Awal Ramadhan (2014) lalu, sebuah undangan terbuka telah disebar. Undangan itu
langsung menjadi bahan pembicaraan hangat di kalangan jurnalis Islam.
Maklum, itu undangan tak biasa. Undangan berisi ajakan berbaiat kepada
khalifah Islam yang dideklarasikan oleh Abu Bakar al-Bagdadi di Irak dan
Siriah, atau santer disebut ISIS (Islamic State of Iraq and Syria).
Waktu acara, tertulis dalam udangan tersebut, Ahad 6 Juli (2014) pukul 14.30 sampai 18.00. Tempat di Auditorium Syahida Inn Kampus UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Jakarta. Si pengundang adalah Forum Aktifis Syariah Islam (FAKSI). Ada juga nama M Fachri, Abu Zakaria, dan Abu Isy Kariman, sebagai pemateri di acara tersebut.
Beberapa wartawan tentu amat penasaran dengan undangan ini. Memang, khabar tentang berdirinya khilafah di Irak dan Suriah telah lama di dengar oleh kalangan jurnalis Muslim. Namun, ajakan berbaiat secara terang-terangan di Indonesia, baru kali ini didengar.
Sebelumnya, memang pernah digelar acara serupa di Masjid Fathullah, di kampus yang sama. Situs al-Mustaqbal memberitakan, ketika itu jumlah yang hadir mencapai ratusan orang. Dalam acara bertajuk Multaqod Da’wiy ini hanya diserukan ajakan untuk mendukung perjuangan ISIS.
Rasa penasaran atas acara pembaiatan ini membuat sejumlah wartawan Islam mendatangi “perhelatan tak biasa” tersebut. Beberapa di antara “pejuang berpena” ini bahkan menduga, acara tak akan berlangsung lancar. Sebab, aparat diduga kuat akan menghentikan acara ini di tengah jalan.
Dugaan para wartawan ternyata keliru. Acara ini malah berjalan lancar. Ratusan peserta hadir, bahkan beberapa berasal dari luar Jakarta seperti Banten, Sukabumi, Cianjur, dan Lampung.
Dalam acara ini dibacakanlah teks pembaiatan yang diikuti oleh seluruh peserta. Salah satu kalimat pembaiatan tersebut berbunyi, “Saya berbaiat kepada Amirul Mukminin Abu Bakar al-Baghdadi al-Quraisy untuk mendengar dan taat pada kondisi susah dan mudah…”
Setelah acara pembaiatan ini, fenomena ISIS mulai ramai dibicarakan di Indonesia. Terlebih setelah media massa mulai tertarik untuk “memainkan” isu ini. Undangan untuk berbaiat di tempat lain juga bermunculan, mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, hingga Kalimantan Timur.
Media kian mendapat “cerita seru” ketika beredar khabar bahwa amir Jamaah Anshorut Tauhid, Abu Bakar Baasyir, yang kini dipenjara di Nusa Kambangan, telah ikut berbaiat kepada Abu Bakar al-Baghdadi pada pertengahan Juli 2014. Mengenai khabar ini, putra Abu Bakar Baasyir, Abdurochim Baasyir, kepada penulis, menyatakan keprihatinannya atas informasi yang dinilainya telah berlebih-lebihan ini.
Selama ini, kata Iim, sapaan Abdurochim, ayahnya telah disuplai data-data yang salah oleh pihak-pihak tertentu soal Suriah dan ISIS untuk tujuan tertentu pula. “Kami pihak keluarga hanya bisa menemui abah (ayah) selama dua jam dalam dalam sepekan. Sedang mereka (pihak-pihak tertentu), bisa menemui abah selama 24 jam dalam sehari,” jelas Abdurrochim.
Kehebohan ditambah lagi dengan munculnya video berisi ajakan jihad pada 22 Juli 2014 di Youtube. Seseorang yang menyebut dirinya Abu Muhammad al-Indonesia, dengan dikawal sejumlah pria bersenjata, meminta secara terang-terangan agar warga Indonesia mau mendukung perjuangan ISIS untuk menjadi khilafah dunia.
Ini bukanlah satu-satunya video ajakan jihad oleh pengikut ISIS asal Indonesia yang tersebar di Youtube. Pada kali lain, ada pula seruan jihad yang diucapkan oleh Salim Mubarok Attamimi Al Indonesiy, salah seorang warga Indonesia yang diduga berasal dari Malang, Jawa Timur. Dalam video tersebut, ia ditemani seorang anak yang memegang senjata.
Pihak Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sendiri mengakui bahwa masuknya informasi mengenai ISIS kepada masyarakat Indonesia lebih banyak melalui jaringan Internet.
Deputi Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayor Jenderal Agus Surya Bhakti, sebagaimana dikutip Koran Tempo awal Agustus 2014 lalu, menyatakan masyarakat Indonesia dengan mudah mengakses informasi dari internet, seperti berita, artikel, hingga video, tentang ISIS. Dari sinilah, beberapa masyarakat Indonesia, tertarik untuk bergabung.
Akhirnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pada rapat kabinet pertama usai libur lebaran, merasa perlu untuk membahas masalah ISIS ini. Pembahasan ini kemudian diikuti oleh turunnya surat edaran Menteri Dalam Negeri tertanggal 7 Agustus 2014 yang isinya meminta kepada seluruh kepala daerah agar mencegah merebaknya pengaruh ISIS di Indonesia. Seruan serupa diulangi lagi oleh SBY dalam pidato kenegaraan di gedung DPR, Jumat, 15 Agustus.
Penolakan Ulama
Penolakan ISIS tak sekadar dilakukan oleh pemerintah, namun juga oleh ormas-ormas Islam dan sejumlah perkumpulan ulama. Pada 7 Agustus 2014, misalnya, Majelis Ulama Indonesia dan Departemen Agama mengajak ormas-ormas Islam untuk berkumpul di Kantor Departemen Agama guna membahas fenomena ISIS dan mengeluarkan pernyataan sikap bersama.
Rapat yang digelar sepenuh hari tersebut berhasil menelurkan empat butir kesepakatan. Intinya, mereka sepakat untuk menolak kehadiran ISIS di Indonesia karena ISIS sering menempuh jalan kekerasan, pemaksaan kehendak, bahkan pembunuhan secara sadis untuk mewujudkan cita-cita membangun khilafah. Hal lain, keberadaan ISIS dinilai telah memecah belah umat Islam.
Alasan yang lebih detil justru mengemuka dalam pertemuan yang digelar Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) sehari kemudian. Pertemuan yang digelar di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, tersebut juga dihadiri sejumlah utusan dari ormas-ormas Islam serta tokoh masyarakat, termasuk putra Abu Bakar Baasyir, Abdurochim Baasyir, serta Abu Rusydan, pemerhati gerakan jihad.
Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa baiat pengangkatan khilafah yang dilakukan oleh ISIS tidak memenuhi syarat-syarat syar’i. Karena itu pembaiatan tersebut ---utamanya pembaiatan yang dilakukan oleh warga Indonesia--- gugur secara syar’i.
”(Kami) mendoakan semua pihak yang telah terlanjur berbaiat dengan tanpa dasar ilmu, semoga Allah SWT memberi taufik dan hidayah-Nya, agar (mereka) kembali ke jalan yang benar.” Demikian bunyi salah satu pernyataan mereka.
MIUMI sendiri, menurut sekrtaris jenderalnya, Ust Bachtiar Nasir, menilai bahwa khilafah adalah akad antara umat dan imam dengan saling ridho untuk menjaga agama dan mengatur dunia demi kesejahteraan dunia dan akherat. Bukan malah menciptakan ketakutan.
Selain itu, imamah tidak boleh dijadikan alat untuk mengkafirkan orang lain yang tidak setuju dengan mereka. Sebab, imamah bukan merupakan pokok agama dalam pandangan ahlu sunnah wal jamaah, namun sebagai furu’ (cabang) agama.
Apalagi sejumlah ulama dan organisasi Islam dunia, baik yang berdomisili di wilayah Iraq dan Syam maupun di berbagai Negara Muslim lainnya, juga mengingkari keabsahan khilafah tersebut. Pengingkaran tersebut, misalnya, dinyatakan oleh Ittihad ‘Aalamy li ‘Ulama al Muslim (Ikatan Ulama dunia Islam), Abdullah bin Muhammad bin Sulaiman al-Muhaisini, Syekh Usamah Rifa’I (Ketua Rabithah Ulama Syam), serta Syekh Abdul Muhsin bin al-‘Abbad.
Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, serta beberapa ormas Islam lainnnya, juga ramai-ramai mengeluarkan pernyataan senada. Bahkan, Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI), membuat catatan tersendiri tentang ISIS setelah sejumlah pimpinan mereka pulang dari kunjungan ke Suriah.
MMI, dalam pernyataan yang ditandatangani oleh Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Irfan S. Awwas dan Amir Majelis Mujahidin Ustadz Muhammad Talib, mempercayai bahwa ISIS adalah bagian dari rekayasa kaum Syiah yang menggunakan doktrin khawarij untuk merusak citra Islam dan mengadu domba sesama Muslim. ISIS telah menipu kaum Muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia, dengan cara memanipulasi konsep khilafah dan slogan-slogan jihad.
"Orientasi jihad global kini dikendalikan oleh pemikiran takfiri. Penyusupan doktrin takfir ternyata jauh lebih berbahaya dari perang yang mendera kehidupan kaum Muslim di Suriah. Karena orang yang sudah terprovokasi dengan ideologi kaum khawarij itu bisa menjadi mesin perang yang efektif untuk menghancurkan persaudaraan Islam." Demikian cuplikan pernyataan sikap MMI.
Namun, di sisi lain, MMI juga mengkritik pedas aparat yang berlebih-lebihan dalam mengantisipasi ISIS. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Panglima TNI sempat menginstruksikan agar membakar bendera ISIS. ”Saya sampaikan, kalau perlu, bakar bendera ISIS. Kita hanya punya bendera satu, merah putih. Tidak ada yang lain,” jelas Panglima TNI Jenderal Moeldoko setelah memberikan pembekalan kepada ratusan mahasiswa di Pontianak, Kalimantan Barat, pada 7 Agustus.
Jika hal itu dilakukan, tulis MMI lagi, tidak bisa dibayangkan akan terjadinya konflik horizontal, karena kalimat tauhid Laa Ilaha illallah Muhammadur Rasulullah bukan milik kaum ISIS, melainkan milik umat Islam.
Fenomena ISIS agaknya akan terus akan bergulir hingga masa-masa mendatang. Mudah-mudahan kaum Muslim di Indonesia –serta di seluruh dunia--- terlindungi dari maksud-maksud buruk yang membonceng fenomena ini. ***
(Dipublikaskan oleh Majalah Suara Hidayatullah edisi September 2014)
(Silahkan simak artikel sebelumnya: Inilah Sejarah ISIS)
Berita-berita di internet tentang ISIS |
Waktu acara, tertulis dalam udangan tersebut, Ahad 6 Juli (2014) pukul 14.30 sampai 18.00. Tempat di Auditorium Syahida Inn Kampus UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Jakarta. Si pengundang adalah Forum Aktifis Syariah Islam (FAKSI). Ada juga nama M Fachri, Abu Zakaria, dan Abu Isy Kariman, sebagai pemateri di acara tersebut.
Beberapa wartawan tentu amat penasaran dengan undangan ini. Memang, khabar tentang berdirinya khilafah di Irak dan Suriah telah lama di dengar oleh kalangan jurnalis Muslim. Namun, ajakan berbaiat secara terang-terangan di Indonesia, baru kali ini didengar.
Sebelumnya, memang pernah digelar acara serupa di Masjid Fathullah, di kampus yang sama. Situs al-Mustaqbal memberitakan, ketika itu jumlah yang hadir mencapai ratusan orang. Dalam acara bertajuk Multaqod Da’wiy ini hanya diserukan ajakan untuk mendukung perjuangan ISIS.
Rasa penasaran atas acara pembaiatan ini membuat sejumlah wartawan Islam mendatangi “perhelatan tak biasa” tersebut. Beberapa di antara “pejuang berpena” ini bahkan menduga, acara tak akan berlangsung lancar. Sebab, aparat diduga kuat akan menghentikan acara ini di tengah jalan.
Dugaan para wartawan ternyata keliru. Acara ini malah berjalan lancar. Ratusan peserta hadir, bahkan beberapa berasal dari luar Jakarta seperti Banten, Sukabumi, Cianjur, dan Lampung.
Dalam acara ini dibacakanlah teks pembaiatan yang diikuti oleh seluruh peserta. Salah satu kalimat pembaiatan tersebut berbunyi, “Saya berbaiat kepada Amirul Mukminin Abu Bakar al-Baghdadi al-Quraisy untuk mendengar dan taat pada kondisi susah dan mudah…”
Setelah acara pembaiatan ini, fenomena ISIS mulai ramai dibicarakan di Indonesia. Terlebih setelah media massa mulai tertarik untuk “memainkan” isu ini. Undangan untuk berbaiat di tempat lain juga bermunculan, mulai dari Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, hingga Kalimantan Timur.
Media kian mendapat “cerita seru” ketika beredar khabar bahwa amir Jamaah Anshorut Tauhid, Abu Bakar Baasyir, yang kini dipenjara di Nusa Kambangan, telah ikut berbaiat kepada Abu Bakar al-Baghdadi pada pertengahan Juli 2014. Mengenai khabar ini, putra Abu Bakar Baasyir, Abdurochim Baasyir, kepada penulis, menyatakan keprihatinannya atas informasi yang dinilainya telah berlebih-lebihan ini.
Selama ini, kata Iim, sapaan Abdurochim, ayahnya telah disuplai data-data yang salah oleh pihak-pihak tertentu soal Suriah dan ISIS untuk tujuan tertentu pula. “Kami pihak keluarga hanya bisa menemui abah (ayah) selama dua jam dalam dalam sepekan. Sedang mereka (pihak-pihak tertentu), bisa menemui abah selama 24 jam dalam sehari,” jelas Abdurrochim.
Kehebohan ditambah lagi dengan munculnya video berisi ajakan jihad pada 22 Juli 2014 di Youtube. Seseorang yang menyebut dirinya Abu Muhammad al-Indonesia, dengan dikawal sejumlah pria bersenjata, meminta secara terang-terangan agar warga Indonesia mau mendukung perjuangan ISIS untuk menjadi khilafah dunia.
Ini bukanlah satu-satunya video ajakan jihad oleh pengikut ISIS asal Indonesia yang tersebar di Youtube. Pada kali lain, ada pula seruan jihad yang diucapkan oleh Salim Mubarok Attamimi Al Indonesiy, salah seorang warga Indonesia yang diduga berasal dari Malang, Jawa Timur. Dalam video tersebut, ia ditemani seorang anak yang memegang senjata.
Pihak Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sendiri mengakui bahwa masuknya informasi mengenai ISIS kepada masyarakat Indonesia lebih banyak melalui jaringan Internet.
Deputi Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayor Jenderal Agus Surya Bhakti, sebagaimana dikutip Koran Tempo awal Agustus 2014 lalu, menyatakan masyarakat Indonesia dengan mudah mengakses informasi dari internet, seperti berita, artikel, hingga video, tentang ISIS. Dari sinilah, beberapa masyarakat Indonesia, tertarik untuk bergabung.
Akhirnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pada rapat kabinet pertama usai libur lebaran, merasa perlu untuk membahas masalah ISIS ini. Pembahasan ini kemudian diikuti oleh turunnya surat edaran Menteri Dalam Negeri tertanggal 7 Agustus 2014 yang isinya meminta kepada seluruh kepala daerah agar mencegah merebaknya pengaruh ISIS di Indonesia. Seruan serupa diulangi lagi oleh SBY dalam pidato kenegaraan di gedung DPR, Jumat, 15 Agustus.
Penolakan Ulama
Penolakan ISIS tak sekadar dilakukan oleh pemerintah, namun juga oleh ormas-ormas Islam dan sejumlah perkumpulan ulama. Pada 7 Agustus 2014, misalnya, Majelis Ulama Indonesia dan Departemen Agama mengajak ormas-ormas Islam untuk berkumpul di Kantor Departemen Agama guna membahas fenomena ISIS dan mengeluarkan pernyataan sikap bersama.
Rapat yang digelar sepenuh hari tersebut berhasil menelurkan empat butir kesepakatan. Intinya, mereka sepakat untuk menolak kehadiran ISIS di Indonesia karena ISIS sering menempuh jalan kekerasan, pemaksaan kehendak, bahkan pembunuhan secara sadis untuk mewujudkan cita-cita membangun khilafah. Hal lain, keberadaan ISIS dinilai telah memecah belah umat Islam.
Alasan yang lebih detil justru mengemuka dalam pertemuan yang digelar Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) sehari kemudian. Pertemuan yang digelar di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, tersebut juga dihadiri sejumlah utusan dari ormas-ormas Islam serta tokoh masyarakat, termasuk putra Abu Bakar Baasyir, Abdurochim Baasyir, serta Abu Rusydan, pemerhati gerakan jihad.
Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa baiat pengangkatan khilafah yang dilakukan oleh ISIS tidak memenuhi syarat-syarat syar’i. Karena itu pembaiatan tersebut ---utamanya pembaiatan yang dilakukan oleh warga Indonesia--- gugur secara syar’i.
”(Kami) mendoakan semua pihak yang telah terlanjur berbaiat dengan tanpa dasar ilmu, semoga Allah SWT memberi taufik dan hidayah-Nya, agar (mereka) kembali ke jalan yang benar.” Demikian bunyi salah satu pernyataan mereka.
MIUMI sendiri, menurut sekrtaris jenderalnya, Ust Bachtiar Nasir, menilai bahwa khilafah adalah akad antara umat dan imam dengan saling ridho untuk menjaga agama dan mengatur dunia demi kesejahteraan dunia dan akherat. Bukan malah menciptakan ketakutan.
Selain itu, imamah tidak boleh dijadikan alat untuk mengkafirkan orang lain yang tidak setuju dengan mereka. Sebab, imamah bukan merupakan pokok agama dalam pandangan ahlu sunnah wal jamaah, namun sebagai furu’ (cabang) agama.
Apalagi sejumlah ulama dan organisasi Islam dunia, baik yang berdomisili di wilayah Iraq dan Syam maupun di berbagai Negara Muslim lainnya, juga mengingkari keabsahan khilafah tersebut. Pengingkaran tersebut, misalnya, dinyatakan oleh Ittihad ‘Aalamy li ‘Ulama al Muslim (Ikatan Ulama dunia Islam), Abdullah bin Muhammad bin Sulaiman al-Muhaisini, Syekh Usamah Rifa’I (Ketua Rabithah Ulama Syam), serta Syekh Abdul Muhsin bin al-‘Abbad.
Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, serta beberapa ormas Islam lainnnya, juga ramai-ramai mengeluarkan pernyataan senada. Bahkan, Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI), membuat catatan tersendiri tentang ISIS setelah sejumlah pimpinan mereka pulang dari kunjungan ke Suriah.
MMI, dalam pernyataan yang ditandatangani oleh Ketua Lajnah Tanfidziyah Majelis Mujahidin, Irfan S. Awwas dan Amir Majelis Mujahidin Ustadz Muhammad Talib, mempercayai bahwa ISIS adalah bagian dari rekayasa kaum Syiah yang menggunakan doktrin khawarij untuk merusak citra Islam dan mengadu domba sesama Muslim. ISIS telah menipu kaum Muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia, dengan cara memanipulasi konsep khilafah dan slogan-slogan jihad.
"Orientasi jihad global kini dikendalikan oleh pemikiran takfiri. Penyusupan doktrin takfir ternyata jauh lebih berbahaya dari perang yang mendera kehidupan kaum Muslim di Suriah. Karena orang yang sudah terprovokasi dengan ideologi kaum khawarij itu bisa menjadi mesin perang yang efektif untuk menghancurkan persaudaraan Islam." Demikian cuplikan pernyataan sikap MMI.
Namun, di sisi lain, MMI juga mengkritik pedas aparat yang berlebih-lebihan dalam mengantisipasi ISIS. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Panglima TNI sempat menginstruksikan agar membakar bendera ISIS. ”Saya sampaikan, kalau perlu, bakar bendera ISIS. Kita hanya punya bendera satu, merah putih. Tidak ada yang lain,” jelas Panglima TNI Jenderal Moeldoko setelah memberikan pembekalan kepada ratusan mahasiswa di Pontianak, Kalimantan Barat, pada 7 Agustus.
Jika hal itu dilakukan, tulis MMI lagi, tidak bisa dibayangkan akan terjadinya konflik horizontal, karena kalimat tauhid Laa Ilaha illallah Muhammadur Rasulullah bukan milik kaum ISIS, melainkan milik umat Islam.
Fenomena ISIS agaknya akan terus akan bergulir hingga masa-masa mendatang. Mudah-mudahan kaum Muslim di Indonesia –serta di seluruh dunia--- terlindungi dari maksud-maksud buruk yang membonceng fenomena ini. ***
(Dipublikaskan oleh Majalah Suara Hidayatullah edisi September 2014)
(Silahkan simak artikel sebelumnya: Inilah Sejarah ISIS)