Dalam mata kuliah Perancangan Percobaan (Metoda Statistika), kita mengenal istilah hipotesa awal (Ho).
Kita berusaha sekuat kemampuan untuk menolak hipotesa tersebut. Upaya penolakan ini tak jarang melewati serangkaian percobaan yang panjang dan melelahkan.
Bahkan acap kali kita harus membuat hipotesa-hipotesa tandingan yang kita sebut H1, H2, dan seterusnya.
Dalam dunia jurnalistik ---meski tak sama persis--- ini identik dengan sikap skeptis, atau tak mudah percaya dengan informasi awal yang kita terima.
Sikap tidak langsung percaya ini menyebabkan sang jurnalis harus melakukan klarifikasi dan verifikasi. Tak jarang upaya ini harus melewati serangkaian liputan mendalam (indepth reporting), bahkan reportase investigatif.
Namun, skeptis berbeda dengan sinis. Sinis cenderung berburuk sangka (su'udzon), sedang skeptis tidak. Skeptis hanyalah upaya untuk menghindari kesalahan dalam menyajikan informasi.
Kita berusaha sekuat kemampuan untuk menolak hipotesa tersebut. Upaya penolakan ini tak jarang melewati serangkaian percobaan yang panjang dan melelahkan.
Bahkan acap kali kita harus membuat hipotesa-hipotesa tandingan yang kita sebut H1, H2, dan seterusnya.
Dalam dunia jurnalistik ---meski tak sama persis--- ini identik dengan sikap skeptis, atau tak mudah percaya dengan informasi awal yang kita terima.
Sikap tidak langsung percaya ini menyebabkan sang jurnalis harus melakukan klarifikasi dan verifikasi. Tak jarang upaya ini harus melewati serangkaian liputan mendalam (indepth reporting), bahkan reportase investigatif.
Namun, skeptis berbeda dengan sinis. Sinis cenderung berburuk sangka (su'udzon), sedang skeptis tidak. Skeptis hanyalah upaya untuk menghindari kesalahan dalam menyajikan informasi.
Bahkan, lewat sikap skeptis seringkali lahir karya-karya jurnalistik yang hebat.
Wallahu a'lam ***