Kamis, 29 Desember 2022

Sayonara Koran Republika

Senin, 16 Maret 2020, sekretaris redaksi Harian Republika mengontak saya. "Kami mohon maaf dengan terpaksa harus menunda (rencana menerima) kunjungan tamu karena wabah covid 19 yang makin meluas sampai waktu yang memungkinkan. Sekali lagi mohon maaf."

Contoh lembar print out Koran Republika setelah diperiksa oleh redaktur.

Saat itu saya memang berencana membawa sekitar 30 mahasiswa berkunjung ke redaksi Koran Republika. Saya ingin memperkenalkan kepada para mahasiswa tersebut seperti apa dapur redaksi sebuah koran nasional. Saya ingin mereka tahu bagaimana proses membuat sebuah koran, mulai dari menulis, mengedit, mendesain, memeriksa print out, hingga mengirimkan ke percetakan.

Qadarallah, ketika itu wabah covid datang menyerang. Semua kantor tutup, termasuk kantor redaksi media. Saya mengabarkan dengan berat hati kepada para mahasiswa tentang penundaan rencana kunjungan tersebut. Meskipun mereka kecewa, namun mereka masih mau bersabar menunggu minggatnya wabah covid dari negeri ini.

Kamis, 5 Oktober 2022, dua tahun kemudian, saya kembali menghubungi sekretaris redaksi Koran Republika, menagih rencana yang tertunda dua tahun lalu. Wabah covid sudah mulai mereda. Barangkali, pikir saya, pihak Republika sudah bisa menerima tamu para mahasiswa.

Tapi lagi-lagi kami belum beruntung. "Sekarang ini kunjungan masih fifty-ffty (50 persen)," jawab sang sekretaris redaksi. Itu berarti, saya tetap tak bisa membawa mahasiwa saya ke sana. Kalau pun dipaksakan, kami hanya bisa bertemu dengan segelintir orang saja. Apalagi, kata sang Sekretaris, ruang redaksi selama wabah covid sampai saat ini tidak pernah dipakai lagi. "Gak layak dilihat," katanya

Ya sudahlah! Saya memutuskan untuk menunda kembali rencana kunjungan ini. Barangkali Allah Ta'ala sedang menguji kesabaran para mahasiswa untuk dapat melihat dapur redaksi koran yang pernah dimiliki oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) ini.

Lalu, Rabu, 14 Desember 2022, beredar sebuah surat "perpisahan" dari menejemen Koran Republika. Mereka akan berhenti terbit, beralih sepenuhnya ke edisi online. Saya sempat tercenung membaca itu dan teringat dengan para mahasiwa yang ingin sekali melihat dapur redaksi koran Republika.

Ketika saya bicara di depan mereka, serentak mereka berkata, "Yaaaaaa..."

Saya menghibur mereka dengan mengatakan bahwa kini media bukanlah hal yang paling penting. Saat ini, konten-lah yang menjadi raja, bukan media. Kemudahan teknologi membuat kita bisa dengan mudah membuat media, tapi belum tentu kita bisa membuat konten dengan baik.

Belajarlah membuat konten, nak! Kelak, jika engkau sudah pandai,  media yang akan mengejar-ngejarmu ... ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat