Minggu, 10 Juni 2018

Meraih Ampunan Ramadhan

"Celakalah!" kata Malaikat Jibril suatu ketika saat Rasulullah SAW hendak menaiki mimbar dan kakinya baru menginjak anak tangga pertama.

"(Celakalah) orang yang menjumpai Ramadhan namun tidak diampuni (dosa-dosanya)."

Rasulullah SAW saat mendengar doa ini, sebagaimana dikisahkan dalam Hadis yang diriwayatkan oleh al-Hâkim dalam Al-Mustadrak, langsung berujar, "Aamiin."

Bila menyimak doa Malaikat Jibril ini maka sepertinya ampunan dari Allah SWT menjadi standar capaian Ramadhan. Sebab, jika Ramadhan telah berlalu sementara kita tak juga mendapat ampunan dari Allah SWT, maka "Celakalah kita!"

Kesimpulan ini semakin diperkuat oleh dua hadits yang redaksinya hampir sama, dan hanya dibedakan lewat satu kata saja, yakni shoma (puasa) pada hadits pertama dan qoma (shalat) pada hadits kedua.

"Man shoma romadhona imanan wahtisaaban ghufira lahu maa taqoddama min dzanbihi" (barangsiapa melaksanakan puasa di bulan Ramadhan dengan keimanan dan keikhlasan, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu). Ini hadits pertama.

"Man qoma ramadhona imanan wahtisaaban ghufira lahu maa taqaddama min dzanbihi." (barangsiapa menegakkan shalat di bulan Ramadhan dengan keimanan dan keikhlasan, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu). Ini hadits kedua.

Puasa dan shalat adalah dua aktivitas utama selama Ramadhan. Puasa di siang hari dan shalat di malam hari. Kedua amalan ini, menurut kedua hadits di atas, bermuara pada tujuan yang sama, yakni ampunan dari Allah SWT. Lagi-lagi ampunan menjadi tujuan dari dua amalan utama Ramadhan.

Cerita ketiga kian menguatkan kesimpulan kita bahwa upaya menggapai ampunan menjadi target utama Ramadhan. Suatu ketika, menurut hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah, 'Aisyah RA bertanya pada Rasullullah SAW. "Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku ketepatan mendapatkan Lailatul Qodar? Apa yang harus aku ucapkan?"

Rasulullah SAW menjawab, "Ucapkanlah, 'Allahuma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni (Wahai Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi maaf, Engkau suka memberi maaf, maka maafkanlah aku),'."

Lailatul Qodar adalah puncak keutamaan Ramadhan. Tak semua orang bisa mendapatkannya. Dan, doa yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW jika kita beruntung mendapatkannya --lagi-lagi-- adalah ampunan.

Jadi, jika ampunan menjadi target yang harus dicapai selama Ramadhan, maka pastilah ia merupakan karunia amat besar dari Allah SWT yang harus kita gapai. 

Kita mungkin tak menyadari besarnya anugerah ini sehingga sering kita abai menggapainya selama Ramadhan. Padahal, seluruh persoalan hidup seringkali muncul karena ada salah yang belum terampuni. 

Ampunan yang belum kita peroleh dari sesama kawan, misalnya, acapkali mengganggu hubungan kita dengan kawan tersebut. Jangankan mendapat bantuan darinya, sekadar disapa pun tidak.

Begitu juga hubungan suami istri, akan terganggu manakala ada perbuatan yang belum termaafkan. Sang istri akan enggan menyuguhkan makanan terbaik pada hari itu jika kita belum meminta maaf secara tulus kepadanya.

Apalagi jika hubungan dengan atasan di kantor terganggu karena ada kesalahan yang belum diampuni. Seluruh urusan akan terasa sulit, bahkan boleh jadi jenjang karier kita akan terhambat meski kita sudah menunjukkan prestasi yang baik.

Nah, jika hubungan sesama mahluk saja bisa menjadi sumber gangguan dalam hidup jika ada hal belum terampuni, lantas bagaimana hubungan kita dengan Allah SWT? Tentulah persoalan hidup akan menjadi lebih rumit, bahkan berimbas pada kehidupan kita setelah mati.

Karena itu, sebelum Ramadhan beranjak pergi, mari kita mintakan dengan sepenuh hati, ampunan kepada Allah SWT. Sebab, kita bukanlah mahluk sempurna yang tak pernah salah. Semoga Allah SWT berkenan mengampuni seluruh dosa kita sehingga ketika Ramadhan usai, kita menjelma seoerti bayi yang baru lahir.

Wallahu a'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat