Kamis, 24 Oktober 2019

Tabayyun

Perintah al-Qur'an paling banyak dirujuk ketika membahas tabayyun adalah surat Al Hujurat [49] ayat 6. Perintah itu berbunyi:

Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang kepada kalian orang fasiq membawa berita, maka periksalah dengan teliti, agar kalian tidak menuduh suatu kaum dengan kebodohan, lalu kalian menyesal akibat perbuatan yang telah kalian lakukan.”

Turunnya ayat ini, menurut tafsir Ibnu Katsîr, dilatarbelakangi oleh peristiwa yang dialami oleh kepala suku Bani Mushthaliq bernama al-Hârits ibnu Dhirâr al-Khuzâ`i, dan salah seorang Sahabat bernama al-Walîd ibnu `Uqbah. Peristiwa ini diriwayatkan oleh banyak jalur, satu di antaranya dari Imam Ahmad.

Pada suatu hari Al-Hârits mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) dan menyatakan ke-Islamannya. Kemudian ia berkata kepada Rasulullah SAW, "Wahai Rasulullah (SAW), aku akan pulang untuk mengajak kaumku berislam lalu berzakat. Siapa yang menerima, akan aku kumpulkan zakatnya. Silahkan engkau kirimkan utusan kepadaku untuk membawa zakat itu kepadamu.”

Setelah beberapa saat lamanya zakat dari masyarakat Bani Mushthaliq benar-benar terkumpul. Namun, pada tempo yang telah ditentukan, utusan Rasulullah SAW yang seharusnya datang untuk mengambil zakat tersebut tak kunjung tampak.

Al-Hârits lalu mengira bahwa Allah Ta,'ala dan Rasul-Nya marah.  Ia pun bergegas mengumpulkan kaumnya yang kaya dan berkata, “Dulu Rasulullah (SAW) pernah menentukan waktu untuk memerintahkan utusannya agar mengambil zakat yang ada padaku. (Sampai saat ini utusan tersebut tidak datang) sedangkan Rasulullah (SAW) tak pernah menyelisihi janjinya. Tidak mungkin utusannya ditahan kecuali karena adanya kemarahan Allah dan Rasul-Nya. Maka dari itu, mari kita mendatangi Rasulullah (SAW).”

Rupanya, belum lama ketika itu, Rasulullah SAW telah mengutus al-Walîd ibnu `Uqbah untuk mengambil zakat Bani Mushthaliq. Tapi, di tengah jalan, al-Walîd ketakutan. Ia pun kembali kepada Rasulullah SAW sembari mengatakan, “Wahai, Rasulullah! Al-Hârits menolak menyerahkan zakatnya, bahkan hendak membunuhku."

Mendengar laporan ini marahlah Rasulullah SAW dan langsung mengutus pasukan untuk memberi peringatan kepada al-Hârits. Sementara itu, al-Hârits telah berangkat bersama kaumnya.

Di suatu tempat, bertemulah dua pasukan itu dan terjadilah dialog. Pemimpin pasukan yang diutus Rasulullah SAW berkata,  “Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah mengutus al-Walîd ibnu `Uqbah, dan ia melaporkan bahwa engkau menolak membayar zakat, bahkan ingin membunuhnya”.

Al-Hârits menyahut, "Tidak benar itu. Demi Allah yang telah mengutus Muhammad (SAW) dengan sesungguhnya aku tidak pernah melihatnya sama sekali, apalagi datang kepadaku."

Setelah al-Hârits menghadap Rasulullah SAW dan menjelaskan duduk persoalannya maka turunlah surat al-Hujurât ayat 6 ini.

Ayat ini diawali dengan seruan kepada ahlul-îmân. Sebab, kata Ibnu Katsir dalam tafsirnya, peristiwa ini memang terjadi pada orang-orang yang beriman, bahkan termasuk Rasulullah SAW sendiri.

Cerita ini juga sebuah pelajaran berharga buat kita bahwa kesalahan seperti ini, baik menyampaikan berita bohong atau mempercayai berita bohong, bisa terjadi pada siapa saja.

Memang, ayat tersebut menyebut khusus kepada orang fasiq, yakni orang yang keluar dari ketaatan kepada Allah Ta'ala. Namun, tidak semua perbuatan orang fasiq mengeluarkan pelakunya dari Islam. Ada juga fasiq kecil yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam, seperti berbohong dan mengadu domba.

Lantas, apa makna tabayyun itu sendiri? Ath-Thabari menyatakan, tabayyun bermakna, “Endapkanlah dulu sampai kalian mengetahui kebenarannya, jangan terburu-buru menerimanya.”  Sedangkan Syaikh al-Jazâ`iri memaknainya dengan kalimat, "Telitilah kembali sebelum kalian berkata, berbuat, atau memvonis."

Wallahu a'lam ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat