Selasa, 16 Maret 2021

Jangan Biarkan Murobithah Berjuang Sendirian!

Bagaimana perasaan Anda bila di depan rumah Anda ada sebuah masjid, dan Anda bisa melihat kubahnya dengan jelas, namun Anda tak diizinkan memasukinya? Sedih, sudah pasti! 


Rasa sedih itu akan bertambah berkali-kali lipat bila ternyata masjid tersebut adalah satu di antara tiga masjid di dunia ini yang diperbolehkan Allah Ta'ala untuk bersusah-susah mendatanginya. Rasa itu bahkan berubah menjadi geram manakala pihak yang tidak membolehkan Anda mendatangi masjid yang penuh berkah itu adalah tentara Zionis Israel.

Adalah Zena Said, warga Palestina yang tinggal di kawasan Al-Quds, yang merasakan kesedihan dan kegeraman luar biasa itu. Rumahnya tak jauh dari Masjid al-Aqsha. Tak sampai sepelemparan batu. 

Namun, kata Zena saat bercerita dalam webinar bertajuk Duka Perempuan dan Anak al-Quds yang diselenggarakan oleh Koalisi Perempuan Indonesia untuk Al-Quds dan Palestina Sabtu (13/3/2021), ia dan sejumlah perempuan Palestina tak boleh lagi mendekati Masjid al-Aqsha. Padahal sebelumnya Zena adalah perempuan penjaga al-Aqsha (murobithah). 

Murobithah sebetulnya tidak berbahaya secara fisik. Sebab, kata Zena, mereka tidak dibekali senjata apa pun. Tugas mereka hanya berjaga-jaga agar masjid al-Aqsha tidak kosong. Mereka berjaga selama 24 jam. Bergantian. Jika salah satu dari mereka keluar dari masjid maka akan selalu ada yang masuk menggantikannya. 

Di dalam masjid tersebut para murobithah ini melakukan kegiatan apa saja. Mulai dari membaca al-Qur'an, mengikuti taklim, bahkan juga memasak dan mengajar anak-anak mereka. Namun, ketika ada orang Yahudi yang mendekat ke Masjid al-Aqsha, mereka akan sigap untuk meneriakkan takbir sehingga orang-orang Yahudi ini segera menjauh ketakutan. 

Selain itu, para murobithah ini gencar memberi nasehat kepada warga Palestina yang berdiam di tanah al-Quds, khususnya di sekitar Masjid al-Aqsha, agar tidak tergiur bujuk rayu Zionis Yahudi untuk menjual tanahnya. Justru mereka harus bertahan agar tanah kaum Muslim tidak dicaplok oleh Yahudi sehingga akses untuk memasuki Masjid al-Aqsha kian sulit.

Meski para murobithah ini tak memanggul senjata, namun tentara Zionis begitu takut dengan aksi mereka. Tak heran bila para murabithah ini menjadi target utama tentara Zionis untuk diciduk. Bila ada indikasi pelanggaran sedikit saja, mereka langsung ditangkap. Lalu, nama mereka dimasukkan dalam daftar hitam dan dilarang memasuki Masjid al-Aqsha lagi. 

Inilah yang terjadi dengan Zena. Suatu hari beberapa tahun silam, ia dipukul dengan senjata oleh tentara Zionis Yahudi sampai pingsan.  Tulang rahang dan giginya patah. Lalu, namanya dimasukkan dalam daftar hitam.

Menurut Zena, bangsa Yahudi akan menjalankan apa saja untuk merebut al-Quds dari kaum Muslim. Mereka berupaya agar Kota al-Quds hanya dihuni oleh kaum Yahudi saja. "Mereka ingin menghilangkan Islam dari al-Quds," kata Zena.

Mereka juga mengintimidasi kaum Muslim yang masih bermukin di Kota al-Quds. Mereka kerap menghancurkan rumah-rumah kaum Muslim dengan alasan tak memiliki izin. Padahal, Israel sendiri tidak memberi izin kepada warga Palestina untuk mendirikan bangunan. 

Saat mereka menghancurkan rumah-rumah warga Palestina, kata Zena lagi, mereka tak peduli apakah di dalamnya ada anak-anak dan wanita, atau ada orang yang sakit. Rumah mereka tetap dihancurkan dengan alat-alat berat. 

Namun, beberapa dari kaum Muslim tetap bertahan di tanah miliknya. Mereka mendirikan tenda di antara puing-puing rumah mereka yang roboh. Mereka tidak ingin al-Quds pada akhirnya jatuh ke tangan Yahudi. 

Rumah Zena juga tak luput dari penghancuran. Untunglah dia masih bisa mempertahankan setengahnya.  

Selain itu, kata Zena, tentara Zionis sering menculik anak-anak mereka. Setiap kali para ibu melepas anak-anaknya ke sekolah, mereka sering merasa khawatir apakah anaknya akan pulang atau hilang. Zena sendiri kehilangan buah hatinya yang berusia 10 tahun. Ia tak tahu di mana anaknya kini berada.  Ia khawatir, anaknya disesatkan akidahnya, atau dirusak otaknya. Zena lebih memilih anaknya syahid ketimbang anaknya diculik lalu dirusak akidahnya. 

"Saya tidak bisa menggambarkan bagaimana menderitanya anak-anak dan wanita di Kota al-Quds. Sebab, realitanya akan lebih dari yang saya gambarkan," jelas Zena.

Masjid al-Aqsha, tempat terjadinya Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW, adalah masjid yang penuh dengan keberkahan. Allah Ta'ala berfirman dalam al-Qur'an surat al-Isra [17] ayat 1, "Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari MAsjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat."

Para murobithah, dengan segala keterbatasannya, telah memantaskan dirinya di hadapan Allah Ta'ala bahwa mereka benar-benar penjaga al-Aqsha. Lalu di mana kita saat mereka berjuang? Jangan biarkan mereka berjuang sendirian. ***


(Dimuat di situs www.hidayatullah.com Senin, 15/3/2021)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat