Senin, 05 Juni 2017

Pohon Sejarah

Sebuah pohon biasanya terdiri atas satu batang utama yang berdiri tegak menjulang ke atas. Dari batang utama tersebut, ada dahan-dahan yang menjulur ke samping. Dari dahan-dahan itulah muncul dedaunan.


Demikian pula sejarah, bila disusun sedemikian rupa maka akan menyerupai sebuah pohon. Batang utama menunjukkan garis waktu. Semakin menjulang ke atas, semakin lamalah ia. Sedang dahan-dahannya adalah peristiwa demi peristiwa. 

Dahan-dahan ini terkadang lebat dan memanjang ke samping, terkadang pendek-pendek saja. Terkadang renggang, terkadang pula rapat. Semua itu tergantung pada kisah yang membentuk sejarah itu.

Secara terminologis, kata sejarah memang berarti pohon.  Ia diambil dari bahasa Arab, ‘syajaratun. Artinya, ya, pohon. Mengapa sejarah diibaratkan pohon? Sebab, keduanya memiliki kemiripan. Keduanya sama-sama tumbuh dan berkembang. 

Pohon bermula dari biji yang kecil, lalu berkembang menjadi rindang dan lebat. Begitu pula peradaban manusia, tidak pernah statis. Peradaban manusia kian berkembang. Jejak yang ditinggalkannya pun semakin lama semakin rindang dan lebat laksana pohon.

Peristiwa masa lalu tentu tidak untuk dilupakan. Allah SWT dalam al-Qur'an surat Al-Hasyir [59] ayat 18 telah mengingatkan kita tentang ini. “Wahai orang-orang yang beriman,” kata Allah SWT, “…bertakwalah kepada Ku dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya (sejarahnya) untuk masa depannya.”

Jadi Allah SWT menciptakan masa lalu untuk masa depan. Artinya, kita harus bisa menangkap pelajaran dari pesan-pesan masa lalu untuk menghadapi masa depan.

Kita juga harus mampu menangkap apa yang tersirat dalam sejarah sebagai ibrah. Ini diungkapkan oleh Allah SWT dalam al-Qur'an surat 12 ayat 111, “Laqad kana fi qashasihim ‘ibratun li ulil albab.” Sesungguhnya dalam sejarah itu terdapat pesan-pesan sejarah yang penuh perlambang, bagi orang-orang yang memahaminya.

Allah SWT mengibaratkan sejarah Nabi Musa AS sebagai pohon yang tinggi dan tumbuh di tempat yang tinggi (Q.S. 28: 30). Sebaliknya, Allah SWT juga memberikan gambaran kegagalan Nabi Yunus yang dilukiskan sebagai “pohon labu” yang rendah dan lemah (Q.S. 37: 146). 

Sementara orang yang mencoba menciptakan sejarah dengan menjauhkan dirinya dari petunjuk Allah SWT diibaratkan seperti “pohon pahit” (Q.S. 37: 62, 64 dan Q.S. 44: 43).

Begitu pentingnya sejarah sehingga Allah SWT mengisi dua pertiga al-Qur'an dengan kisah. Wajarlah jika Dr 'Abdul 'Azhim Mahmud al-Dayb menyatakan bahwa sejarah bukan sekadar pengetahuan masa lalu, melainkan ilmu masa kini dan masa depan. Dengan sejarah, kata Mahmud al-Dayb, kita bisa mengetahui masa lalu, menafsirkan masa kini, dan merancang masa depan.

Di dalam al-Qur'an surat Hûd [11] ayat 120, Allah SWT berfirman, "Dan semua kisah tentang Rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu (Muhammad), agar dengan kisah itu Kami teguhkan hatimu; dan di dalamnya telah diberikan kepadamu (segala) kebenaran, nasihat (pelajaran), dan peringatan bagi orang yang beriman."

Dari ayat ini setidaknya kita tahu bahwa ada empat fungsi sejarah. Yakni, peneguh hati, pengajaran, peringatan, dan sumber kebenaran. Dan, buku ini juga memiliki fungsi keempat hal tersebut.

Begitu pentingnya sejarah, sebagaimana pohon bagi kehidupan manusia.  Bila pohon-pohon sejarah berkumpul maka jadilah ia rimba sejarah. Rimba ini perlu kita tata agar kita tak tersesat di dalamnya. Dan, tentu saja, proses penataan ini tak mudah. Perlu waktu yang lama dan kesabaran yang teruji.*** 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat