Ayah identik dengan kepala keluarga. Dialah yang berkewajiban mencari nafkah untuk seluruh anggota keluarganya. Karena itu, ayah seringkali identik dengan orang yang selalu keluar rumah. Terkadang ayah sudah harus pergi pagi-pagi sekali dan pulang ketika sudah malam.
Kedekatan ayah dan anak akan membantu komunikasi antar keduanya. |
Ini berbeda dengan ibu. Ia tak diberi kewajiban mencari nafkah. Karena itu, seorang ibu biasanya punya cukup waktu untuk berada di rumah bersama anak-anaknya.
Namun, dengan semua kondisi itu, apakah seorang ayah tak harus dekat dengan anaknya? Tentu harus! Meskipun ia dituntut mencari nafkah di luar rumah, bukan berarti ia terbebas dari kewajiban membersamai anak-anaknya. Tetap saja ia harus bisa membangun komunikasi yang baik dengan buah hatinya.
Al-Qur'an justru banyak memberi kisah komunikasi antara ayah dan anak, jauh lebih banyak dibanding komunikasi antara ibu dan anak. Setidaknya, ada 14 dialog menggugah antara ayah dan anak di dalam al-Qur'an. Itu menyiratkan bahwa seorang ayah harus pandai berbicara dengan anaknya.
Dialog paling mashur adalah antara Lukman dan putranya. Ini tergambar dalam al-Qur'an surat Lukman [31] ayat 13 dan 16 hingga 19:
وَإِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar."
يٰبُنَىَّ إِنَّهَآ إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِى صَخْرَةٍ أَوْ فِى السَّمٰوٰتِ أَوْ فِى الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ
"Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Maha Halus, Maha Mengetahui."
يٰبُنَىَّ أَقِمِ الصَّلٰوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلٰى مَآ أَصَابَكَ ۖ إِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
"Wahai anakku! Laksanakanlah sholat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting."
وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِى الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
"Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri."
وَاقْصِدْ فِى مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوٰتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
"Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai."
Dari dialog di atas kita bisa merasakan adanya kekhawatiran yang amat besar dari seorang ayah bernama Lukman al-Hakim kepada putra kesayangannya. Nasehat seperti itu rasanya tak mungkin terungkap bila antara ayah dan anak tak tercipta kedekatan sebelumnya.
Selain itu, ada juga dialog yang sangat bagus antara Nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Dialog ini juga amat menggugah, menggambarkan betapa patuhnya sang anak memenuhi permintaan sang ayah yang diperintah oleh Rabbnya untuk menyembelih dirinya. Dialog ini terdapat dalam al-Qur'an surat As-Saffat [37] ayat 102:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْىَ قَالَ يٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرٰى فِى الْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰى ۚ قَالَ يٰٓأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِنْ شَآءَ اللَّهُ مِنَ الصّٰبِرِينَ
Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar."
Ada juga dialog amat menarik antara Nabi Yaqub dan anaknya Yusuf, atau dialog yang sangat menyayat hati antara Nabi Nuh a.s. dan putranya, Kan'an.
Jadi, wahai ayah, dekatilah anakmu sesibuk apa pun dirimu. Dengarkan keluh kesahnya ketika ia ingin mengungkapkannya. Peluklah ia ketika merasa ketakutan. Hadirkan dirimu ketika ia membutuhkanmu. Dengan begitu, ia pun akan mendengarkan perkataanmu ketika engkau meminta kepadanya.
Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat