Jumat, 18 Oktober 2024

Kisah Pembebasan Tiga Tempat Penting dalam Islam

Islam sebagai risalah terakhir yang dibawa Rasulullah saw. bermula dari sebuah kota kecil yang menjadi pusat perdagangan dunia saat itu. Kota kecil itu bernama Makkah, tempat di mana kiblat umat Islam berada.


Makkah di masa pra Islam sudah ramai dikunjungi orang. Selain karena di sana terdapat Ka'bah sebagai pusat peribadatan, juga karena Makkah menjadi jalur perdagangan penting yang menghubungkan dua raksasa dunia, yakni Byzantium di wilayah Laut Mediterania dan Laut Merah, dengan Persia yang menguasai wilayah Samudra Hindia dan Teluk Arab.

Posisi yang amat strategis inilah yang menyebabkan Abrahah, penguasa Yaman saat itu, ingin sekali menguasai Makkah, sekaligus memindahkan pusat perekonomian dan keramaian itu di Yaman. Ia bahkan membangun sebuah gereja di kota Sana’a yang dinamakan Gereja Qolis atau Qolsin. Ia ingin menjadikan gereja ini sebagai pusat berkumpulnya orang-orang sebagaimana Ka'bah.

Ambisi Abrahah untuk menguasai Makkah rupanya kandas. Meskipun Abrahah dibantu oleh Raja Najasy dengan mengirimkan 13 gajah perang dan didukung penuh oleh Byzantium, Abrahah tetap tak sanggup menduduki Makkah. Hal ini disebabkan datangnya bantuan Allah T'ala berupa burung ababil. 
     
Di tahun penyerangan Abrahah dan tentara bergajah inilah Rasulullah saw. lahir, tepatnya pada hari Senin, 12 Rabiul Awal, tahun Gajah atau 571 Masehi. Beliau lahir di kota paling strategis kala itu, dan berasal dari suku yang paling dihormati kota tersebut.

Namun, Islam berkembang tidak di Kota Makkah, melainkan di sebuah kota kecil yang dikelilingi oleh bukit-bukit tandus di Pegunungan Hijaz, sekitar 453 km dari Makkah. Kota ini bernama Madinah atau biasa disebut Al-Madinah Al-Munawwarah. Artinya, "Kota yang Bercahaya." Dari kota kecil inilah Islam untuk pertama kali mewujud menjadi sebuah peradaban mulia.

Awalnya, Islam masuk ke Madinah dibawa oleh Mus'ab bin Umair, sahabat Rasulullah saw. yang cerdas dan fasih membaca Al-Qur'an. Ia sengaja diutus oleh Rasulullah saw. untuk mengajarkan al-Qur'an kepada kaum Muslim di kota itu sekaligus mempersiapkan kedatangan Rasulullah saw. dan kaum Muslim setahun kemudian.

Pada tahun 622 Masehi, atau 1 Hijriah, atas perintah Allah Ta'ala, Rasulullah saw. hijrah dari Makkah ke Madinah. Jumlah kaum Muslim yang hijrah ketika itu hanya 75 orang. Madinah sendiri kala itu didiami oleh masyarakat dari beragam suku dan agama, termasuk kaum Yahudi. Rasulullah saw. menyatukan mereka dengan sebuah perjanjian bernama Piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah).

Meskipun dinamika kehidupan kaum Muslim di Madinah tak mudah, namun Rasulullah saw. berhasil mengembangkan Islam di kota kecil tersebut dengan amat gemilang. Pada tahun ke 8 Hijriah, Rasulullah saw. membawa 10 ribu pasukan Muslim untuk membebaskan Makkah. Jumlah ini tentu sangat spektakuler bila dibandingkan jumlah awal kaum Muslim ketika hijrah untuk kurun waktu 8 tahun.

Selanjutnya, Rasulullah saw. berencana membebaskan Baitul Maqdis dan negeri Syam yang kala itu masih berada dalam cengkraman Romawi. Kurikulum pembebasan Baitul Maqdis sudah dimulai ketika pemimpin Bushra, sebuah kota yang terletak di selatan Suriah, bagian dari wilayah kekaisaran Romawi, memperlakukan utusan Rasulullah saw. bernama al-Harits bin Umair al-Azdi dengan kejam dan zalim.

Rasulullah saw. marah dan mengirimkan 3 ribu prajurit ke Mu'tah di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah. Inilah pertempuran pertama antara kaum Muslim dan pasukan Romawi, sekaligus awal dari kurikulum pembebasan Baitul Maqdis. Pasukan kaum Muslim berhasil menang dalam pertempuran yang tak imbang melawan pasukan Romawi yang berjumlah 200 ribu orang.

Setahun kemudian, tepatnya pada Oktober 630 M, Rasulullah SAW kembali mengirimkan ekspedisi ke daerah perbatasan Palestina, yakni Tabuk. Dalam ekspedisi ini, tak tanggung-tanggung, Rasulullah saw. menerjunkan 30 ribu pasukan dan dipimpin langsung oleh beliau. 

Meskipun ekspedisi Tabuk ini tidak sampai menyebabkan kontak fisik dengan pasukan Romawi, namun pasukan Rasulullah saw. banyak mendapat kemenangan. Banyak kabilah-kabilah Arab di sekitar Palestina menyatakan bai'at kepada Rasulullah saw., termasuk beberapa wilayah seperti Ailah, Jarba, dan Adzruh. Raja Ailah bahkan memberi hadiah seekor kuda putih kepada Rasulullah saw. yang dikalungi selendang oleh Rasulullah SAW.     

Qadarallah, di saat kurikulum pembebasan Baitul Maqdis belum selesai, Allah Ta'ala berkehendak untuk memanggil sang utusan-Nya. Sepeninggal Rasulullah saw. kurikulum pembebasan dilanjutkan oleh Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq (11-13 H atau 632-634 M) dan baru berhasil pada masa khalifah Umar bin Khaththab (13-23 H atau 634-644 M),

Ketika itu wilayah di sekitar Baitul Maqdis telah dibebaskan oleh  kaum Muslim. Semua panglima perang pasukan Muslimin yang ditugaskan untuk membebaskan Negeri Syam dari Romawi Timur telah berkumpul di Jabiyah, suatu tempat di dekat Baitul Maqdis. Panglima tertinggi, Abu 'Ubaydah al-Jarrah, juga ikut berkumpul di sana. Mereka semua menunggu tibanya Sang Khalifah Umar bin Khaththab.

Umar tiba di Jabiyah dengan mengenakan sepasang sendal dan menunggang seekor unta. Kedatangan Umar ke Jabiyah terdengar oleh Uskup Agung Sofronius dan Panglima Pasukan Romawi, Atrabun. Mereka berdua sadar bahwa tak ada gunanya lagi melawan. Beberapa wilayah Syam yang tadinya dikuasai Romawi telah direbut oleh pasukan Abu 'Ubaydah al-Jarrah, dan tak lama lagi Baitul Maqdis akan mereka bebaskan juga.

Atribun kemudian diam-diam membawa beberapa pasukannya kabur ke Mesir. Sementara Sofronius memilih berdamai dengan pasukan Muslim karena yakin ia tak akan disakiti oleh mereka. Ia bahkan mengirim utusan ke Jabiyah untuk bertemu Amirul Mukminin. Umar menerima utusan tersebut dengan baik dan menuliskan perjanjian untuk dibawa kepada Sofronius. 

Isi perjanjian itu berbeda sekali dengan apa yang dilakukan Romawi saat mereka dulu merebut Baitul Maqdis. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa pihak Muslim mengakui keberadaan pihak Kristen, memberikan jaminan keamanan atas harta, jiwa, dan kepercayaan mereka. Tak seorang pun boleh diganggu karena keyakinan agamanya, dan tak boleh dipaksa dalam keadaan apa pun.

Umar juga mengatakan kepada utusan Sofronius bahwa khalifah sendiri yang akan datang ke Baitul Maqdis guna menerima kunci dari tangan Sang Uskup Agung. Maka, pada tahun 636 M, Baitul Maqdis bisa dibebaskan dengan penuh kedamaian. Inilah peristiwa pertama kali dalam sejarah penaklukan kota Yerusalem atau Baitul Maqdis tanpa ada darah yang tertumpah.

Setelah Umar mangkat, beliau digantikan oleh Utsman bin Affan (23-35 H atau 644-656 M), lalu diteruskan oleh Ali bin Abi Thalib (35-40 H atau 656-661 M). Setelah Ali wafat, berakhirlah masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat