Kamis, 25 Juni 2020

Janji Manusia Kepada Rabbnya

Jauh sebelum anak keturunan Nabi Adam Alaihissalam (AS) lahir ke dunia, mereka telah dikumpulkan oleh Allah Ta'ala guna diambil kesaksiannya. Ini diceritakan oleh Allah Ta'ala dalam al-Quran surat Al 'Araaf [7] ayat 172 dan 173.

Dalam ayat tersebut Allah Ta'ala menyatakan bahwa ketika itu seluruh manusia dikeluarkan oleh Allah Ta'ala dari tulang sulbi (tulang belakang) Adam AS. Beberapa hadits menjelaskan bahwa peristiwa ini terjadi tepat pada Hari Arafah.

Setelah keluar, semua manusia ditanya oleh Allah Ta'ala, "Bukankah Aku ini Tuhan kalian?"  Semua manusia ketika itu menjawab, "Betul (Engklau Tuhan kami). Kami menjadi saksi." 

Dengan jawaban ini maka seharusnya kelak di Hari Kiamat tidak ada lagi manusia yang mengatakan, "Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini," (merujuk Al Araaf [7] ayat 172).

Atau, tak ada lagi manusia yang bilang, "Sesungguhnya nenek moyang kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sementara kami adalah keturunan yang datang setelah mereka. Maka apakah Engkau (ya Allah) akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang dahulu yang sesat?" (merujuk Al 'Araaf [7] ayat 173).

Alasan-alasan seperti itu otomatis terbantahkan manakala manusia diingatkan kembali pada persaksiannya dahulu kala.

Kemudian Allah Ta'ala memasukkan ruh ke dalam jasad manusia. Lalu, selama 9 bulan manusia berada dalam kandungan ibunya. Setelah itu barulah manusia lahir ke atas dunia dalam keadaan menangis. 

Manusia lahir dalam keadaan fitrah. Ini dijelaskan oleh Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan tertulis dalam Kitab Sahihain,  "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (riwayat lain menyatakan dalam memeluk agama Islam). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi atau Nasrani,atau Majusi."

Al-Aswad ibnu Sari dari kalangan Bani Sad, sebagai mana tertulis dalam tafsir Ibnu Katsir tentang surat Al Araaf [7] ayat 172, menceritakan bahwa ia pernah ikut berperang bersama Rasulullah SAW sebanyak 4 kali. Pada suatu peperangan, pasukan kaum Muslim membunuh anak-anak setelah pasukan mussuh terlebih dahulu dibunuh.

Ketika cerita ini sampai kepada Rasulullah SAW maka beliau bersabda, "Apakah gerangan yang telah terjadi pada kaum (Muslim) sehingga mereka tega membunuh anak-anak?"

Seorang laki-laki dari pasukan kaum Muslimin menjawab, "Bukankah mereka adalah anak-anak orang-orang musyrik, wahai Rasulullah?"

Rasulullah SAW menjawab, "Sesungguhnya orang-orang terpilih di antara kalian pun adalah anak-anak orang-orang musyrik. Ingatlah, sesungguhnya tidak ada seorang anak pun yang dilahirkan melainkan dalam keadaan suci. Ia masih tetap dalam keadaan suci sampai lisannya dapat berbicara. Lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani."

Selain kedua orang tuanya, pihak yang juga berperan menjauhkan manusia dari fitrahnya adalah setan. Ini dijelaskan juga oleh Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh Iyad Ibnu Himar dan tertulis dalam Shahih Muslim.  Rasulullah SAW mengutip perkataan Allah Ta'ala, "Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanif (cenderung kepada agama yang hak). Lalu datanglah setan untuk menyesatkan manusia dari agamanya dan mengharamkan apa-apa yang telah Aku halalkan kepada mereka."

Di surat Al Araaf [7] ayat 175, Allah Ta'ala juga mengatakan, "Dan bacakanlah (Muhammad) kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan ayat-ayat Kami kepadanya, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan (sampaidia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang yang sesat."

Namun, setelah manusia lahir, kedua orang tuanya menyesatkannya, dan setan juga menjauhkannya dari fitrahnya, manusia masih bisa kembali ke jalan yang lurus atas izin Allah Ta'ala. Syaratnya, ia mau membuka hatinya untuk mengikuti jalan fitrah. 

Allah Ta'ala berfirman dalam al-Quran surat Ar Ruum [30] ayat 30, "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah."

Jadi, sejatinya, manusia sudah paham bahwa Dzat yang Maha Kuasa itu adalah Allah Azza wa Jalla. Tak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah Ta'ala

Namun, ketika manusia turun ke dunia, mereka lupa. Mereka ingkari hal tersebut. Bahkan mereka tetap saja ingkar meskipun Allah Ta'ala telah tunjukkan kepada mereka kekuasaan-Nya lewat para Nabi dan Rasul, juga lewat mukzizat yang diturunkan kepada Muhammad SAW, yakni al-Quran. 

Wallahu alam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat