Kamis, 14 Maret 2013

Rindu Peradaban Islam

Maka apakah orang-orang yang mendirikan bangunan atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan-Nya itu lebih baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunan di tepi jurang yang runtuh, lalu (bangunan) itu roboh bersama-sama dengan dia ke dalam neraka jahannam? Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (at-Taubah [9]: 109)

Rasa salut patut kita berikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat berkunjung ke Kairo, Mesir, awal Februari lalu. Di hadapan civitas akademika Universitas al-Azhar ia berkata, “Saya kira pimpinan al-Azhar setuju dengan saya bahwa kita harus memajukan peradaban Islam agar memimpin dunia ini kembali.”

Pernyataan ini mudah-mudahan memang keluar dari lubuk hati SBY yang paling dalam dan bukan sekadar basa-basi politik semata. Pernyataan ini semoga menjadi ungkapan keimanan SBY akan kebenaran Islam. Mudah-mudahan SBY mengimani bahwa tak ada sistem yang lebih sempurna di dunia ini selain apa yang telah dibuat oleh Sang Pencipta.

Sejarah telah mencatat, sebelum Islam turun, masyarakat Arab masih memiliki peradaban jahiliah. Ketika itu banyak orangtua yang tega membunuh anak kandungnya sendiri, mabuk dan judi ada di mana-mana, jumlah kriminalitas tinggi, bisnis syahwat tak terkendali, hukum rimba berlaku di sana-sini. Lalu, setelah Islam datang, peradaban jahiliah hilang, berganti dengan peradaban mulia.

Bagaimana cara Nabi SAW mengubahnya? Tentu saja dengan menjalankan perintah Allah SWT yang turun lewat wahyu. Itulah syariat Islam.  Menegakkan peradaban Islam tak cukup sekadar menegakkan akhlak yang mulia saja. Peradaban Islam juga dibangun dari syariat Islam.

Kita tahu, Rasulullah SAW telah dikaruniai Allah SWT dengan akhlak yang mulia sejak sebelum turunnya Islam, bahkan sejak beliau masih kecil. Kemuliaan itulah yang menyebabkan beliau dijuluki al-amin oleh masyarakat Arab.

Andai akhlak yang mulia ini saja dipandang cukup untuk menegakkan peradaban Islam, tentu saja Allah SWT tak akan menurunkan al-Qur`an. Namun faktanya Allah SWT masih perlu menurunkan al-Qur`an kepada Nabi Muhammad SAW. Ini berarti syariat amat penting guna menyempurnakan tegaknya peradaban mulia tersebut.

Lalu bagaimana dengan Indonesia?  Rasa-rasanya gambaran peradaban jahiliah yang dulu melanda negeri Arab, juga terjadi di Indonesia saat ini. Coba simak berita di televisi dan Koran. Banyak anak yang dibunuh dan dijual oleh ibunya, remaja tawuran, wanita diperkosa, para pejabat korupsi berjamaah, para pelacur mengumbar syahwat, gay dan waria mencari mangsa di mana-mana, tak sedikit pula jumlah pemabuk dan penjudi.

Fakta-fakta ini membuat sekelompok kecil masyarakat yang betul-betul menjaga imannya merasa rindu kembalinya masa kejayaan Islam pada masa Rasulullah SAW dulu. Jika dulu Rasulullah SAW mampu membangun peradaban mulia hanya dalam waktu 23 tahun, bilakah Indonesia mampu bangkit seperti itu juga?

Harapan itu menemukan sedikit cahaya manakala sejumlah daerah di Indonesia sudah berani menerapkan Perda Syariat, sejumlah partai Islam sudah berani terang-terangan menyebut-nyebut syariat Islam sebagai tujuan perjuangan mereka, dan sejumlah ormas Islam juga berani dengan lantang mencita-citakan tegaknya syariat dan khilafah di muka bumi.

Dan, pidato Presiden SBY di Kairo tersebut, rasa-rasanya menambah terang cahaya yang amat kecil di antara kegelapan yang saat ini menyelimuti negara kita.  Namun, semua kita serahkan kembali kepada Allah SWT. Bila Ia berkehendak, tiada yang mustahil bagi-Nya.

Wallahu a'lam.

(Dipublikasikan di Rubrik Salam, Majalah Suara Hidayatullah, edisi Maret 2013)