Setelah Rasulullah Shallallahu alaihi Wasallam (saw.) menerima wahyu pertama dari Allah Taala melalui Malaikat Jibril di Gua Hira, untuk beberapa saat, wahyu tak turun lagi. Ada ulama yang berpendapat, masa terputusnya wahyu ini (fatrah) hanya beberapa hari saja. Namun, ada juga ulama yang menyatakan masa ini mencapai 6 bulan.
Berapa pun lamanya, masa ini telah membuat Rasulullah saw. amat gusar. Mengapa wahyu belum turun? Apa petunjuk selanjutnya dari Rabb Penguasa Alam Semesta?
Hingga suatu saat, ketika Rasulullah saw. tengah berjalan kaki, tiba-tiba terdengar suara dari langit. Seketika Rasulullah saw mengarahkan padangannya ke arah datangnya suara.
"Ternyata malaikat yang dulu mendatangiku di Gua Hira terlihat tengah duduk di atas kursi yang terletak di antara langit dan bumi," cerita Rasulullah saw kepada sahabatnya. sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim.
Rasulullah saw. gemetar dan merasa amat takut, sampai-sampai tubuhnya jatuh ke tanah. Beliau bangkit dan bergegas pulang seraya berkata kepada keluarganya, "Selimutilah aku, selimutilah aku!"
Pada saat itulah Allah Ta'ala menurunkan firman-Nya, "Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah! Lalu berilah peringatan ... (hingga akhir ayat ketujuh)."
Inilah surat al-Muddatsir [74] yang kerap dijadikan rujukan atas perintah berdakwah kepada Rasulullah saw., juga kepada seluruh kaum Muslim.
Sebagian ulama menyebut surat ini adalah surat kedua yang Allah Ta'ala turunkan setelah surat Al-Alaq [96] ayat 1-5. Pendapat seperti ini antara lain dikemukakan oleh Syekh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam bukunya Ar Rahiq al-Makhtum.
Namun, ada juga ulama yang berpendapat, surat kedua setelah al-Alaq adalah al-Qolam [68] ayat 1 sampai 7, disusul al-Muzzammil [73] ayat 1 sampai 10, baru kemudian al-Muddatsir [74] ayat 1 sampai 7.
Apa pun itu, yang pasti, turunnya surat al-Muddatsir [74] tak berselang lama dengan turunnya surat pertama, al-'Alaq [96]. Itu berarti, perintah berdakwah datang kepada Rasulullah saw ketika beliau belum lama diangkat oleh Allah Taala menjadi Rasul. Baru beberapa bulan, atau mungkin hanya beberapa hari. Otomatis, belum banyak wahyu yang beliau terima.
Dalam surat al-Muddatsir ini, perintah Allah Taala sudah sangat jelas. Allah Taala menyuruh Rasulullah saw. untuk bangun. Artinya, masa berleha-leha (berselimut) telah usai. Saatnya kini mengajak manusia agar mau menempuh jalan yang lurus, yakni jalan Islam. Saatnya memasuki fase baru dalam ber-Islam, yakni fase berdakwah, dengan segala risiko yang akan dihadapi,
Ada hikmah menarik dari fenomena ini. Bahwa, tugas dakwah itu penting dan harus segera dilakukan meski ilmu yang didapatkan belum banyak. Jangan menunggu sampai ilmu yang kita terima banyak dulu baru memulai dakwah.
Setiap kali kita memperoleh suatu ilmu, maka amalkan dan dakwahkan. Sebab, seperti itu pula Rasulullah saw. dan para sahabat. Setiap kali beliau menerima wahyu maka beliau akan mengamalkannya dan mendakwahkannya.
Abul Aliyah berkata, "Pelajarilah al-Qur'an itu lima ayat demi lima ayat, karena Jibril menurunkan al-Qur'an kepada Nabi saw. lima ayat demi lima ayat," (Riwayat Baihaqi dalam Syuabul Iman).
Itulah jalan Rasulullah saw. Jalan dakwah. Jalan yang harus diikuti juga oleh kaum Muslim. Allah Taala berfirman, "Katakanlah (Muhammad), Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin. Maha Suci Allah, dan aku tidak termasuk orang yang musyrik." (Yusuf [12]: 108).
Jadi, setelah kita memutuskan untuk berhijrah hati, berpindah dari jalan yang bengkok ke jalan yang lurus, lalu berupaya untuk istiqomah di jalan itu, maka segeralah ajak orang lain untuk ikut berhijrah. Itulah dakwah. Yakni mengundang, mengajak, bahkan mempengaruhi orang lain agar mau mengikuti jalan kita sehingga selamat dari penyesalan di akhirat kelak. Kita ajak mereka karena kita menyayangi mereka, ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat