Sabtu, 22 Maret 2014

Partikel Tuhan

“Barangsiapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah faqihkan dia terhadap agama.” (Riwayat Bukhari)

o0o

Kira-kira pertengahan Oktober 2013, fisikawan Inggris, Peter Higgs, bersama rekannya Francois Englert, dianugerahi nobel bidang fisika karena dianggap berjasa menemukan asal usul alam semesta.

Higgs menyatakan, seluruh benda di alam ini, termasuk manusia dan benda-benda ghaib, terbangun oleh kumpulan partikel yang ia namai Partikel Tuhan.

Memandang langit dan awan akan menyadarkan kita bahwa Tuhan itu ada. 

Tak jelas seperti apa wujud asli partikel ini, dan tak seorang pun bisa melihatnya. Sebab, ia super kecil. Bahkan, jauh lebih kecil dibanding atom.  Namun, Higgs yakin partikel itu ada. Ia bahkan rela menghabiskan waktu 40 tahun ---lebih dari setengah usianya--- untuk meneliti adanya partikel itu.

Lalu, beberapa tahun belakangan, Higgs dianggap bisa menemukan partikel yang tak bisa dilihat ini. Para ilmuwan bahkan berpendapat temuan Higgs merupakan lompatan amat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Kelak, entah kapan, para ilmuwan berhasrat untuk menghilangkan benda-benda berwujud, termasuk manusia, dengan cara merenggangkan susunan partikel ini.

Namun Higgs lalai. Berpuluh-puluh tahun ia menghabiskan umurnya demi membuat “lompatan besar” ilmu pengetahuan, sementara ia sendiri tak pernah mengalami lompatan apa pun.  Ia sejak dulu tak percaya adanya Tuhan, dan sampai artikel ini ditulis pun ia tetap tak percaya adanya Tuhan. Rugilah dia, dunia akherat!

Lebih dari 80 tahun yang lalu, Edwin Hubble, seorang astronom asal Amerika Serikat, mengamati langit dengan teleskop bikinannya. Lama-lama ia mendapati sebuah fenomena menarik di angkasa. Ia melihat benda-benda langit terus bergerak menjauh sebuah titik.

Dari fenomena inilah muncul teori big bang, penyempurna dari teori sebelumnya yang dikemukakan George Lemaire. Teori ini menyatakan bahwa tersusunnya alam semesta sekarang ini adalah akibat sebuah ledakan amat dahsyat yang terjadi 13,7 miliar tahun lalu.

Benda-benda langit hasil ledakan tersebut kemudian bergerak semakin menjauhi pusat ledakan, membentuk sebuah keteraturan sebagaimana sekarang ini.

Meski teori ini ada sedikit kemiripan dengan apa yang dikemukakan oleh Allah SWT dalam Qur'an surat az Zariyat [51] ayat 47 serta Al Anbiya [21] ayat 30, namun sudah tentu Hubble dan Lemeire tidak melandaskan temuannya kepada al-Qur'an.

Bahkan mungkin mereka tak melandaskan temuannya pada apa pun. Sebagaimana kebanyakan ilmuwan dunia, mereka mengosongkan pikirannya terlebih dahulu agar tidak terpengaruh pada ajaran manapun sebelum memulai serangkaian eksperimen yang panjang dan melelahkan.

Mereka membiarkan pikirannya bebas mengembara, bahkan tak peduli bila pengembaraan itu sampai pada kesimpulan "tak ada campur tangan Tuhan pada semua fenomena alam." Naudzubillahi min dzalik!

Islam tidak mengajarkan umatnya seperti itu. Wahyu Allah SWT menjadi landasan awal berfikir sebelum semua eksperimen dimulai. Mengimani al-Qur`an dan Sunnah Rasul SAW adalah syarat mutlak sebelum pengembaraan ilmu pengetahuan dimulai.

Islam amat menganjurkan umatnya untuk berfikir. Betapa banyak ayat-ayat Allah Ta'ala yang ditutup dengan anjuran itu. Namun, bukan berarti manusia bisa seenaknya membuat hipotesa dan kesimpulan. Sebab, ilmu manusia amat terbatas, sedang ilmu Allah Ta'ala amat luas.

Sejatinya, ilmu pengetahuan akan menambah keimanan kita, bukan sebaliknya!

Wallahu a’lam.

(Dimuat oleh Majalah Suara Hidayatullah edisi Maret 2014)