Nashirul Haq, anggota Dewan Syura Hidayatullah, tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya ketika menyimak buku tebal bertema Ensiklopedi Pesantren-pesantren di Indonesia terbitan Departemen Agama (Depag) beberapa tahun lalu.
Ustadz muda yang tengah merampungkan program doktornya di Malaysia itu mendapati nama Hidayatullah masuk dalam buku tersebut, walau entah urutan ke berapa.
Tapi,
bukan itu yang membuat Nashirul Haq terkejut. Sebab, memang sewajarnya
bila pesantren seluas 120 hektar yang terletak di Gunung Tembak,
Balikpapan, Kalimantan Timur ini dicantumkan oleh Departemen Agama dalam
buku direktorinya.
Bukankah
pesantren ini pernah dimasukkan oleh Testriono dalam bukunya
Pesantren-pesantren Berpengaruh di Indonesia terbitan Erlangga pada
Agustus 2015?
Bukankah
sang pendiri Hidayatullah, Ustadz Abdullah Said, pernah pula dimasukkan
sebagai satu di antara 20 tokoh berpengaruh di Indonesia oleh Herry
Mohammad, Redaktur Pelaksana Majalah Gatra, dalam bukunya berjudul
Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Pada Abad 20, terbitan Gema Insani
Press tahun 2012?
Bukankah
Wakil Presiden Yusuf Kalla pernah mengatakan bahwa Hidayatullah adalah
organisasi Islam terbesar ketiga di Indonesia? Bukankah para pejabat
negera kerap bersilaturahim ke pesantren yang pernah mendapat
penghargaan Kalpataru ini, termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menjelang pemilihan presiden periode lalu?
Namun,
yang membuat Nashirul Haq terkejut, ternyata Departemen Agama hanya
menilai kekhasan Hidayatullah dari tradisi nikah massalnya.
“Masa
hanya itu Depag tahu tentang Hidayatullah?” kata menantu Ustadz
Abdullah Said, pendiri Hidayatullah, dengan nada meninggi saat
berbincang-bincang dengan Suara Hidayatullah pertengahan Oktober lalu.
Celetukan
Nashirul Haq ini menggelitik Majalah Suara Hidayatulah untuk
menampilkan kembali cerita tentang organisasi yang hampir berusia
setengah abad ini lewat potret dua pemimpinnya, Ustadz Abdullah Said dan
penerusnya, Ustadz Abdurrahman Muhammad.
Rasanya
tepat bila potret dua pemimpin tertinggi Hidayatullah tersebut diulas
kembali menjelang perhelatan akbar Musyawarah Nasional Hidayatullah pada
7—10 November 2015 ini.
Semoga laporan ini menjadikan kita lebih mengenal dan lebih dekat dengan organisasi ini. Selamat mengikuti.***
(Baca kelanjutan kisah ini pada artikel berjudul Bukan Sekadar Pesantren Biasa dan Bangunan yang Belum Selesai)
(Diterbitkan oleh Majalah Suara Hidayatullah edisi Nopember 2015)