Pengesahan Rancangan Undang Undang Cipta Kerja menjadi Undang Undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (5/10) telah menuai protes banyak pihak. Organisasi Islam Hidayatullah juga menyatakan menolak Undang Undang tersebut.
"Hidayatullah menolak Undang Undang Cipta Kerja karena jauh dari rasa keadilan. Seharusnya pemerintah dan DPR lebih peka terhadap masalah-masalah sosial," jelas Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Hidayatullah, Dr Nashirul Haq, saat ditemui, Jumat (9/10).
Undang Undang tersebut, menurut Nashirul, lebih banyak memihak para pengusaha dan investor asing. Padahal, menurut amanah UUD 1945, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dipergunakkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Selain itu, kata Nashirul lagi, pembahasan RUU Cipta Kerja di DPR tidak mempedulikan aspirasi banyak pihak. Padahal, ormas-ormas Islam sudah lama bersuara menolak rancangan undang-undang ini. Justru yang terjadi, RUU ini disyahkan menjadi UU.
Demonstrasi dan penolakan yang terjadi di banyak tempat dan dilakukan oleh banyak elemen masyarakat, menurut Nashirul, adalah bukti bahwa UU ini tidak mewakili masyarakat secara luas.
UU ini juga mengatur terlalu banyak hal. Bahkan, urusan halal pun ikut diurusi oleh Undang Undang ini. Jadi semestinya, pembahasannya pun tidak gegabah dan tidak buru-buru.
Belum lama ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan rilis menolak UU ini. Begitu juga dua ormas Islam besar di Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, serta ormas-ormas Islam lainnya.
Dulu, ujar Nashirul, saat negara ini dibangun, ulama selalu didengarkan pendapatnya oleh pemerintah. Bahkan, dalam merumuskan dasar negara pun, pemerintah mendengarkan kata-kata ulama.
Sekarang, jika pemerintah tak lagi peduli dengan perkataan ulama, maka habislah keberkahan negeri ini. "Kita khawatir keberkahan negeri ini hilang karena pemerintahnya sudah tak peduli lagi dengan ulama," jelas Nashirul. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat