Senin, 09 Maret 2015

Lima Alasan Karya Jurnalistik Menarik Dibaca

Sejujurnya, ketika diminta menulis pengantar buku karya Abdus Syakur berjudul Siapa Dia, Kemana?  saya belum pernah membaca isinya. Jangankan membaca, melihat wujudnya saja belum. Tapi saya percaya karya ini akan menarik. Mengapa? Setidaknya ada lima alasan.

Pertama, saya mengenal penulisnya. Abdus Syakur adalah wartawan pembelajar. Ia cepat menguasai teknik peliputan berita, menentukan mana sudut pandang yang menarik, serta piawai mengolah kata-kata.

Alasan kedua, karya jurnalistik jelas berbeda dengan karya-karya fiksi. Karya jurnalistik amat memegang teguh fakta. Seorang jurnalis tak boleh bermain-main dengan imajinasinya. Meskipun ia dituntut membuat karya yang mampu membuat pembacanya seolah-olah sedang melihat burung terbang rendah di atas permukaan laut, meliuk-liuk, lalu menukik seakan hendak menghujam ke dasar laut, kemudian kembali membumbung ke angkasa, namun tetap saja semua itu harus didasarkan oleh fakta.

Bahkan ---ini alasan ketiga--- seorang jurnalis bukanlah seorang mujtahid yang bisa mengeluarkan fatwa seenaknya. Ia juga bukan seorang komentator yang hanya pandai "berkoar-koar di luar gelanggang". Ia hanyalah seorang penyampai yang harus bepayah-payah memverifikasi semua informasi yang ia dengar.

Alasan keempat. Karya jurnalistik adalah karya yang bersahabat. Ia harus tersaji secara sederhana, gampang dipahami oleh seluruh strata masyarakat, dan tidak terkesan menggurui. Ia tak ubahnya seperti "obrolan dua sahabat", bukan pledoi seorang pesakitan di ruang pengadilan, apalagi tesis seorang sarjana yang penuh coretan sang dosen tersebab dianggap kurang ilmiah.

Dan, alasan kelima, seorang jurnalis harus mampu mempertanggungjawabkan semua yang ditulisnya, baik di hadapan manusia, apalagi di hadapan Allah SWT yang Maha Mengetahui. Huruf demi huruf yang terangkai menjadi kata, serta kata demi kata yang terangkai menjadi kalimat, dan kalimat demi kalimat yang terangkai menjadi alinea, lalu alinea demi alinea yang terangkai menjadi karya jurnalistik yang utuh, haruslah menjadi pemberat timbangan amal kebajikan kita di akhirat kelak.

Untuk alasan terakhir ini, saya yakin hal tersebut amat disadari oleh seluruh awak redaksi Kelompok Media Hidayatullah, termasuk Abdus Syakur.

Nah, jika menelisik kelima alasan ini maka ---sekali lagi--- saya berkeyakinan, buku kumpulan karya jurnalistik Abdus Syakur ini menarik untuk dibaca.

Wallahu a'lam