Jumat, 12 Januari 2024

Krisis Pangan

Pada tanggal 1 hingga 3 Desember 2023, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) di salah satu hotel di kawasan Ancol, Jakarta Utara. 
Sawah di Cianjur, Jawa Barat, banyak yang beralih fungsi menjadi tanaman sayur-sayuran akibat kesulitan air.


Yang menarik, salah satu pokok bahasan musyawarah para ulama dari berbagai organisasi Islam tersebut adalah soal pangan. Lho kok bisa ulama mengurusi pangan?

Yap! Krisis pangan mulai melanda dunia, termasuk Indonesia. Bahkan, Organisasi Pangan Dunai FAO meramalkan pada tahun 2050, dunia akan menghadapi potensi bencana kelaparan akibat perubahan iklim .

Hal ini juga diungkap oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahwa ancaman krisis pengan semakin nyata dan menghantui banyak negara di dunia, termasuk Indonesia.   

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat berbicara di depan para ulama di Mukernas MUI menyebut "badai elnino" sebagai penyebab krisis pangan yang mulai dirasakan tahun ini. 

Meskipun tak sedikit para pengamat pertanian menuding tata kelola pertanian yang kurang baik sebagai penyebab krisis, namun faktor cuaca dan kerusakan lingkungan tetap tak bisa diabaikan.

Yang pasti, menurut surat yang dikirimkan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) kepada Perum Bulog, sepanjang 2023 negara kita telah mengimpor beras sejumlah 2 juta ton. Ini menjadikan Indonesia sebagai importir beras terbesar kelima dunia pada tahun tersebut.

Bahkan, jumlah ini menjadi rekor terbanyak dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), selama periode 2019-2022 volume impor beras nasional rata-rata hanya 409 ribu ton per tahun. Pada tahun 2023, angka tersebut melonjak 5 kali lipat.

Yang lebih mencemaskan lagi, kata Pak Menteri, bagaimana kalau negara-negara pemasok beras tersebut tiba-tiba menghentikan ekspor produk pertanian ke negara kita? Hal ini bukan mustahil jika kebutuhan beras di negara mereka juga meningkat akibat krisis pangan yang mulai terasa. Mampukah kita mencukupi kebutuhan beras di negara kita sendiri?

Jadi, wajarlah bila persoalan pangan menjadi serius bagi bangsa kita ke depan. Ulama, kata Pak Menteri, menjadi bagian masyarakat yang sangat penting untuk dipahamkan sehingga masyarakat juga ikut paham lewat lisan-lisan ulama.

Yang menarik, menurut Guru Besar IPB, Prof Drajat Martianto, saat berbicara di Mukernas MUI, salah satu faktor yang memperparah krisis pangan adalah fenomena food loss, yakni hilangnya bahan-bahan makanan karena tak termanfaatkan. Misal, buah-buahan yang membusuk, sayur mayur yang sudah dipetik namun tak terjual, atau makanan mentah yang tak bisa diolah sehingga dibuang begitu saja.

Adapun penyebab food loss itu sendiri juga banyak. Bisa karena proses pra panen yang tidak sesuai mutu yang diinginkan pasar, atau permasalahan penyimpanan dan pengemasan yang tidak baik, atau kurangnya permintaan konsumen.

Namun, yang mengejutkan, porsi terbesar dari food loss justru karena praktik mubazir masyarakat kita. Makanan yang tersaji tak dihabiskan, sehingga dibuang menjadi sampah. 

Belum lagi persoalan lingkungan yang berpangkal pada kebiasaan buruk masyarakat. Ini semua perlu diubah meski tak mudah. Di sinilah pentingnya peran ulama.

Wallahu a'lam. ***

CATATAN
Dimuat oleh Majalah Suara Hidayatullah edisi Januari 2024.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar yang bermanfaat