Kamis, 12 Maret 2015

Islam yang Moderat


Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan, agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas perbuatanmu …" (Al-Baqarah [2]: 143)

o0o

Ada pernyataan menarik dari Wakil Presiden Jusuf Kalla saat berpidato pada pembukaan Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ke 6 di Yogyakarta pada Senin (9/2). Katanya, umat Islam di Indonesia harus bisa menunjukkan Islam yang moderat, yakni Islam yang menjadi jalan tengah.

Pernyataan ini menjadi menarik karena diucapkan dalam pembukaan sebuah kongres Islam terbesar di negara ini. Dalam sejarahnya, KUII pernah melahirkan partai Islam besar, yakni Majelis Syuro Umat Islam (Masyumi) pada 7-8 November 1945 silam di Yogyakarta. Kala itu, umat Islam, di bawah payung Masyumi, menjadi kuat, tidak tercerai berai seperti sekarang.

Kini, di tempat yang sama dan di acara yang sama, keinginan untuk menjadi kuat itu menggelora kembali. Keinginan tersebut sebenarnya sangat wajar, mengingat jumlah kaum Muslim di negara ini amat banyak dan mendominasi. Namun, kata Kalla, syaratnya ya itu tadi. Islam harus tampil moderat.

Moderat berarti berada di tengah-tengah, sebagaimana digambarkan oleh Allah SWT dalam al-Qur`an surat al-Baqaroh [2] ayat 143 di atas. Sayangnya saat ini kata "moderat" telah disalah artikan oleh kaum liberal. Kata itu mereka lawankan dengan kata "radikal". Pemahaman yang radikal, menurut mereka, akan menjerumuskan pada sikap ekstrim dan berbahaya. Sedang pemahaman yang "moderat" akan cenderung mendamaikan dan jauh dari kekerasan.

Muslim yang moderat, menurut mereka, adalah Muslim yang tidak belajar Islam secara radikal (hingga ke akar-akarnya). Muslim moderat, tidak perlu kuat berpegangan pada syariat. Muslim moderat tidak perlu bersemangat menegakkan yang haq, apalagi menumbangkan yang mungkar.

Celakanya, masyarakat awam justru termakan oleh definisi yang keliru ini. Mereka tetap suka dengan Islam namun tak suka dengan syariat. Kata mereka, Islam di masa Rasulullah SAW sudah tak relevan lagi diterapkan pada masa sekarang ini. Sebab, sejarah Islam pada masa Rasulullah SAW banyak diwarnai oleh peperangan. Ini bertentangan dengan kondisi saat ini yang lebih mengedepankan cinta damai.

Padahal, moderat dalam Islam bukan seperti itu. Moderat berarti tidak bersikap ekstrim atau berlebih-lebihan dalam beragama. Dalam sebuah Hadits shahih yang diriwayatkan Ahmad, Rasulullah SAW berkata, "Jauhilah sikap berlebihan dalam beragama. Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hancur karena sikap berlebihan tersebut."

Dalam sebuah kisah yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Anas RA, Rasulullah SAW pernah menerima tiga orang tamu yang ingin memperhatikan bagaimana amal ibadah Nabi SAW. Ternyata, di mata mereka, biasa-biasa saja.

Salah seorang dari mereka mencoba membandingkan, "Saya selamanya shalat sepanjang malam." Yang kedua berkata, "Saya selamanya berpuasa." Sedang yang ketiga menimpali, "Saya telah menjauhkan diri dari perempuan dan tidak akan kawin selama-lamanya."

Rasulullah SAW kemudian berkata kepada mereka, "Kalian tadi berbicara begini dan begitu? Demi Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut dan paling takwa kepada Allah di antara kalian, tetapi aku berpuasa dan (tetap) berbuka, aku shalat dan aku tidur malam, aku juga mengawini perempuan. (Itulah sunah-sunahku) siapa saja yang benci terhadap sunahku, maka ia bukan termasuk golonganku."

Jadi, Islam yang moderat adalah Islam  yang sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW, tanpa dikurangi atau dilebih-lebihkan. Jika Islam seperti  ini diikuti maka insya Allah kita akan menjadi kaum yang kuat, bukan kaum yang hancur tercerai berai.

Wallahu a'lam.