15 negara. Pembubaran ini menandai berakhirnya supremasi Uni Soviet di panggung dunia, dan praktis Amerika Serikat menjadi satu-satunya kekuatan dominan dunia setelah itu. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat