Kekhalifahan Turki Utsmani mulai melemah ketika Khalifah Selim II naik tahta menggantikan ayahnya, Sulaiman. Selim memang tak setangguh ayahnya dalam memimpin. Terlebih ketika putranya, Murad III, naik tahta pada tahun 1574 (hingga 1595). Ia lebih banyak menghabiskan waktunya di istana. Tak lagi mau melakukan pembebasan wilayah sebagaimana ayah dan kakeknya. Bahkan ia cenderung hidup berfoya-foya.
Murad II pernah menyelenggarakan acara khitanan anaknya, Sultan Muhammad, sebagaimana ditulis dalam buku Di Balik Runtuhnya Turki Utsmani, halaman 137, oleh Deden A. Herdiansyah, selama 45 hari non-stop dan menghabiskan harta kekhalifahan sangat banyak.
Tak hanya kehidupan di istana, kaum bangsawan dan orang-orang kaya di Turki Utsmani juga hidup dalam kesenangan dan kemewahan. Inilah penyebab utama mundurnya kekhalifahan Turki Utsmani.
Di tengah situasi seperti ini, masuklah ide-ide Barat tentang nasionalisme, sekulirisme, dan liberalisme. Banyak wilayah yang berada dibawah kekuasaan Turki Utsmani ingin memerdekakan diri, termasuk bangsa-bangsa Arab.
Orang-orang Arab yang tinggal di Turki menggelorakan semangat primordial dan mencoba memprovokasi masyarakat Arab lainnya untuk memisahkan diri dari kekhalifahan yang sudah mulai goyah.
Masyarakat Turki sendiri merasa geram dan mulai menjauhkan segala budaya Arab dari kehidupan sehari-hari mereka. Bahasa Arab yang menjadi bahasa al-Qur'an, Hadist, dan kitab-kitab ulama ditinggalkan dan dijauhkan. Keadaan ini membuat sekularisme dan liberalisme tumbuh kian subur.
Pada abad ke 18, dibentuklah peradilan sipil sebagai penanda terpisahnya antara agama dan sistem pemerintahan. Dulu, lembaga peradilan hanya satu, yakni yang berlandaskan syariat Islam. Sejak munculnya peradilan sipil, semua perkara yang dianggap tidak berbau agama diadili di lembaga ini.
Ide-ide Barat berkembang sangat pesat setelah beberapa pemuda Turki, termasuk dua tokohnya, Namik Kemal dan Midhat Pasha, menempuh pendidikan di Eropa. Ketika pulang, mereka membawa ideologi Barat. Merekalah yang berperan besar membentuk konstitusi pertama Turki pada tahun 1876 yang tidak bersumber dari al-Quran dan Hadits.
Selain masuknya ide-idei Barat, kehancurkan Turki Utsmani juga tak lepas dari dua oraganisasi besar yang ada pada masa itu, yakni Organisasi Persatuan dan Kemajuan dan Gerakan Turki Muda. Dua kelompok oposisi tersebut terus bergerak dengan tujuan menjatuhkan Khalifah Abdul Hamid II dan menjadikan Turki negara yang berlandaskan paham sekuler dan liberal.
Puncaknya, pada 27 April 1909, Khalifah Abdul Hamid II resmi diturunkan dari tahta kepemimpinan. Khalifah selanjutnya hanyalah pemimpin boneka dari Komite Persatuan dan Kemajuan. Dalam kondisi seperti inilah Turki Utmani memasuki Perang Dunia I. Di perang ini, Turki yang memihak kubu Jerman dan Italia, berada pada pihak yang kalah. Mereka jatuh ke tangan Inggris.
Lalu muncullah Mustafa Kemal Ataturk, komandan militer Turki yang berhasil memimpin perang kemerdekaan Turki dan memukul mundur Inggris. Setelah kemenangan ini --yang pernah diduga sebagai rekayasa-- Turki resmi mengganti pemerintahannya dengan republik. Peristiwa ini terjadi pada 3 Maret 1924, sekaligus menjadi hari di mana Khilafah Turki Utsmani runtuh. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat