Selasa, 01 Maret 2016

Penanggulangan Terorisme yang Radikal

"Bagi penuduh wajib membawa bukti. Sedangkan yang mengingkari cukup bersumpah," (kaidah fiqih)

o0o

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mungkin tak memahami dampak dari tindakan mereka yang terburu-buru mengumumkan nama-nama pesantren yang mereka anggap "radikal" dan berbahaya. Hanya berbekal data yang mereka akui masih perlu pembuktian, BNPT sudah mengumumkan nama-nama pesantren tersebut.

Memang, BNPT sempat menyampaikan alasan mengapa telunjuk mereka telah mengarah kepada pesantren-pesantren tersebut. Menurut Kepala BNPT, Saud Usman Nasution, para tervonis teroris pernah nyantri di pesantren-pesantren tersebut, bahkan ada juga yang menjadi pengajar di sana.

Alasan ini tentu lemah bila dijadikan rujukan untuk menstempel sebuah pesantren dianggap berbahaya.  Alumni pesantren-pesantren tersebut ada ribuan, bahkan mungkin ratusan ribu. Jumlah alumni yang bertindak ekstrim dan berbahaya –jikalau memang ada—tentu sangat sedikit. Kebanyakan justru tak berbahaya sama sekali, bahkan mereka banyak memberi manfaat kepada bangsa ini.

Lagi pula, jika benar ada alumni pesantren tersebut yang bertindak ekstrim, perlu pembuktian apakah ajaran ekstrim tersebut mereka dapatkan saat mereka nyantri? Jangan-jangan ajaran ekstrim tersebut mereka dapatkan di luar pesantren, bukan dari dalam pesantren.

Wajar bila kemudian tindakan gegabah ini menuai protes dari masyarakat, utamanya para alumni pesantren tersebut.  Mereka keberatan dengan stigma negatif yang dialamatkan kepada almamater mereka, juga kepada pesantren secara keseluruhan.

Sejumlah tokoh juga berpendapat sama. Gus Sholah, sebutan untuk Sholahuddin Wahid, adik mantan presiden Abdurrahman Wahid, misalnya. Ia menyatakan tindakan BNPT yang terburu-buru ini berpotensi menciptakan persepsi masyarakat yang keliru kepada pesantren.

Mahfud MD, mantan ketua Mahkamah Konstitusi, juga berpendapat serupa. Menurutnya, BNPT telah melakukan langkah berbahaya dengan setengah hati mengumumkan 19 pesantren yang dicurigai mengajarkan tindak terorisme. Seharusnya, BNPT melakukan penyelidikan secara tuntas terlebih dahulu. Jika sudah yakin, silahkan dibeberkan secara terbuka kepada masyarakat.

Kita belum lupa, hampir setahun yang lalu, BNPT juga telah melakukan langkah gegabah dengan memblokir sejumlah situs Islam tanpa diklarifikasi terlebih dahulu. Mereka menuduh situs-situs internet tersebut berbahaya meskipun tak bisa menunjukkan fakta-faktanya. Tuduhan ini terbukti keliru. Blokir dicabut, namun stigma negatif tak mereka rehabilitasi.

Barangkali BNPT tak menyadari bahwa pemberian stigma negatif yang terburu-buru ini merupakan tindakan ekstrim karena merugikan banyak orang dan menciptakan rasa saling curiga di tengah masyarakat. Tindakan ekstrim ---atau sering disebut radikal oleh BNPT--- justru kini telah dipertontonkan sendiri oleh BNPT. Mereka memerangi tindakan radikal justru dengan keradikalan itu sendiri. Apa pantas tindakan seperti itu?

Wallahu a'lam.


(Dipublikasikan oleh Majalah Suara Hidayatullah edisi Maret 2016)