"Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok," (Al-Hasyr [59]: 18)
Beberapa bulan belakangan ini, serta beberapa bulan ke depan, sejumlah organisasi massa (ormas) Islam menggelar muktamar. Dua ormas terbesar di negeri ini, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), misalnya, telah menggelar muktamar pada bulan Agustus lalu.
Muhammadiyah menggelar muktamar pada 3 hingga 7 Agustus di Makassaar, Sulawesi Selatan. Sedang NU, pada 1 hingga 5 Agustus di Jombang, Jawa Timur. Muktamar kedua oganisasi ini bukan sekadar telah menelurkan sejumlah rencana ke depan, juga telah mengganti "sang nakhoda kapal".
Pada awal Agustus juga, Mathla'ul Anwar, ormas Islam yang berbasis di Banten, menggelar musyawarah serupa. Musyawarah yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo ini sekaligus menandai usia mereka yang telah memasuki 1 abad.
Sedang pada Nopember mendatang, setidaknya ada dua ormas Islam lainnya yang akan menggelar muktamar serupa. Pertama, Persatuan Islam (Persis). Mereka akan menggelar muktamar ke-15 di Jakarta dengan mengusung tema Dinamisasi Jihad Jamiyyah untuk Menghadapi Tantangan Dakwah.
Kedua, Hidayatullah. Ormas yang kini telah memiliki perwakilan di hampir 300 kabupaten/kota ini akan menggelar musyawarah nasional ke 4 di Balikpapan, Kalimantan Timur, pada 7 hingga 10 November mendatang.
Mari kita doakan semoga muktamar-muktamar tersebut berjalan lancar dan hasilnya kian mengokohkan semangat kaum Muslim di negara ini untuk senantiasa menegakkan kalimat tauhid serta bahu-membahu membela Islam dan kaum Muslim di mana pun berada, bukan malah sebaliknya.
Harus kita akui, sebagian besar Muslim di Indonesia adalah warga dari ormas-ormas itu. Sehingga keberadaan ormas-ormas tersebut akan ikut menentukan bagaimana cara ber-Islam masyarakat di negara ini; Apakah kian dekat dengan tuntunan Rasulullah SAW, atau malah sebaliknya kian jauh dari syariat Islam?
Kita tak ingin ormas-ormas tersebut dipenuhi oleh orang-orang yang berpikiran pragmatis, suka mengambil jalan pintas, berpikiran pendek, dan gemar mengambil keuntungan pribadi.
Kita juga tak mau para pengambil keputusan di ormas-ormas tersebut didominasi oleh orang-orang yang kurang ilmu agama, menganggap remeh persoalan akidah, tak sejalan antara ucapan dan perbuatan, serta gemar bergaya hidup mewah.
Kita berharap dari rahim ormas-ormas itu akan muncul tokoh-tokoh yang patut diteladani, menjadi pemersatu kaum Muslim di negara ini, tegas terhadap persoalan akidah dan bertoleransi terhadap persoalan furu' (cabang).
Merekalah yang kita harapkan tampil sebagai pemegang kendali ormas-ormas tersebut. Merekalah yang akan membimbing kaum Muslim di negara ini untuk mewujudkan cita-cita bersama membangun peradaban Islam.
Dan, untuk mewujudkan semua itu, sudah pasti kita perlu kerja keras dan memperbanyak sabar. Terkadang kita juga perlu berhenti sejenak, melakukan evaluasi, memeriksa kembali jalan yang telah ditempuh ormas-ormas tadi, sejauh mana mereka tetap berjalan di rel yang benar.
Dan, muktamar-muktamar tadi adalah tempat pemberhentian itu. Alangkah ruginya jika kita telah melewati pemberhentian demi pemberhentian namun tak menyadari bahwa "kereta" yang kita tumpangi ini telah melenceng jauh dari rel yang seharusnya kita lewati.
Wallahu a'lam.
o0o
Beberapa bulan belakangan ini, serta beberapa bulan ke depan, sejumlah organisasi massa (ormas) Islam menggelar muktamar. Dua ormas terbesar di negeri ini, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), misalnya, telah menggelar muktamar pada bulan Agustus lalu.
Muhammadiyah menggelar muktamar pada 3 hingga 7 Agustus di Makassaar, Sulawesi Selatan. Sedang NU, pada 1 hingga 5 Agustus di Jombang, Jawa Timur. Muktamar kedua oganisasi ini bukan sekadar telah menelurkan sejumlah rencana ke depan, juga telah mengganti "sang nakhoda kapal".
Pada awal Agustus juga, Mathla'ul Anwar, ormas Islam yang berbasis di Banten, menggelar musyawarah serupa. Musyawarah yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo ini sekaligus menandai usia mereka yang telah memasuki 1 abad.
Sedang pada Nopember mendatang, setidaknya ada dua ormas Islam lainnya yang akan menggelar muktamar serupa. Pertama, Persatuan Islam (Persis). Mereka akan menggelar muktamar ke-15 di Jakarta dengan mengusung tema Dinamisasi Jihad Jamiyyah untuk Menghadapi Tantangan Dakwah.
Kedua, Hidayatullah. Ormas yang kini telah memiliki perwakilan di hampir 300 kabupaten/kota ini akan menggelar musyawarah nasional ke 4 di Balikpapan, Kalimantan Timur, pada 7 hingga 10 November mendatang.
Mari kita doakan semoga muktamar-muktamar tersebut berjalan lancar dan hasilnya kian mengokohkan semangat kaum Muslim di negara ini untuk senantiasa menegakkan kalimat tauhid serta bahu-membahu membela Islam dan kaum Muslim di mana pun berada, bukan malah sebaliknya.
Harus kita akui, sebagian besar Muslim di Indonesia adalah warga dari ormas-ormas itu. Sehingga keberadaan ormas-ormas tersebut akan ikut menentukan bagaimana cara ber-Islam masyarakat di negara ini; Apakah kian dekat dengan tuntunan Rasulullah SAW, atau malah sebaliknya kian jauh dari syariat Islam?
Kita tak ingin ormas-ormas tersebut dipenuhi oleh orang-orang yang berpikiran pragmatis, suka mengambil jalan pintas, berpikiran pendek, dan gemar mengambil keuntungan pribadi.
Kita juga tak mau para pengambil keputusan di ormas-ormas tersebut didominasi oleh orang-orang yang kurang ilmu agama, menganggap remeh persoalan akidah, tak sejalan antara ucapan dan perbuatan, serta gemar bergaya hidup mewah.
Kita berharap dari rahim ormas-ormas itu akan muncul tokoh-tokoh yang patut diteladani, menjadi pemersatu kaum Muslim di negara ini, tegas terhadap persoalan akidah dan bertoleransi terhadap persoalan furu' (cabang).
Merekalah yang kita harapkan tampil sebagai pemegang kendali ormas-ormas tersebut. Merekalah yang akan membimbing kaum Muslim di negara ini untuk mewujudkan cita-cita bersama membangun peradaban Islam.
Dan, untuk mewujudkan semua itu, sudah pasti kita perlu kerja keras dan memperbanyak sabar. Terkadang kita juga perlu berhenti sejenak, melakukan evaluasi, memeriksa kembali jalan yang telah ditempuh ormas-ormas tadi, sejauh mana mereka tetap berjalan di rel yang benar.
Dan, muktamar-muktamar tadi adalah tempat pemberhentian itu. Alangkah ruginya jika kita telah melewati pemberhentian demi pemberhentian namun tak menyadari bahwa "kereta" yang kita tumpangi ini telah melenceng jauh dari rel yang seharusnya kita lewati.
Wallahu a'lam.