"Haji, haji, haji ..." teriak petugas keamanan Masjid al-Haram, Makkah, kepada para jamaah yang masih berdiri di pintu keluar dekat bukit Marwah, pada Jumat, 25 September pagi.
Tanggan petugas itu mengayun berkali-kali sebagai isyarat para jamaah harus buru-buru keluar dari tempat itu. Sebab, palang pembatas akan segera ditutup.
Para jamaah yang baru saja usai sa'i dari bukit Safa ke Bukit Marwah, serta bertahalul --menggunting rambut-- tersentak. Mereka buru-buru berlarian melewati palang pembatas yang masih menyisakan celah sempit untuk dilewati. Jika terlambat, konsekuensinya mereka harus keluar lewat jalan memutar yang jaraknya lumayan jauh.
Di antara para jamaah yang berlarian tersebut, ada seorang ibu yang mendorong anaknya di atas kursi roda. Anak tersebut berkebutuhan khusus. Ia tak bisa berdiri, apalagi berjalan. Anak tersebut bernama Alana.
Alana lahir prematur. Dokter yang menangani persalinannya sudah menyerah dan menyatakan Alana sudah meninggal. Sang ibu sudah berniat membawa anaknya pulang. Namun qadarullah, sang bayi yang masih sangat hijau ini muntah. Ia ternyata masih hidup.
Sang ibu lalu dengan sabar membesarkan anaknya. Ke mana-mana, sang buah hati ini dia gendong. Kain panjang selalu terselempang di punggungnya. Ke mana pun sang anak ingin pergi, si ibu dengan sabar membawanya dengan kain itu.
Tahun ini, Alana mendapat anugerah haji dari Kedutaan Besar Arab Saudi. Sang ibu ikut mendampingi. Dan pagi ini, Alana dan ibunya baru saja usai mengerjakan sa'i, lari-lari kecil dari bukit Shafa ke bukit Marwah, sebagaimana dulu dilakoni juga oleh Siti Hajar, ibu Nabi Ismail.
Suara teriakan sang penjaga kian keras. Ibu Alana kian buru-buru. Dalam kerumunan jamaah yang berlarian, kursi roda yang dinaiki Alana berhenti mendadak. Alana terdorong ke depan dan tersungkur ke tanah.
"Ya Allah ..." teriak sang ibu. Ia segera berlari ke depan dan meraih sang buah hatinya dan medekapnya.
Begitulah cinta sang ibu. Cerita sa'i juga adalah cerita tentang cinta. Sa'i adalah kisah sang ibu, Siti Hajar, yang membunuh keputusasaannya untuk mendapatkan air minum buat sang bayi, Ismail, yang kehausan. Cerita sai adalah cerita tentang tekad dan pengharapan yang besar akan datangnya pertolongan Allah SWT.
Cerita sa'i diawali dari Nabi Ibrahim yang menempatkan isteri dan anak kesayangannya seorang diri di padang tandus, tiada tanaman, tiada juga air di dalamnya.
Siti Hajar menerima takdir itu dengan tanpa berkeluh kesah. “Apakah Allah yang menyuruhmu berbuat demikian (wahai Ibrahim)?" tanya Siti Hajar kepada suaminya.
“Benar," jawab Ibrahim.
“Jika demikian, maka Allah tak akan menelantarkan kami," kata Siti Hajar lagi.
Setelah ditinggal sang suami, bayinya yang amat mungil mulai kehausan. Hajar berlari berulangkali dari bukit Shafa ke Marwah untuk mencari air buat sang bayi.
Namun apa yang ia cari tidaklah ia dapatkan di atas Bukit Shafa atau Marwah, atau di tempat ia mengerjakan sa'i. Justru air tersebut Allah SWT munculkan di tempat lain, yakni di depan Ka'bah di bawah kaki sang bayi.
Rupanya Allah SWT hendak menunjukkan kepada kita bahwa ketentuan Allah SWT tak selalu terkait pada hukum sebab dan akibat. Memang, mengupayakan sebab-sebab adalah wajib. Namun, hasil akhir ada di tangan Allah SWT. Kita harus bertawakal.
Inilah cerita sa'i. Cerita yang amat sarat dengan tekad, keyakinan, dan tawakal. Sa'i yang akan dilalui oleh Alana dan ibunya mudah-mudahan membawa mereka ke dalam kehidupan yang penuh barokah di kehidupan sekarang dan kehidupan nanti. ***
(Dipublikasikan oleh Majalah Suara Hidayatullah edisi Oktober 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat