Alexander, putra Philips, lahir tahun 356 SM. Kecerdasan dan keberanian sudah melekat pada dirinya sejak ia masih kanak-kanak. Pernah suatu ketika, menurut Syekh Muhammad Khair Ramadhan Yusuf dalam bukunya Dzulqarnain, Sang Penakluk Timur dan Barat, Tinjauan al-Qur'an, Hadits, dan Sejarah, ia ditanya seseorang mengapa tak ikut kompetisi dalam pertandingan olympic? Ia menjawab, "Aku baru akan ikut bila lawanku adalah para raja."
Pada usia 20 tahun, Alexander mengambil alih kepemimpinan Makedonia setelah ayahnya wafat pada 336 SM. Setelah menjadi raja, Alexander menundukkan seluruh wilayah Yunani setelah terlebih dahulu menghancurkan Kota Thebes, memperbudak 30 ribu penduduknya, dan membantai 60 ribu lainnya.
Ada sejumlah sejarawan yang menyatakan bahwa Alexander dari Makedonia ini sebenarnya adalah Dzulkarnain, nama yang pernah muncul dalam al-Qur'an. Namun, melihat kekejamannya di atas, penulis tak meyakini hal ini. Ada juga yang menyatakan bahwa selain Alexander dari Makedonia, ada pula Alexander dari Romawi yang hidupnya terpaut 2000 tahun lebih awal. Alexander inilah yang diyakini sebagai Dzulkarnain, bukan Alexander dari Makedonia. Wallahu a'lam.
Banyak wilayah yang ditaklukkan Alexander. Bahkan para sejarawan menyatakan, tidaklah Alexander melewati suatu kota melainkan dia bertekad menaklukkannya meskipun dia harus menghadapi kesulitan dan serangan militer.
BACA JUGA: Ketika Yahudi di Bawah Naungan Persia
Setelah sejumlah kota ia taklukkan, sampailah ia di pinggir Sungai Taurus, kemudian menyeberang ke Cicilia dan menaklukkan Kota Taras. Setelah itu ia berhadapan dengan Darius III, pemimpin Persia yang menjadi adidaya saat itu.
Persia berhasil ia taklukkan pada tahun 333 SM lewat pertempuran yang sengit. Sebagaimana dikisahkan oleh Syekh Muhammad Khair Ramadhan Yusuf dalam bukunya, ketika pasukan Darius sudah hampir kalah, dua pengawal Darius yang berasal dari Hamdan menikam tuannya dari belakang. Ini dimaksudkan untuk mencari muka kepada Alexander.
Setelah mendengar laporan tentang Darius, Alexander pergi mendatangi raja Persia itu. Dia melihat Darius hampir mati. Alexander turun dari kendaraannya dan duduk di dekat kepala Darius. Dia memberitahu bahwa dia sebenarnya tidak bermaksud membunuh Darius. Apa yang menimpa raja Persia itu semata tidak berasal dari idenya.
Alexander berkata, "Mintakan kepadaku apa yang sekarang kamu pikirkan. Aku akan mengabulkannya."
Darius menjawab, "Aku punya dua permintaan. Pertama, engkau balaskan kejahatan dua pengawal pribadiku. Kedua, engkau bersedia menikahi putriku, Roshanak."
Kedua permintaan itu pun dipenuhi oleh Alexander.
Tahun 332 SM, Alexander bergerak menuju Palestina dan berhasil menaklukkan Gaza. Sebelumnya mereka berhasil menaklukkan Sidon serta Tyre. Kota Tyre, menurut Manshur Abdul Hakim dalam bukunya Bangsa Romawi dan Perang Akhir Zaman, berhasil mereka kuasai dalam pengepungan selama 6 bulan.
BACA JUGA: Kisah Kudeta yang Gagal di Uni Soviet
Pada tahun ini juga, pasukan Aleksander berhasil menaklukkan Mesir yang ketika itu dikuasai oleh orang-orang Persia (ada juga yang menulis peristiwa ini terjadi pada tahun 331 SM). Inilah akhir dari kekuasaan para Fir'aun yang telah dimulai sejak 3200 SM.
Namun, bangsa Mesir merasa senang dengan dibebaskannya mereka dari perbudakan Persia. Rakyat Mesir memuja Raja Alexander bagai penguasa sebelumnya, yakni seorang Fir'aun alias Tuhan.
Oleh Alexander, wilayah Mesir diserahkan kepada Ptolemeus. Ptolemeus menjadi orang pertama dari Dinasti Ptolemeus yang menjadi raja di Mesir. Salah satu keturunannya yang kelak juga menjadi raja di Mesir dan dipuja pula bagai seorang Fir'aun adalah Cleopatra.
Berkat penaklukan Alexander, muncul koloni-koloni Yunani di daerah timur yang berujung pada munculnya budaya baru, yaitu perpaduan kebudayaan Yunani, Mediterania, Mesir, dan Persia yang disebut dengan Peradaban Hellenis atau Hellenisme.
Pengaruh Helenisme juga melanda Palestina. Bahasa Yunani menjadi bahasa resmi Bani Israil di Palestina. Bahkan, pengaruh Yunani masih terasa pada masa setelah kelahiran Nabi Isa a.as. Kitab Injil sempat ditulis dalam bahasa Yunani, bukan bahasa Ibrani.
Sesudah berhasil meruntuhkan kekaisaran Persia, Alexander membangun Kota Alexandria (Iskandariyah) di tepi pantai Laut Tengah, di bagian utara Masir. Kota itu kemudian menjadi titik temu tiga benua (Asia, Afrika, dan Eropa) dan menjadi kota perdagangan yang sangat maju. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat