Perjalanan malam al-Isra, yakni berangkatnya Rasulullah s.a.w. dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha di Baitul Maqdis terjadi sebelum Rasulullah s.a.w. hijrah ke Madinah, tepatnya 18 bulan sebelum beliau hijrah atau tahun ke 11 kenabian, sekitar 620 M.
Rasulullah s.a.w berangkat dari Baitul Maqdis ke Sidratul Muntaha dalam peristiwa Isra dan Mi'raj. |
Peristiwa ini terjadi ketika Rasulullah s.a.w dan kaum Muslim di Makkah tengah menghadapi situasi yang sangat berat. Kala itu mereka ditindas, bahkan disiksa, oleh bangsa mereka sendiri, di kampung halaman mereka sendiri.
Kondisi ini kian buruk manakala pada saat yang hampir bersamaan, Abu Thalib, paman sekaligus pelindung Rasulullah s.a.w, meninggal dunia, tepatnya pada bulan Rajab tahun ke 10 kenabian atau 619 M. Dan, pada saat yang hampir bersamaan juga, isteri Rasulullah s.a.w, Khadijah, yang selama ini selalu menyokong dakwah Rasulullah s.a.w dengan jiwa, raga, dan harta, dipanggil oleh Allah Ta'ala, tepatnya pada bulan Ramadhan tahun yang sama.
Rasulullah s.a.w. kemudian pergi ke Thaif untuk meminta bantuan suku Tsaqif. Namun, yang diterima beliau di negeri itu justru pengusiran dan penghinaan. Para budak di tempat itu disuruh oleh tuannya untuk melempari Rasulullah s.a.w. dengan batu hingga terlukalah kaki Rasulullah s.a.w.
Pada detik-detik yang sangat berat ini, Rasulullah s.a.w. mengangkat kedua tangannya dan mengadukan semua kepada Rabb-nya, sebagaimana dikutip dari al-Sira al-Nabawiyya karya Ibn Hisyam dan dimuat ulang dalam Buku Emas Baitul Maqdis karya Prof. Dr Abd al-Fattah el-Awaisi.
Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku, dan mudahnya orang-orang menghinaku.
Wahai Yang Maha Pengasih di antara yang penyayang, Engkaulah pelindung bagi si lemah dan Engkaulah pelindungku. Kepada siapakah diriku hendak Engkau serahkan? Apakah kepada orang jauh yang membelalakkan matanya (dengan penuh kebencian)? Ataukah kepada musuh yang telah Engkau berikan kekuasaan atas diriku?
Apabila Engkau tidak murka kepadaku, semua itu tidak akan aku hiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada cahaya wajah-Mu yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan di akhirat, (dan aku berlindung) dari murka-Mu kepadaku atau kemurkaan yang hendak engkau turunkan kepadaku. Hanya Engkaulah yang berhak mempersalahkan diriku hingga Engkau berkenan. Sungguh, tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.
Inilah doa yang sangat menyentuh dan emosional dari Rasulullah s.a.w. Doa tersebut dijawab oleh Allah Ta'ala lewat perjalan pada malam al-Isra dari Makkah menuju Baitul Maqdis, lalu naik ke Sidratul Muntaha. Kita tahu, dalam perjalanan ghaib yang ditempuh hanya dalam satu malam ini, Rasulullah s.a.w. mendapat banyak sekali hikmah dan pelajaran, termasuk perintah shalat lima kali dalam sehari semalam.
Dari kisah ini, menjadi pahamlah kita tentang keutamaan Masjid al-Aqsa dan Baitul Maqdis yang melingkupinya. Perjalanan dari Makkah menuju Baitul Maqdis, lalu naik ke Sidratul Muntaha, bagi Rasulullah s.a.w. laksana obat dari kesedihannya yang bertubi-tubi. Sama seperti Nabi Ibrahim a.s. yang pergi meninggalkan kota kelahirannya menuju Baitul Maqdis manakala Raja Namruj dan masyarakat di kota kelahirannya memusuhinya.
Ini juga dialami oleh Nabi Musa a.s ketika beliau dan kaumnya, Bani Israil, mendapat perlakuan kejam dan zalim dari Fir'aun dan bangsa Mesir. Nabi Musa a.s. membawa kaumnya meninggalkan Mesir menuju tanah harapan, Baitul Maqdis.
Sayangnya, kebanyakan Bani Israil kemudian ingkar kepada Nabi Musa a.s., bahkan juga ingkar kepada nabi-nabi setelahnya. Mereka pandir dengan mengubah ketentuan-ketentuan Allah Ta'ala, saling berperang di antara mereka, bahkan membunuh Nabi-nabi yang Allah turunkan kepada mereka.
Mereka mengklaim Baitul Maqdis adalah tanah yang dijanjikan Allah Ta'ala khusus untuk mereka. Padahal, keberkahan Baitul Maqdis, Allah Ta'ala janjikan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah Ta'ala dari bangsa dan suku apa pun mereka. Inilah yang menyebabkan tanah harapn tersebut tak bisa didatangi oleh kaum Muslim dengan bebas tanpa rasa takut, bahkan sampai sekarang. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar yang bermanfaat