Selasa, 06 Oktober 2015

Ideologi Caci Maki


"Jangan kalian memaki sahabat-sahabat Muhammad. Sungguh, keberadaan mereka sesaat (di sisi Nabi SAW), lebih baik dari pada amal ibadah kalian selama empat puluh tahun." (Riwayat Ahmad)

o0o

Entah untuk berapa kalinya Ustad Abdurrahman Muhammad, pimpinan umum Hidayatullah, bercerita tentang kesesatan Syiah. Baik ketika berceramah di atas mimbar di hadapan para kader Hidayatullah, maupun ketika memberikan tausiyah pembuka dalam rapat-rapat pimpinan pusat Hidayatullah.

"Syiah itu sesat," kata Ust Abdurrahman Muhammad dalam sebuah kesempatan di hadapan para pengurus Dewan Pimpinan Pusat Hidayatullah yang tengah bermuktamar di Batam pada awal September lalu. "Mereka suka mencaci maki isteri Rasulullah dan para Sahabat dengan bahasa yang sangat tidak pantas," jelasnya lagi.

Kegusaran Ustad Abdurrahman Muhammad terhadap Syiah tentu amat beralasan. Ideologi yang dibangun atas dasar kebencian jelas amat berbahaya. Kebencian mereka kepada orang-orang yang justru amat dimuliakan kaum Muslim, bahkan juga dimuliakan oleh Rasulullah SAW, membuat jurang di antara Sunni dan Syiah menganga lebar. Sulit untuk disatukan.

Ustadz Abdurrahman Muhammad bukan satu-satunya tokoh Islam yang merasa khawatir dengan perkembangan Syiah di negeri ini. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, Abdusshomad Bukhori, telah lama mengingatkan kesesatan Syiah. "Kalau syiah besar dikhawatirkan Indonesia akan seperti di Irak dan (negara-negara) Timur Tengah lainnya," kata Abdusshomad kepada wartawan menjelang penyelenggaraan Musyawarah Nasional (Munas) IX MUI akhir Agustus lalu.

MUI Jawa Timur sendiri telah mengeluarkan fatwa sesat Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah pada tahun 2012. Syiah kelompok ini dikenal pula dengan Syiah Imamiyah 12 atau mazhab ahlul bait. Saat ini, jumlah pengikutnya terbesar di dunia. Mereka kebanyakan berada di Iran, Irak, Bahrain, Lebanon, dan Azerbaijan.

MUI Pusat juga telah merilis buku panduan tentang Syiah. Di buku itu dipaparkan secara rinci bagaimana sikap dan respon ulama terhadap Syiah. Pada bab IV, misalnya, memuat fatwa MUI nomor 84 tentang perbedaan ajaran Ahlus Sunnah dan Syiah yang harus diwaspadai. Sedang pada fatwa nomor 97 dijelaskan perihal haramnya kawin mut'ah, sesuatu yang justru disakralkan oleh kaum Syiah.

Para intelektual dan ulama muda dari berbagai ormas Islam di Indonesia, termasuk Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, yang berkumpul dalam satu wadah bernama MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia), juga sudah lama mengingatkan bahaya Syiah. Mereka gencar menghimbau pemerintah dan masyarakat Indonesia agar mematuhi fatwa MUI Jawa Timur tentang kesesatan Syiah untuk melindungi akidah ahlus sunnah wal jamaah.

Sayangnya, meski telah banyak paparan ulama tentang kesesatan Syiah, baik di dalam maupun di luar negeri, tetap saja masyarakat banyak yang abai. Mereka menganggap pembahasan tentang Syiah belum tuntas. Bahkan ada pula sekelompok masyarakat yang berusaha menyelisihi pendapat ulama.

Untunglah, dalam salah satu rekomendasi Munas MUI Agutus silam –di antara total 15 rekomendasi--- adalah melakukan kajian secara mendalam tentang Syi'ah di Indonesia, baik ajaran maupun praktiknya. Kita berharap kajian mendalam ini segera terlaksana agar bisa menjadi rujukan seluruh kaum Muslim di negara ini.

Semoga Allah SWT memudahkan segala ikhtiar ulama untuk menyelamatkan bangsa ini dari kesesatan. Amin!

(Dipublikasikan oleh Majalah Suara Hidayatullah edisi Oktober 2015)