Senin, 07 Desember 2020

Ridho Allah, Itulah Tujuan Hidup

Tegaknya peradaban Islam adalah visi kita bersama. Namun, jangan keliru! Ia bukan tujuan hidup kita. Sebab, peradaban Islam --dengan atau tanpa kita-- pasti akan tegak. Ini sudah dinyatakan oleh Rasulullah SAW dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad ibn Hambal. Bukankah sesuatu yang pasti tak tepat bila dijadikan tujuan?

Lalu, apa sebenarnya tujuan hidup kita? Beribadah kepada Allah Ta'ala. Itulah tujuan hidup kita, sebagaimana disebutkan oleh Allah Ta'ala dalam al-Qur'an surat Az-Zariyat [51] ayat 56, "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."

Ibadah, secara bahasa, berarti tunduk. Dalam makna yang lebih luas, para ulama menyatakan ibadah mencakup seluruh apa yang diridhoi oleh Allah Ta'ala.  Inilah bahasa lain dari tujuan hidup manusia. Apa pun yang membuat Allah Ta'ala ridho, akan kita lakukan dengan segala ketundukan.

Salah satu hal yang membuat Allah _Ta'ala_ ridho adalah keterlibatan kita dalam proses membangun peradaban mulia sebagaimana dulu Rasulullah SAW membangun peradaban Madinah. Namun, proses ini tak bisa dijalankan secara tergesa-gesa. Proses ini akan panjang dan perlu tahapan yang benar agar betul-betul sempurna.

Tahapan awal, jika merujuk perjalanan Rasulullah SAW, adalah ber-iqro, yakni membaca dan memahami siapa itu Rabb, apa yang diperintahkan oleh-Nya, dan apa pula yang dilarang oleh-Nya. Pemahaman ini harus diikuti oleh ketaatan untuk mematuhinya. 

Tahap selanjutnya, kita harus berdakwah, mengajak orang lain untuk meniti jalan lurus bersama kita, jalan yang pernah dilalui oleh para Nabi. 

Jalan para Nabi tak pernah mudah, demikian pula jalan dakwah yang kita ikuti ini. Sebab, menurut Rasulullah SAW dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, orang yang paling berat cobaannya adalah para Nabi. Setelah itu orang-orang shaleh sesuai tingkat kesalehannya. Bila ia kuat, akan ditambah cobaan baginya. Bila ia lemah dalam agamanya, akan diringankan cobaan baginya.

Ibnu Taimiyyah juga menyatakan hal serupa dalam al-Ubudiyyah. Menurutnya, orang-orang yang paling keras cobaannya adalah para Nabi, kemudian yang paling menyerupai para Nabi, lalu yang paling menyerupai lagi.

Karena itu, dakwah butuh kesabaran. Mereka bakal menemui banyak rintangan. Bahkan, boleh jadi mereka akan berhadap-hadapan dengan orang tuanya sendiri, anak kandungnya, pasangan hidupnya, atau orang-orang yang dicintainya. 

Dari proses dakwah inilah akan terbangun lingkungan yang memiliki tatanan sesuai petunjuk wahyu. Mulai dari lingkungan terkecil seperti keluarga, lama kelamaan, jika Allah Ta'ala menghendaki, membesar dan bertambah banyak.

Dulu pun demikian. Rasulullah SAW membangun lingkungn kecil di Madinah yang berpusat di Masjid Nabawi. Lalu perlahan-lahan mulai meluas hingga ke seluruh Madinah. Kemudian membesar hingga ke wilayah-wilayah sekitar Madinah. Bahkan, pada zaman Umar bin Khaththab, wilayah Islam semakin meluas, meliputi semenanjung Arabia, Palestina, Suriah, Irak, Persia, dan Mesir.

Namun, karena ini butuh proses yang lama, boleh jadi sepanjang hidup kita, peradaban Islam tak pernah tegak. Tak mengapa! Sebab, tujuan hidup kita bukan itu. Tujuan hidup kita adalah mencari ridho Allah Ta'ala.

Jika kita ikut terlibat dalam upaya membangun peradaban Islam sebagaimana dulu Rasulullah SAW membangun peradaban Madinah, melewati tahapan-tahapannya dengan sabar, maka isnya Allah, kita telah menjadi pemenang.

Wallahu a'lam



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat