Kamis, 27 Maret 2014

Mengapa Kita Harus Menulis?

Meski saat ini kita hidup di zaman kemerdekaan, namun ketahuilah, di luar sana sedang berkecamuk perang amat dahsyat. Itulah  PERANG OPINI.

Apa fakta adanya perang opini?
• Kasus kehalalan obat-obatan di Indonesia
• Kasus penyerangan terhadap penganut Syiah di Sampang, Madura.
• Kasus deradikalisasi (Islam radikal disebut berbahaya).
• Kasus invasi AS ke Irak

Fakta lainnya:
Majalah Tempo edisi September 2011 menurunkan laporan utama dengan judul: Perda Syariah Untuk Apa?
Dalam majalah tersebut Tempo menulis: Indonesia tampaknya bukan tempat yang tepat untuk menegakkan hukum yang berlatar belakang syariah...

Mengapa media berperan besar dalam perang opini?
• Survei The Media Center, BBC, dan Reuters, pada Mei 2006 di sepuluh negara, termasuk Indonesia: media lebih dipercaya daripada pemerintah
• Dr Joseph Goebbels, juru propaganda Nazi dan Hitler, berkata, "Jika kita mengulang-ulang kebohongan sesering mungkin, dan dengan keteguhan, rakyat (pasti) akan mempercayai kebohongan itu sebagai kebenaran.''

Perang opini lewat media massa bisa terjadi dengan cara:
1. Perang pemikiran ---> melalui artikel-artikel opini
2. Perang  informasi ---> melalui karya-karya jurnalistik.

Karya jurnalistik adalah kumpulan informasi yang dirangkai dengan aturan-aturan tertentu sehingga memiliki alur cerita yang menarik.
Informasi diperoleh dengan cara reportase, wawancara, atau studi literatur

Seorang wartawan tidak boleh beropini, hanya melaporkan apa yang ia lihat, ia dengar, dan ia rasakan (raba)

Pertanyaannya, mengapa wartawan memiliki peran besar terhadap perang opini, padahal wartawan tidak boleh berbohong, bahkan beropini sekalipun?
---> Jika wartawan berbohong, atau beropini, ia terancam menerima sanksi berupa:
- dipecat dari pekerjaannya,
- dimeja hijaukan, dipenjara, dikenakan denda
- tak dipercaya lagi oleh publik

Mengapa pula media massa bisa menjadi alat propaganda dan konspirasi?
---> Sebab, media pasti berpihak. Media bukanlah 'kekuatan liar' dengan segudang idealisme. Media massa tetap sarat dengan kepentingan.

Bagaimana media memihak?
• memberitakan sebagian dan menutup-nutupi sebagian yang lain
• melebih-lebihkan sebagian dan mengurangi sebagian yang lain
• memilih narasumber yang mendukung opini yang dibangun media tersebut.
• memojokkan narasumber yang tak mendukung opini yang dibangun media tersebut

Kepada siapa media memihak?
---> Kepada kepentingan bisnis
---> Kepada kepentingan ideologis
---> Kepada kepentingan politik

Dengan demikian, jurnalistik menjadi alat amat potensial untuk membangun budaya masyarakat, bahkan membangun peradaban. Sayangnya media Islam kini kalah kuat dibanding media sekuler.

Perang opini tanpa disadari telah berkecamuk di luar sana. Masuk ke kamar-kamar tidur kita, mencekoki anak-anak kita.
Perang opini berakibat bergesernya budaya. Bahkan informasi kini sudah bersifat transnasional
Tak sekadar itu, perang opini berakibat berubahnya peradaban masyarakat.

Pertanyaannya, di manakah kita ketika perang itu berkecamuk?

Kita harus memanfaatkan jurnalistik untuk dakwah. Dakwah (da'a, yad'u, da'watan) dalam al-Qur'an berarti seruan, panggilan , permohonan  (doa). Secara istilah, dakwah berarti menyeru, memanggil, mengajak dan menjamu.
Adapun jurnalistik adalah melaporkan apa yang didengar, dilihat, dan dirasakan kepada publik lewat media massa.

Jadi ...
---> Jurnalistik sekadar melaporkan
---> Jurnalistik bukan proses dakwah?

Jurnalistik bisa digunakan untuk berdakwah, sebab:
1. Proses dakwah (menyeru, memanggil, mengajak dan menjamu ) tentu tak sekadar dilakukan satu kali, tapi berkali-kali, agar dakwah bisa berhasil.
2. Proses berkali-kali menyeru, memanggil, mengajak dan menjamu ini disebut dengan MEMPENGARUHI.
3. Jurnalistik juga adalah proses mempengaruhi lewat informasi

Jadi, jurnalisme harus sampai pada proses mempenga-ruhi. Jika jurnalisme diartikan hanya sekadar mengin-formasikan, maka ia tak sampai pada kegiatan dakwah.

Dakwah bisa dilakukan lewat dua cara:
Pertama secara lisan. Cara ini banyak digunakan oleh para Nabi dan Rasul, serta para Sahabat dan Tabiin.
Cara kedua, lewat tulisan. Dakwah seperti ini telah memanfaatkan perkembangan teknologi. Mulai dari teknologi mesin cetak, radio, televisi, hingga internet.

Dulu, sang pendakwah yang mengunjungi objek dakwahnya. Sekarang, konten dakwah itulah yang mengunjungi objek dakwah sedang sang pendakwah diam di tempat.

Seberapa efektifkah jurnalistik dipakai sebagai alat dakwah?

Parni Hadi berkata, ''Jika saya menjadi guru, hanya 40 anak yang akan mendengar omongan saya. Tapi, jika saya menjadi wartawan, ada ribuan orang yang akanmembaca tulisan saya.''

Para sosiolog berkata, "Jurnalisme adalah kekuatan keempat yang mampu mengubah kondisi sosial dan politik sebuah negara."

Napoleon Bonaparte berkata, ''Saya lebih memilih menghadapi tiga batalion tentara musuh ketimbang harus meladeni seorang jurnalis.  Andai saya membiarkan jurnalis bebas berkeliaran melakukan apa saja yang harus mereka lakukan, maka bisa dipastikan dalam waktu tak lebih dari tiga bulan saya akan terpental dari kedudukan saya.''

Jika kita telah paham bahwa:
1. Telah terjadi perang opini di luar sana
2. Media massa amat berperan dalam menentukan kemenangan perang opini, bahkan membangun peradaban baru
3. Jurnalistik bisa dipakai sebagai alat dakwah
4. Dakwah dengan cara menulis lebih efektif

Maka ... Mengapa kita tidak memulai menulis?