Senin, 07 Juli 2014

Mensyukuri Kemenangan

“… Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat," (an-Nasr [110]: 1-3).

Langit-langit Masjid Istiqlal, Jakarta.

Ada dua kemenangan yang diraih Rasulullah SAW dan kaum Muslim pada masa penaklukan kota Makkah (fathu Makkah). Pertama, kemenangan fisik, yaitu keberhasilan Rasulullah SAW merebut kota Makkah tanpa pertumpahan darah setetes pun.

Kemenangan fisik ini telah dinanti-nanti Rasulullah SAW sejak lama. Terlebih setelah berbagai derita yang beliau alami. Beliau dihina, dianiaya, diteror dengan rencana pembunuhan, bahkan dikejar-kejar hingga ke Madinah, negeri tempat beliau hijrah.

Sampai-sampai dalam sebuah peperangan beliau berdoa dengan tangan bergetar dan selendang beliau pun jatuh, "Ya Allah, jika hari ini kami kalah dalam peperangan ini, maka tidak akan ada lagi orang yang menyembah Engkau di muka bumi ini."

Kemenangan kedua adalah kemenangan dakwah. Kemenangan ini ditandai dengan masuknya penduduk Makkah ke dalam Islam secara bergelombang. Sejarah mencatat, setiap gelombang ada sekitar 40 orang.

Mereka datang dari segenap penjuru, bahkan juga dari pedalaman. Tak sampai dua tahun setelah penaklukan Makkah, semua kabilah dan semua kawasan di negeri itu secara sukarela masuk Islam.

Adalah wajar bila Rasulullah SAW dan seluruh kaum Muslim ketika itu merasa girang luar biasa atas dua kemenangan besar ini. Bukankah mereka telah lama mencita-citakan hal tersebut?  Bukankah mereka telah melalui berbagai cobaan karenanya? Bukankah pihak yang mereka hadapi sudah jelas musuh Islam? Bukankah tujuan yang ingin mereka gapai adalah kemuliaan?

Namun, Allah SWT tidak menyuruh mereka menumpahkan kegembiraan itu dengan berpestapora. Apalagi sampai menggelar hajatan dengan beraneka macam hidangan dan bingkisan sebagai wujud rasa syukur.

Allah SWT, dalam al-Qur'an surat an-Nasr [110] ayar 1 sampai 3, hanya memerintahkan dua hal kepada Rasulullah SAW atas kemenangan tersebut.  Pertama, segeralah bertasbih dengan memuji nama Allah SWT. Kedua, segeralah meminta ampun atas segala khilaf, alpa, dan rasa putus asa atas pertolongan Allah SWT.

Itu saja, tidak lebih!

Di tahun 2014 sekarang ini, tahun yang kerap disebut-sebut sebagai "tahun panas" karena diramaikan oleh ajang “pertempuran politik”, kita menyaksikan banyak orang yang bergembira karena merasa menang dan bersedih karena merasa kalah. Mereka gembira karena mampu mengalahkan lawan-lawan politiknya untuk duduk di bangku parlemen dan bertahta di kursi kepresidenan.

Orang-orang yang menang tadi meluapkan kegembiraannya dengan menggelar hajatan besar-besaran sebagai wujud rasa syukur. Padahal kemenangan yang mereka raih sungguh tak sebanding dengan kemenangan yang diraih Rasulullah SAW.

Mereka memenangkan sebuah kontes yang tak sama dengan perang Badar. Mereka mengalahkan musuh yang boleh jadi memiliki tujuan yang sama dengan mereka sendiri. Mereka belum tentu sepenuhnya berjuang untuk menegakkan agama Allah SWT di muka bumi ini.

Lalu, pantaskah mereka meluapkan kemenangan itu melebihi apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW saat menaklukkan kota Makkah? Rasanya tidak!

Wallahu a’lam




(Dipublikasikan oleh Suara Hidayatullah Edisi Juli 2014)