Ada beberapa persoalan sosial yang kerap menjadi pertanyaan masyarakat Muslim di Indonesia. Di antara beberapa pertanyaan tersebut, serta jawaban berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia, adalah sebagai berikut:
1. Perayaan Natal Bersama
Setiap menjelang akhir tahun masyarakat Muslim Indonesia sering mengalami dilema ketika diajak oleh sahabatnya yang beragama lain untuk mengikuti Natal bersama. Di satu sisi, ia merasa kurang enak jika tak hadir, namun di sisi lain ia khawatir menyalahi fatwa MUI tentang perayaan Natal bersama. Bagaimana hukum menghadiri perayaan Natal bersama menurut MUI?
Jawab:
1. Perayaan Natal di Indonesia, meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa AS, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram.
3. Agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Ta'ala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal.
Sumber: Fatwa MUI tentang Perayaan Natal Bersama yang dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 7 Maret 1981.
2. Al-Qur'an Dilagukan
Ramadhan identik dengan bulan peningkatan iman. Tak heran bila setiap menjelang dan saat Ramadhan tiba banyak bermunculan acara televisi bernuansa religi, termasuk lagu-lagu dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur'an. Apa hal ini diperbolehkan?
Jawab
1. Melagukan ayat-ayat suci al-Quran harus mengikuti ketentuan ilmu
tajwid.
2. Boleh menyanyikan/melagukan terjemahan al-Quran, karena terjemahan al-Quran tidak temasuk hukum al-Quran.
Sumber: Fatwa MUII tentang Nyanyian dengan Menggunakan Ayat-ayat Suci al-Qur'an yang diterbitkan di Jakarta pada 3 Desember 1983
3. Adopsi Anak
Kasus infertilitas atau gangguan pada sistem reproduksi (mandul) di Indonesia cukup banyak. Tahun 2022, jumlah infertilitas mencapai 10-15% dari jumlah pasangan, atau 4-5 juta pasangan. Beberapa dari pasangan yang tak dikaruniai anak ini mengangkat anak orang lain (adopsi) dan memperlakukannya seperti anak sendiri. Lalu apa hukumnya adopsi menurut Islam?
Jawab:
1. Islam mengakui keturunan (nasab) yang sah, ialah anak yang lahir dari perkawinan (pernikahan).
2. Mengangkat (adopsi) dengan pengertian anak tersebut putus hubungan keturunan (nasab) dengan ayah dan ibu kandungnya adalah bertentangan dengan syari’ah Islam.
3. Adapun pengangkatan anak dengan tidak mengubah status nasab dan Agamanya, dilakukan atas rasa tanggung jawab sosial untuk memelihara, mengasuh dan mendidik mereka dengan penuh kasih sayang seperti anak sendiri adalah perbuatan yang terpuji dan termasuk amal saleh yang dianjurkan oleh agama Islam.
Sumber: Fatwa MUI tentang Adopsi (Pengangkatan Anak) yang ditetapkan di Jakarta, pada 7 Maret 1984
4. Donor ASI
Tak semua ibu yang baru melahirkan bisa mengeluarkan air susu ibu (ASI). Menurut para ahli kesehatan, hal ini tergantung nutrisi, gizi, dan asaupan makanan si ibu selama hamil. Nah, ketika seorang ibu tak memiliki ASI yang cukup untuk anaknya, bolehkah ia meminta bantuan kepada ibu yang lain untuk memberikan ASI-nya?
Jawab:
1. Seorang ibu boleh memberikan ASI kepada anak yang bukan anak kandungnya. Demikian juga sebaliknya, seorang anak boleh menerima ASI dari ibu yang bukan ibu kandungnya sepanjang memenuhi ketentuan syar’i.
2. Kebolehan memberikan dan menerima ASI harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: (a) Ibu yang memberikan ASI harus sehat, baik fisik maupun mental. (b) Ibu tidak sedang hamil
3. Pemberian ASI sebagaimana dimaksud pada ketentuan angka 1 menyebabkan terjadinya mahram (haramnya terjadi pernikahan) akibat radla’ (persusuan)
4. Terjadinya mahram (haramnya terjadi pernikahan) akibat radla’ (persusuan) jika: (a) usia anak yang menerima susuan maksimal dua tahun qamariyah. (b) ibu pendonor ASI diketahui identitasnya secara jelas. (c) jumlah ASI yang dikonsumsi sebanyak minimal lima kali persusuan. (d) cara penyusuannya dilakukan baik secara langsung ke puting susu ibu (imtishash) maupun melalui perahan. (e) ASI yang dikonsumsi anak tersebut mengenyangkan.
5. Pemberian ASI yang menjadikan berlakunya hukum persusuan adalah masuknya ASI tersebut ke dalam perut seorang anak dalam usia antara 0 sampai 2 tahun dengan cara penyusuan langsung atau melalui perahan.
6. Seorang muslimah boleh memberikan ASI kepada bayi non muslim, karena pemberian ASI bagi bayi yang membutuhkan ASI tersebut adalah bagian dari kebaikan antar umat manusia.
7. Boleh memberikan dan menerima imbalan jasa dalam pelaksanaan donor ASI, dengan catatan; (i) tidak untuk komersialisasi atau diperjualbelikan; dan (ii) ujrah (upah) diperoleh sebagai jasa pengasuhan anak, bukan sebagai bentuk jual beli ASI.
Sumber: Fatwa MUI nomor 28 Tahun 2013 seputar masalah donor air susu ibu (istirdla')
5. Keharaman Seputar Agresi Israel
Israel telah lama menjajah bangsa Palestina. Mereka sering melakukan serangan biadab, baik di Gaza maupun Tepi Barat. Terakhir, pada akhir 2023 dan 2024, mereka melakukan genosida terhadap warga Gaza. Karena itulah MUI mengeluarkan fatwa haram mendukung dalam bentuk apa pun terhadap agresi Israel atas Palestina. Lalu, apa saja tindakan haram yang difatwakan oleh MUI terkait hal ini?
Jawab:
Di antara dukungan dalam bentuk tindakan/perbuatan yang terlarang adalah;
1. Mengirim persenjataan dan/atau logistik;
2. Mendonasikan harta;
3. Bekerja sama bisnis dengan Israel atau pihak yang mendukung Israel;
4. Menjual barang/jasa/informasi kepada pihak yang mendukung agresi Israel;
5. Membeli barang/jasa/informasi dari pihak yang mendukung agresi Israel;
6. Melakukan langkah diplomasi, lobi, dan aktifitas yang semakna untuk menjustifikasi tindakan agresi Israel, dan/atau membangun permisifitas.
7. Melakukan langkah untuk mendelegitimasi perjuangan dan dukungan kepada kemerdekaan Palestina
Di antara dukungan dalam bentuk ucapan yang terlarang adalah;
1. Menyebarkan informasi palsu yang membenarkan tindakan agresi Israel dan menyalahkan Palestina;
2. Membangun narasi tentang pembenaran terhadap agresi Israel atau setidaknya permisif terhadap agresi;
3. Membangun narasi bahwa perusahaan yang secara nyata membantu agresi Israel telah menghidupi pekerja tanpa ada upaya untuk menghentikan agresi;
4. Menyederhanakan masalah agresi Israel hanya urusan rebutan tanah/lahan;
5. Menyebarkan opini yang menggeser urusan larangan dukungan terhadap agresi Israel tidak efektif, kontraproduktif, hanya pertarungan dagang, merugikan ekonomi nasional, intervensi, dan sejenisnya;
6. Menyebarkan narasi dalam bentuk ucapan, tulisan, gambar, atau meme yang medeskreditkan Palestina, mencapnya sebagai teroris dan sejenisnya.
Di antara dukungan dalam hati yang terlarang adalah;
1. Meyakini bahwa agresi Israel adalah sesuatu yang dibenarkan.
2. Meyakini bahwa bekerja sama dengan Israel dalam tindakan agresi ke Palestina dapat dibenarkan
3. Meyakini bahwa bekerja sama dengan pihak yang secara nyata mendukung Israel dapat dibenarkan
4. Meridhoi dan/atau mendukung dalam hati terhadap tindakan agresi Israel serta mendukung pihak yang membantu agresi Israel
5. Membiarkan agresi Israel tanpa ada pengingkaran dalam hati
Sumber: Tanya Jawab Terkait Fatwa MUI nomor 83 tahun 2023 tentang Hukum Dukungan Terhadap Perjuangan Palestina yang dikeluarkan di Jakarta pada 18 November 2023 dan ditandatangani oleh Ketua MUI Bidang Fatwa dan Sekretaris Jenderal MUI.
6. Pelanggaran Hak Cipta
Di era digital sekarang ini, masyarakat mudah sekali mendapatkan informasi. Di sisi lain, masyarakat juga mudah menjiplak karya orang lain untuk mendapatkan keuntungan darinya. Bahkan, berdasarkan hasil survei sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta pada Oktober 2020 menemukan fakts 36 persen mahasiswa menjiplak karya orang lain di internet. Lalu, bagaimana Islam memandang hal ini?
Jawab:
1. Dalam hukum Islam, Hak Cipta dipandang sebagai salah satu huquq maliyyah (hak kekayaan) yang mendapat perlindungan hukum (mashun) sebagaimana mal (kekayaan).
2. Hak Cipta yang mendapat perlindungan hukum Islam sebagaimana dimaksud angka 1 tersebut adalah hak cipta atas ciptaan yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
3. Sebagaimana mal, Hak Cipta dapat dijadikan obyek akad (al-ma’qud ‘alaih), baik akad mu’awadhah (pertukaran, komersial), maupun akad tabarru’at (nonkomersial), serta diwakafkan dan diwarisi.
4. Setiap bentuk pelanggaran terhadap hak cipta, terutama pembajakan, merupakan kezaliman yang hukumnya adalah haram.
Sumber: Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2003 tentang Hak Cipta
7. Berjualan di Masjid
Setiap kali shalat Jumat, atau shalat-shalat jamaah lainnya di masjid, selalu saja ada pedagang yang berjualan. Mereka menjajakan barang dagangannya tak sekadar di luar areal masjid, tapi juga di dalam perkarangan masjid. Apa hukumnya hal ini?
Jawab:
1. Masjid dan area masjid dapat dimanfaatkan untuk kegiatan di luar ibadah mahdlah.
2. Pemanfaatan area masjid untuk kepentingan muamalah, seperti sarana pendidikan, ruang pertemuan, area permainan anak, baik yang bersifat sosial maupun ekonomi diperbolehkan, dengan syarat: (a) Kegiatan tersebut tidak terlarang secara syar’i. (b) Senantiasa menjaga kehormatan masjid. (c) Tidak mengganggu pelaksanaan ibadah.
3. Memanfaatkan bagian dari area masjid untuk kepentingan ekonomis, seperti menyewakan aula untuk resepsi pernikahan hukumnya boleh sepanjang ditujukan untuk kepentingan kemakmuran masjid dan tetap menjaga kehormatan masjid.
4. Boleh menjadikan bangunan masjid bertingkat; bagian atas dimaksudkan untuk ibadah, sedangkan bagian bawah dimaksudkan untuk disewakan atau sebaliknya dengan syarat: (a) Bagian masjid yang disewakan bukan secara khusus untuk ibadah. (b) Bagian masjid yang dimaksudkan secara khusus untuk ibadah telah memadai. (c) Tidak menyulitkan orang masuk ke dalam masjid untuk beribadah. (d) Tidak mengganggu pelaksanaan ibadah di dalam masjid. (e) Tidak bertentangan dengan kemuliaan masjid, antara lain dengan menutup aurat. (f) Dimanfaatkan untuk keperluan yang sesuai syar’i, dan hasil sewanya untuk kemaslahatan masjid.
5. Istibdal (melakukan penggantian) tanah wakaf yang ditujukan untuk kepentingan masjid diperbolehkan, sepanjang memenuhi syarat, baik secara syar’i maupun teknis, dengan merujuk pada fatwa Ijtima Ulama Komisi Fatwa Th 2009. Demikian pula istibdal peruntukan tanah wakaf juga diperbolehkan jika ada kemaslahatan yang dituju.
6. Benda wakaf boleh diambil manfaatnya dengan memberdayakan secara ekonomi, dan tetap wajib dijaga keamanan dan keutuhan fisiknya.
Sumber: Fatwa MUI Nomor 34 Tahun 2013 Tentang Pemanfaatan Area Masjid Untuk Kegiatan Sosial dan yang Bernilai Ekonomis.
8. Gay dan Lesbian
Fenomena penyuka sesama jenis, atau homoseksual, belakangan semakin memprihatinkan. Di Cianjur, Jawa Barat, jumlah pengidap homoseksual dalam 6 bulan pertama tahun 2023 bertambah sebesar 617 orang. Ini yang terdata. Yang tak terdata tentu lebih banyak lagi. Apa hukumnya bagi seorang Muslim yang menjadi gay dan lesbian?
Jawab:
1. Hubungan seksual hanya dibolehkan bagi seseorang yang memiliki hubungan suami isteri, yaitu pasangan lelaki dan wanita berdasarkan nikah yang sah secara syar'i.
2. Orientasi seksual terhadap sesama jenis adalah kelainan yang harus disembuhkan serta penyimpangan yang harus diluruskan.
3. Homoseksual, baik lesbian maupun gay hukumnya haram, dan merupakan bentuk kejahatan (jarimah).
4. Pelaku homoseksual, baik lesbian maupu gay, termasuk biseksual
dikenakan hukuman hadd dan/atau ta’zir oleh pihak yang berwenang.
5. Sodomi hukumnya haram dan merupakan perbuatan keji yang mendatangkan dosa besar (fahisyah).
6. Pelaku sodomi dikenakan hukuman ta’zir yang tingkat hukumannya maksimal hukuman mati.
7. Aktifitas homoseksual selain dengan cara sodomi (liwath) hukumnya haram dan pelakunya dikenakan hukuman ta’zir.
8. Aktifitas pencabulan, yakni pelampiasan nasfu seksual seperti meraba, meremas, dan aktifitas lainnya tanpa ikatan pernikahan yang sah, yang dilakukan oleh seseorang, baik dilakukan kepada lain jenis maupun sesama jenis, kepada dewasa maupun anak, hukumnya haram. Pelaku pencabulan seperti ini dikenakan hukuman ta’zir.
10. Dalam hal korban dari kejahatan (jarimah) homoseksual, sodomi,
dan pencabulan adalah anak-anak, pelakunya dikenakan pemberatan hukuman hingga hukuman mati.
11. Melegalkan aktivitas seksual sesama jenis dan orientasi seksual
menyimpang lainnya adalah haram.
Sumber: Fatwa MUI Nomor 57 Tahun 2014 tentang Lesbian, Gay, Sodomi, dan Pencabulan.
9. Pornografi
Pornografi masih menjadi persoalan bangsa sampai sekarang. Terlebih di era kebebasan informasi yang semakin sulit dikendalikan. Konten-konten porno kian mudah diakses masyarakat. Meskipun pemerintah sudah berupaya mengantisipasinya, tetap saja konten-konten pornografi terus bermunculan. Bagaimana MUI melihat persoalan pornografi?
Jawab:
MUI telah mengeluarkan fatwa tentang pornografi dan pornoaksi sebagai berikut:
1. Menggambarkan, secara langsung atau tidak langsung, tingkah laku secara erotis, baik dengan lukisan, gambar, tulisan, suara, reklame, iklan, maupun ucapan, baik melalui media cetak maupun elektronik yang dapat membangkitkan nafsu birahi adalah haram.
2. Membiarkan aurat terbuka dan atau berpakaian ketat atau tembus pandang dengan maksud untuk diambil gambarnya, baik untuk dicetak maupun divisualisasikan adalah haram.
3. Melakukan pengambilan gambar sebagaimana dimaksud angka 2 adalah haram.
4. Melakukan hubungan seksual atau adegan seksual di hadapan orang, melakukan pengambilan gambar hubungan seksual atau adegan seksual, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan melihat hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram.
5. Memperbanyak, mengedarkan, menjual, membeli dan melihat atau meperlihatkan gambar orang, baik cetak atau visual, yang terbuka auratnya atau berpakaian ketat atau tembus pandang yang dapat membangkitkan nafsu birahi, atau gambar hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram.
6. Berbuat intim atau berdua-duaan (khalwat) antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahramnya, dan perbuatan sejenis lainnya yang mendekati dan atau mendorong melakukan hubungan seksual di luar penikahan adalah haram.
7. Memperlihatkan aurat, yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi laki-laki dan bagian tubuh selain muka, telapak tangan, dan telapak kaki bagi perempuan, adalah haram, kecuali dalam hal-hal yang dibenarkan secara syar’i.
8. Memakai pakaian tembus pandang atau ketat yang dapat memperlihatkan lekuk tubuh adalah haram.
9. Melakukan suatu perbuatan dan/atau suatu ucapan yang dapat mendorong terjadinya hubungan seksual di luar penikahan atau perbuatan sebagimana dimaksud angka 6 adalah haram.
10. Membantu dengan segala bentuknya dan atau membiarkan tanpa pengingkaran perbuatan-perbuatan yang diharamkan di atas adalah haram.
11. Memperoleh uang, manfaat, dan atau fasilitas dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan di atas adalah haram.
Sumber: Fatwa MUI Nomor 287 Tahun 2001 tentang Pornografi dan Pornoaksi
10. Waria
Fenomena waria atau laki-laki berpenampilan wanita sampai saat ini masih marak. Bahkan, di beberapa tempat, digelar kontes waria. Di Makassar, Sulawesi Selatan, misalnya, pada pertengahan November 2023, sempat berlangsung kontes waria. Tentu saja Makassar bukan satu-satunya tempat digelarnya kontes waria. Beberapa tempat lain di Indonesia juga sempat menggelar kontes serupa. Lalu apakah MUI telah mengeluarkan fatwa tentang fenomena ini?
Jawab
1. Waria adalah laki-laki dan tidak dapat dipandang sebagai kelompok (jenis kelamin) tersendiri.
2. Segala perilaku waria yang menyimpang adalah haram dan harus diupayakan untuk dikembalikan pada kodrat semula.
3. Departemen Kesehatan dan Departemen Sosial RI untuk membimbing para waria agar menjadi orang yang normal, dengan menyertakan para psikolog.
4. Departemen Dalam Negeri RI dan instansi terkait lainnya untuk membubarkan organisasi waria.
Sumber: Fatwa MUI tentang Kedudukan Waria yang dikeluarkan di Jakarta pada Nopember 1997
CATATAN
* Artikel ini menjadi bahan dari Buku Pintar Problematika Keumatan yang diterbitkan MUI Pusat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat