Senin, 22 Februari 2021

Agar Selamat, Bersamalah dengan Orang-orang Sabar

Jalan yang lurus adalah jalan wali Allah, bukan jalan wali setan. Jalan ini ditempuh oleh orang-orang yang beriman, bertakwa, dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW.  

Adapun jalan yang bengkok ditempuh oleh wali setan, yakni orang-orang yang menuruti kehendak setan, seperti berbuat kefasikan, kekafiran, kesyirikan, menyimpang dari ajaran yang disampaikan Rasulullah SAW, dan tidak mengikuti beliau secara lahir dan batin.

Para wali Allah, sepanjang hidupnya, akan diuji oleh Allah Ta'ala, baik berupa musibah, kesedihan, godaan, dan gangguan, untuk melihat sejauh mana mereka taat kepada Allah Ta'ala dan tetap berada di jalan yang lurus, jalan yang akan membawa mereka kembali pulang ke kampung halamannya di surga.

Allah Ta'ala telah berfirman dalam al-Qur'an surat Al-'Ankabut [29] ayat 2 dan 3, "Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, 'Kami telah beriman' dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta."

Dalam ayat lain Allah Ta'ala berfirman, "Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu? ..." (Al-Baqarah [2]: 214)  

Jadi, jalan lurus menuju surga sudah pasti banyak ujian, gangguan, cobaan, dan godaan. Semua itu hanya bisa dilewati dengan sabar. 

Sabar menjadi senjata yang ampuh agar kita tetap berada di jalan yang benar sembari terus menerus mengajak orang lain untuk mengikuti jalan kita.  Sabar menjadi kunci agar kita bisa sampai pada akhir perjalanan yang lurus, yakni surga, bersama orang-orang yang kita sayangi dan kita kasihani.

Namun, para wali Allah yang memilih jalan lurus ini, menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam bukunya Al Furqan baina Auliya ir-Rahman wa Auliya isy-Syaithaan, tidaklah ma'shum (terjaga dari kesalahan). Mereka juga manusia biasa yang bisa berbuat salah dan tergelincir. 

Mereka pun memiliki iman yang tidak sama. Ada yang tingkatannya tinggi, namun ada pula  yang rendah. Yang tertinggi adalah para Nabi, dan yang rendah adalah orang-orang biasa yang hanya menunaikan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah Ta'ala kepada mereka serta mengerjakan apa-apa yang dibolehkan oleh-Nya.

Karena itu, agar kita tetap mampu bersabar menghadapi ujian, godaan, dan gangguan, Allah Ta'ala memberi solusi sebagaimana disebutkan dalam al-Qur'an surat al-Kahfi [18] ayat 28, "Dan bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya, dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia, dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya itu melewati batas.

Inilah petunjuk agar kita tetap bisa bersabar dalam taat kepada Allah Ta'ala. Kita harus selalu bersama-sama orang yang taat. Kita musti bersahabat dengan orang-orang yang selalu menasehati kita dalam ketaatan dan kesabaran. Wa tawaashou bil haqqi wa tawaashou bish-shobr. (Al Asr [103]: 3).  

Rasulullah SAW sendiri mengingatkan, sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Abu Daud dan Tirmidzi, “Seseorang mengikuti agama kawannya. Karena itu, lihatlah olehmu siapakah yang menjadi kawanmu.” 

Sahabat dalam ketaatan akan selalu mengingatkan kita kepada janji-janji Allah Ta'ala berupa pahala tanpa batas untuk orang-orang yang sabar. Allah Ta’ala berfirman, “Hanya orang-orang yang bersabar yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (Az-Zumar [39]: 10)

Manakala kita telah berupaya untuk bersabar, dan dikelilingi oleh orang-orang yang sabar dalam ketatan kepada Allah Ta'ala, maka lama kelamaan rasa sabar akan menjadi karakter kita. Ketaatan bukan lagi menjadi beban atau sekadar penggugur kewajiban, namun menjelma menjadi kenikmatan. 

Sebagaimana seseorang yang melaksanakan shalat, maka pada awalnya itu sekadar untuk menggugurkan kewajibannya. Namun jika ia jujur dalam niatnya, yakni untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala, maka Allah Ta'ala akan menumbuhkan iman dalam dirinya. Lama kelamaan shalat akan menjadi kebutuhannya, Demikianlah Islam mengajarkan kepada kita bahwa iman akan meningkat dengan sebab ketaatan yang bertambah.

Tanyakanlah kepada mereka yang rajin mengerjakan shalat malam sebagaimana Rasulullah SAW dahulu kala, apa yang menyebabkan mereka melakukan itu? Apa yang membuat mereka gelisah manakala ia meninggalkan satu kali saja shalat malam? Jawabnya, tentu karena mereka merasa butuh dengan semua itu. Terlebih ketika mereka tengah didera oleh ujian demi ujian. Mereka butuh berkeluh kesah di hadapan Allah Ta'ala seraya memohon kekuatan dan pahala atas kesabaran mereka. 

Wallahu a'lam. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat