Selasa, 01 Desember 2015

Jalan Kemuliaan

Isy kariman aw mut syahidan

Hidup mulia atau mati syahid. Slogan tersebut pertama kali diungkapkan oleh Asma binti Abu Bakar Siddiq saat  terakhir kali memberi nasehat kepada sang buah hatinya, Abdullah bin Zubair.

Ketika itu, Abdullah tengah dilanda persoalan pelik. Ia ditinggal pasukannya saat berperang melawan pasukan Al-Hajjaj, gubernur Irak yang zalim. Pasukannya tertarik oleh bujuk rayu al-Hijjaj, lalu meninggalkan Abdullah bersama segelintir tentara yang masih setia.

Saat itulah Abdullah datang kepada ibunya yang sudah amat tua dan buta. Ia meminta nasehat agar diberikan keteguhan hati.

“Wahai anakku!" kata Asma'. "Hiduplah secara mulia, atau matilah secara terhormat."

Setelah mencium tangan si ibu, Abdullah pamit pergi, lalu menyambut pasukan al-Hajjaj dengan sangat berani. Abdullah akhirnya meninggal. Kepalanya dipenggal dan badannya digantung di tiang salib oleh al-Hajjaj sebagai bentuk penghinaan.

Asma' adalah wanita yang penuh kemuliaan. Ia putri dari sahabat Rasulullah SAW yang mulia,  isteri dari Sahabat Rasulullah SAW yang mulia, ibu dari seorang putra yang mulia, serta pembela Rasulullah SAW yang utama. Nasehat yang keluar dari mulutnya tentu penuh kemuliaan juga.

Saat ini kita tahu, kezaliman luar biasa juga tengah melanda saudara-saudara kita di beberapa belahan dunia. Di Suriah, misalnya. Negeri yang diberkahi itu kini tengah porak poranda akibat kekejaman sang penguasa, Bashar al-Assad.

Terlebih belakangan ini tentara Rusia ikut-ikutan membombardir negeri itu dengan dalih membantu Bashar menumpas para "pemberontak". Puluhan pesawat tempur telah menghujani negeri itu dengan bom.  Para wanita dan anak-anak ikut menjadi korban pembantaian itu.

Begitu juga di Palestina. Tentara Israel telah membunuh 33 warga Palestina, termasuk 7 anak-anak, dan mencederai 1300 orang sejak awal hingga pertengahan Oktober lalu. Perlawanan seadanya dilakukan pemuda Palestina, baik putra maupun putri. M ereka melemparkan batu ke arah tentara Israel. Serangan ini dibalas dengan tembakan peluru tajam dan gas air mata oleh tentara Israel.

Fakta-fakta yang terjadi di Suriah dan Palestina, membukakan pintu lebar-lebar buat kita untuk ikut berperang menyambut syahid di medan jihad sebagaimana Abdullah bin Zubair.

Namun kita tahu, berangkat ke medan perang di belahan dunia sana saat ini bukan perkara gampang. Keadaan tak memungkinkan kita untuk angkat senjata, membantu saudara-saudara kita di Suriah  dan Palestina. Panggilan syahid di medan laga untuk sementara terpaksa tak bisa kita penuhi.

Akan tetapi, kita tak perlu berkecil hati. Absennya kita di medan perang tak membuat kita kehilangan kemulian. Kita masih punya pilihan kedua, yakni hidup mulia dengan berjuang menegakkan Islam di tempat kita berada saat ini, seraya terus berdoa untuk kemenangan seluruh umat Islam di mana pun berada, utamanya saudara-saudara kita yang kini terzalimi. Itulah jihad kita.

Proses menegakkan peradaban Islam di negeri ini bukan perkara gampang. Kita perlu bersabar dalam kepayahan untuk waktu yang sangat lama. Rintangan dakwah juga tak ringan. Godaan setiap saat boleh jadi bakal menggelincirkan niat kita.

Namun, inilah jalan jihad kita. Mari kita berdoa semoga Allah SWT menjaga niat dan keistiqomahan kita, hingga suatu hari kelak ajal menjemput kita. ***


(Dimuat oleh majalah Suara Hidayatullah edisi Desember 2013)