Sabtu, 06 April 2024

Lanjutkan Tilawahmu dengan Tadabbur

Di bulan Ramadhan yang mulia, kaum Muslim berlomba-lomba memperbanyak bacaan al-Qur'an, terlebih di 10 malam terakhir. 


Kebiasaan seperti ini tentu patut kita contoh. Sebab, bacaan satu huruf saja di bulan Ramadhan, kata Rasulullah saw dalam hadits yang diriwayatkan Tirmidzi, akan diganjar oleh Allah Ta'ala dengan satu kebaikan dan dilipatkan menjadi sepuluh kebaikan. 

Namun, tilawah (membaca) al-Qur'an saja tentu tidak cukup. Kita juga perlu mengimbanginya dengan tadabbur al-Qur'an. 

Apa itu tadabbur dan mengapa tadabbur itu penting? Tadabbur, menurut Syekh al-Utsaimin, adalah merenungkan lafal-lafal untuk sampai kepada kandungan-kandungan maknanya.

Allah Ta'ala banyak memerintahkan kepada manusia untuk membaca (tilawah) al-Qur'an. Namun selanjutnya, yang ditanyakan oleh Allah Ta'ala kepada manusia bukan tilawah, melainkan tadabbur. A fa laa yatadabbaruun.

Dalam al-Qur'an surat An-Nisa' [4] ayat 82, misalnya, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْءَانَ  ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلٰفًا كَثِيرًا

Afa laa yatadabbaruunal-qur`aan, walau kaana min 'ingdi ghoirillaahi lawajaduu fiihikhtilaafang kasiiroo

"Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur'an? sekiranya (Al-Qur'an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya."

Selain itu, ada banyak pertanyaan introspektif yang difirmankan Allah Ta'ala di dalam al-Qur'an yang intinya menyuruh  manusia agar merenungi ayat-ayat Allah Ta'ala. Di antara pertanyaan tersebut menggunakan redaksi seperti “Afala ta’qilun?” (tidakkah kamu mengerti?), “Afala tadzakkarun?” (tidakkah kamu mengambil pelajaran?), “Afala tubsirun?” (tidakkah kamu melihat?), “Afala tasma'un?” (tidakkah kamu mendengarkan) dan kalimat-kalimat lainnya.

Ini semua menunjukkan kepada kita betapa penting mentadabburi ayat-ayat al-Qur'an. Apalagi dalam lembaran awal al-Qur'an, Allah Subhanahu Wa Ta'ala secara tegas menyatakan: 

ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ  ۛ فِيهِ  ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ

zaalikal-kitaabu laa roiba fiih, hudal lil-muttaqiin

"Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa," (Al-Baqarah [2]: 2).

Begitu juga pada surat al-Jatsiyah [45] ayat 20, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

هٰذَا بَصٰٓئِرُ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

haazaa bashoo`iru lin-naasi wa hudaw wa rohmatul liqoumiy yuuqinuun

"(Al-Qur'an) ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini."

Bahkan, dalam surat Al-Hadid [57] ayat 9, Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

هُوَ الَّذِى يُنَزِّلُ عَلٰى عَبْدِهِۦٓ ءَايٰتٍۢ بَيِّنٰتٍ لِّيُخْرِجَكُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ إِلَى النُّورِ  ۚ وَإِنَّ اللَّهَ بِكُمْ لَرَءُوفٌ رَّحِيمٌ

huwallazii yunazzilu 'alaa 'abdihiii aayaatim bayyinaatil liyukhrijakum minazh-zhulumaati ilan-nuur, wa innalloha bikum laro`uufur rohiim

"Dialah yang menurunkan ayat-ayat yang terang (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya (Muhammad) untuk mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sungguh, terhadap kamu Allah Maha Penyantun, Maha Penyayang."

Lantas, bagaimana mungkin al-Qur'an akan menjadi petunjuk bagi kita (sebagaimana disebutkan dalam Al-Baqarah [2]: 2), atau menjadi pedoman bagi manusia (sebagaimana disebutkan dalam al-Jatsiyah [45]: 20), atau menjadi cahaya dalam kegelapan (sebagaimana disebutkan dalam Al-Hadid [57]: 9), jika kita tak pernah mentadabburinya.

Tepatlah bila Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Yang harus kita lakukan terhadap al-Qur’an adalah memahami maknanya dan mengamalkannya. Jika hal ini bukanlah tujuan utama dari seorang penghafal al-Qur’an, maka dia tidak akan menjadi ahli ilmu dan ahli agama," (Majmu’ Fatawa, 23: 55).

Begitu juga Al-Hasan al-Bashriy rahimahullah berkata, “Wahai anak Adam, bagaimana hatimu bisa lembut, sementara semangatmu hanya tertuju pada bagaimana mencapai akhir surat?” (Mukhtashar Qiyamil Lail, karya al-Maruziy, halaman 150)

Juga Badruddin az-Zarkasyiy berkata, “Barangsiapa yang tidak memiliki ilmu, pemahaman, takwa, dan tadabbur, maka dia tidak akan merasakan kelezatan al-Qur’an sama sekali.” (al-Burhan fiy ‘Ulumil Qur’an, karya az-Zarkasyiy, 2: 155)

Dan, Ibnu Jarir ath-Thabariy berkata, “Sungguh aku takjub kepada orang yang membaca al-Qur’an tetapi tidak mengetahui tafsirnya. Bagaimana dia bisa merasakan kelezatan dari apa yang dia baca?” (Mu’jamul Adibba’, karya Yaqut al-Hamawiy, 4: 2453).

Nah, mari kita lanjutkan tilawah kita selama Bulan Ramadhan ini dengan mentadabburi ayat-ayat al-Qur'an. Semoga Allah Ta'ala menurunkan hidayah taufik kepada kita.

Wallahu a'alam. ***

(Materi ceramah subuh di Masjid An Nahl, Tanah Baru, Depok)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat